Resensi Buku: Larutan Senja


Penulis: Ratih Kumala
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Tahun Terbit: Cetakan Pertama, Januari 2017
Halaman: 126
ISBN: 978-602-03-3815-6


Larutan Senja adalah buku yang saya beli secara impulsif saat berkunjung ke toko buku Gramedia, seperti juga Sirkuit Kemelut. Saya cukup sering membaca resensi yang mengulas buku-buku karya Ratih Kumala dan memang saya penasaran dengan tulisan duo suami istri Eka Kurniawan dan Ratih Kumala.

Dari beberapa buku Ratih Kumala yang ada, entah mengapa saya mengambil Larutan Senja. Padahal, karya teranyarnya seingat saya adalah novel Wesel Pos. Mungkin karena judulnya memakai kata ‘senja’, mungkin karena ilustrasi shutterstock di sampul yang menarik, atau mungkin karena buku ini kumpulan cerpen sehingga saya berharap mendapat banyak cerita ketimbang satu cerita. 

Larutan Senja terdiri dari 14 cerpen. Seluruhnya telah diterbitkan di media massa (di bagian belakang ada daftar riwayat terbit). Setelah membaca semua cerpen di buku ini, saya menarik kesimpulan kalau kumcer ini tidak mengangkat satu tema tertentu (atau bisa saja saya yang tidak dapat menemukannya). Karena isi dan tema cerpen ini sangat beragam. Sayangnya, dari 14 cerpen itu, tidak ada satu atau dua yang benar-benar ‘wow’ banget buat saya.

Meskipun begitu, ada beberapa cerpen yang cukup berkesan bagi saya.

1.       Purnama di Borneo

Tentang anak laki-laki yang sering didongengi kisah peri di Pulau Borneo oleh ibunya. Naas, ayahnya meninggal setelah kembali dari tugas kerjanya di Kalimantan. Meninggal dengan tidak wajar pula, yaitu darah mengalir dari setiap lubang di matanya. Sejak saat itu ibunya tidak pernah mau mendongeng tentang peri di Pulau Borneo lagi. Ketika anak laki-laki itu beranjak dewasa, giliran ia yang mendapat kerja di Kalimantan. Akankah nasib ayahnya terulang lagi kepadanya?

Sebenarnya, saat baca cerita ini sudah ketebak sih akhirnya seperti apa. Akan tetapi, ini bukan benar atau tidaknya tebakan saya, melainkan tentang rumor pulau Kalimantan. Saya memang pernah mendengar, laki-laki yang kerja di Kalimantan itu berisiko. Di sana banyak perempuan-perempuan yang menggunakan semacam kekuatan supranatural untuk menahan agar laki-laki tersebut tidak kembali ke kampung asalnya. Saya sendiri antara percaya dan tidak percaya dengan rumor ini, mengingat saya pernah memiliki tetangga (bapak-bapak paruh baya) yang ditugaskan ke Kalimantan, setelah pulang dari sana dia malah seperti orang linglung.

Terlepas dari benar atau tidak rumor tersebut, Ratih Kumala menyajikan kisah ini dengan bahasa yang magis, sedikit mencekam, namun tetap indah.

2.       Tahi Lalat di Punggung Istriku

Tentang seorang suami yang begitu tergila-gila dengan tahi lalat di punggung istrinya. Tahi lalat itu pula yang menghentikannya dari perbuatan serong saat dinas keluar kota. Jika pulang kerja, yang dicari dan disayang terlebih dahulu adalah tahi lalat di punggung istrinya. Entah apa yang istimewa dengan tahi lalat itu, yang jelas tiba-tiba tahi lalat itu menghilang dan istrinya malah mengatakan ia tidak pernah punya tahi lalat di punggung. Lama-kelamaan gelagat sang suami berubah. Ia tidak lagi memperhatikan istrinya. Dia sendiri masih bingung, sebenarnya tahi lalat itu ke mana? Benarkah tahi lalat itu tidak pernah ada dan selama ini ia berkhayal saja?

Yang saya suka dari cerita ini adalah temanya yang unik meskipun latarnya kehidupan rumah tangga biasa. Bahkan, keberadaan tahi lalat saja bisa menjadi sebuah ide cerpen. Dan ketika sampai di akhir, saya tidak menyangka twist-nya seperti itu.

3.       Gin-Gin dari Singaraja

Dari awal terkesan cerita perjalanan biasa. Seorang perempuan yang melakukan perjalanan ke Banyuwangi dengan bus, bertemu anak kuliahan bernama Gin Gin yang hendak pulang ke kampung halamannya di Bali. Obrolan mereka tidak jauh berbeda dengan obrolan orang yang tak sengaja bersebelahan di bangku bus dalam perjalanan jauh. Sebelum mereka berpisah, Gin Gin mengajak perempuan itu untuk berkunjung ke rumahnya di Singaraja. 

Selain karena bagian akhir yang tidak saya duga, saya juga suka dengan gaya bahasa Gin Gin yang benar-benar menampilkan kepolosan dan kekanakan seorang mahasiswa dibanding teman seperjalanannya yang sudah berusia 24 tahun. saya ingin sekali bisa membuat cerita yang tiap suara tokohnya memiliki sesuatu yang khas sehingga terasa perbedaannya saat bercakap-cakap dengan tokoh lainnya.

4.       Buroq
Tentang laki-laki dan anak laki-laki yang bermimpi bertemu dengan Rasulullah saw. dan buroq. Si laki-laki artis tato sedangkan si anak laki-laki adalah anak yang patuh dan rajin mengaji.
Entah apa yang membuat saya cukup suka dengan cerita ini. Mungkin karena tema ceritanya tentang mimpi bertemu Rasulullah saw. atau bahasanya yang sederhana sehingga mudah dimengerti. Entahlah.

5.       Larutan Senja

Cerpen yang judulnya diambil untuk judul buku ini. ide ceritanya cukup menarik. Tentang seseorang yang selalu melakukan inovasi untuk ‘dunia’, tetapi tuhan selalu membeli inovasi tersebut dengan harga murah. Saat inovasi atau ciptaan si pembuat diaplikasikan ke dunia, tuhan yang mendapat pujian. Kemudian, dia berhasil menciptakan larutan senja. Namun, dia sudah berjanji tidak akan menjualnya kepada tuhan. Sayangnya, tuhan berhasil mencuri larutan senja. si tokoh utama marah besar dan akhirnya membuat satu inovasi yang akan merusak 'dunia' ciptaan tuhan. Ia menamakan inovasi itu dengan sebutan 'bencana'.

Yang saya tangkap dari cerita ini adalah tema tentang orang-orang yang menciptakan atau menemukan sesuatu yang mungkin dianggap remeh tetapi sebenarnya sangat berpengaruh dalam kehidupan. Sayangnya, penemuan itu malah dibeli pihak yang lebih berkuasa dan akhirnya yang mendapat pujian malah pihak yang berkuasa itu. Suatu ironi.

Setelah membaca seluruh cerpen di buku ini, saya cukup ragu apakah saya akan membaca karya-karya Ratih Kumala lagi. Mungkin saya akan mencoba novelnya.

Komentar