Resensi Buku: Interlude



Penulis: Windry Ramadhina

Penyunting: Gita Romadhona dan Ayuning

Penerbit: Gagas Media

Tahun Terbit: Cetakan Pertama,  2014

Halaman: 371

ISBN: 979-780-722-3



Kai, cowok muda yang pandai bermain gitar dan punya grup band beraliran musik jazz. Permainan gitarnya bagus, tetapi tidak dengan kuliah dan keluarganya. Kuliah di fakultas hukum sudah lama ia tinggalkan karena merasa tidak tertarik. Sedangkan keluarganya, entah sudah berapa lama Kai tidak pulang ke rumah karena menghindari orang tuanya yang selalu bertengkar.


Di sisi lain, ada Hanna. Gadis muda yang sempat cuti kuliah karena pengalaman buruk yang dialaminya. Setelah lama menjauhi dunia kampus, Hanna memutuskan untuk kembali, meskipun sambil membawa beban malu dan rasa cemas yang selalu menghantui.


Taman kecil di atap apartemen yang mempertemukan mereka. Hanna suka sekali berada di taman itu. bahkan ia punya bangku kesayangan di sana. Suatu sore ia mendengar petikan gitar yang sangat indah. Petikan indah itu berasal dari jemari Kai. Hanna terkejut menyadari keberadaan Kai. Hampir saja tubuhnya menyuruh ia melarikan diri. Namun, kehadiran Gitta membuat kaki Hanna tertahan. Pemuda asing yang baru dilihatnya itu tampak bercakap-cakap dengan Gitta lalu pergi begitu. Hanna mengembuskan napas lega. Ia kembali sendirian, tetapi itu bukan pertemuan terakhirnya dengan Kai.

My Review



Interlude, membaca buku ini membuat saya teringat kembali dengan masa-masa kuliah dengan berbagai perasaan yang ada di dalamnya. Omong-omong, Hanna mengambil jurusan Komunikasi seperti saya, dan Kai kuliah di UI, membuat mau tidak mau saya membayangkan tempat-tempat yang sering saya lalui dulu.

Hanna adalah gadis yang memiliki pengalaman pahit dengan laki-laki. Secara berkala, ia bertemu dengan terapisnya, Miss Lorraine untuk memulihkannya. Kai adalah pemuda yang serampangan. Ia senang bermain perempuan untuk ditinggalkannya begitu saja. Keduanya bukan pasangan yang cocok untuk saling mencintai. Tetapi begitulah kenyataannya, Hanna yang berusaha sekuat tenaga agar tidak jatuh cinta pada Kai, dan Kai yang berusaha sekuat tenaga untuk meyakinkan Hanna bahwa ia telah terlepas dari kebiasaan buruknya.


Saat awal membaca buku ini, saya tidak terlalu suka dengan Kai. Saya tidak suka cowok model Kai. Saya suka dengan Jun, teman satu grup Kai yang jauh lebih santun dan rapi. Saya juga suka dengan Gitta, masih teman satu grup Kai, yang juga teman kuliah Hanna, yang tampil sebagai cewek kuat dan pemberani.


Namun, semakin lama membaca buku ini, semakin terlihat sosok Gitta yang sebenarnya. Ternyata ia tidak sekuat yang ditampakannya. Dan Kai yang sedikit demi sedikit mulai berubah semenjak mengenal Hanna.  Hanna juga mulai berubah dan berusaha untuk memulihkan dirinya sehingga tidak terus-menerus dihantui pengalaman buruk.


Setiap tokoh di Interlude mengalami perubahan karakter dan itu membuat saya menyukai novel ini. Entah bagaimana, penulis berhasil membuat tokoh-tokoh tersebut terasa dekat seolah mereka adalah teman saya sendiri. 


Saya juga suka dengan cerita perjuangan Second Day Charm, --band Kai, Gitta, dan Jun--, agar bisa diterima sebuah label rekaman. Bagaimana mereka harus berusaha professional di tengah masalah pribadi antar anggotanya demi mencapai mimpi yang telah lama mereka bangun.


Sosok Hanna sendiri cukup unik bagi saya. Ia tampak lemah sekaligus kuat. Ia memilki kebiasaan yang unik, suka merekam berbagai suara. Hanna selalu membawa perekam suaranya ke mana-mana. Suara-suara itulah yang membantu menenangkan dirinya. Ia juga menyukai laut, dan mengumpulkan kata ‘laut’ dari berbagai bahasa.


Bagi saya, Interlude mengangkat tema tentang keberanian. Keberanian untuk berubah, keberanian untuk melawan sesuatu yang salah, keberanian untuk meraih mimpi, dan keberanian untuk berhadapan dengan kenyataan. Sesuatu yang mungkin tidak mudah, tetapi tentu saja, bisa dilakukan.

Review ini untuk 
Kategori Young Adult Literature

Komentar