Resensi Buku: Pandemonium



Penulis             : Lauren Oliver
Penerjemah      : Vici Alfanani Purnomo
Penerbit           : Mizan
Tahun Terbit    : Cetakan 1, Maret 2013
Halaman          : 496 


Setelah berhasil melintasi pagar pembatas Portland, Lena memulai kehidupan barunya di Alam Liar. Tentu saja, tanpa Alex. Ia ditemukan oleh Raven, pemimpin sebuah kelompok Invalid yang tinggal tidak jauh dari tempat di mana Lena terdampar setelah pelariannya.

Sejak itu, Lena memulai kehidupan baru sebagai seorang Invalid. Tinggal berdesakan dengan anggota lain, makan seadanya, dan bertahan hidup dari makanan dan perlengkapan yang dikirim dari perbatasan. Selama itu pula, Lena berusaha mengubur kehidupan lamanya di Portland. Melupakan sahabatnya Hana, keluarganya, dan Alex, orang yang menularkan deliria padanya.

Kehidupan tidak berhenti di situ. Lena kini harus memulai hidup barunya di New York. Berpura-pura menjadi orang yang telah disembuhkan dan bergabung dalam organisasi Deliria Free America. Organisasi yang menginginkan prosedur penyembuhan dilakukan lebih dini. Tentu saja Lena ditempatkan di situ demi sebuah misi. Menghancurkan DFA dari dalam.

Kenyataannya, tidak hanya kelompok Invalid saja yang tidak menyukai DFA. Ada kelompok Burung Bangkai, pemberontak yang juga tidak setuju pada prosedur penyembuhan, hanya saja yang ini lebih beringas dan tak kenal ampun. 

Pada sebuah kampanye akbar DFA, sekelompok Burung Bangkai membuat kekacauan. Mengakibatkan putra pemimpin DFA, Julian Fineman, hilang diculik. Lena mengikuti ke mana Julian dibawa, dan akhirnya ikut terperangkap bersama pemuda yang belum disembuhkan itu. Lena harus berjuang keras, untuk mengeluarkan dirinya –dan mungkin juga Julian- dari sarang Burung Bangkai, atau dia akan mati dalam kegelapan bawah tanah yang mengurungnya.


Setelah membaca Delirium, rasanya tanggung kalau tidak membaca lanjutannya. Meskipun saya sendiri tidak terlalu tertarik dengan genre dystopia yang akhir-akhir ini sedang trend.

Kali ini Lena menuturkan kisahnya dengan alur maju-mundur. Yang mana sebenarnya cukup menarik, hanya saja, di beberapa bagian jadi mengurangi ketegangan. Lena menjadikan kisah hidupnya ketika pertama kali tinggal di Alam Liar sebagai Masa Lalu, dan kehidupannya di New York sebagai Masa Kini. Dan hal-hal menegangkan di Masa Lalu jadi tidak terlalu menegangkan lagi karena saya tahu apa yang terjadi di Masa Kini. Sesuatu yang membuat saya berpikir, “Oke, tenang saja, dia akan sampai pada titik ini. Tidak mungkin mati di sini.” Hal semacam itu.

Mungkin penulisnya, memang tidak menitikberatkan ketegangan pada Masa Lalu Lena. Tapi lebih pada perjuangan Lena keluar dari sarang Burung Bangkai yang mengurungnya. Dan yah, saya mengakui bagian itu memang menarik dan menegangkan, rasanya seperti menonton dan merasakan apa yang Lena rasakan di saat bersamaan.

Jujur saja, saya kurang suka dengan Lena yang ini, (Lena yang di Pandemonium, bukan Lena yang di Delirium). Setelah meyakini Alex telah mati, dan terkurung berhari-hari bersama Julian, Lena mulai kesulitan membedakan perasaannya pada Alex dan Julian. Ia masih selalu ingat dengan Alex, tapi kedekatannya dengan Julian memberi kehangatan yang nyata. Sedangkan saya inginnya, Lena tetap mencintai Alex, hehehe…

Baiklah, secara keseluruhan saya suka Pandemonium. Membacanya membuat saya merasa menonton dan merasakan langsung apa yang dirasakan Lena. Dengan halaman yang cukup tebal, bahasa terjemahan dan kisah yang ditutur secara menarik membuat membaca buku ini tidak terasa membosankan.

Tinggal menunggu buku terakhir dari trilogy ini, Requiem. Mudah-mudahan segera terbit ya..

PS : Saya masih membayangkan sosok Alex adalah Alex Pettyfer, tapi kesulitan membayangkan sosok Julian seperti apa, dan akhirnya jadi Alex Pettyfer juga, tapi dengan penampilan yang lebih rapuh dan labil. (Jangan-jangan saya mulai seperti Lena yang tidak bisa membedakan Julian dan Alex, hahaha)


PS 2 : Kali ini, saya lebih suka sampul Pandemonuim Mizan yang ini, dibanding sampul Delirium, hehehe



Komentar