Resensi Buku: 100 Cupboards (Portal Petualangan)



Penulis             : N.D. Wilson
Penerjemah      : Anggraini Novitasari
Penerbit           : Dastan Books
Tahun Terbit    : 2010
Halaman          : 255


Henry York tidak pernah menyangka, kehidupannya berubah menjadi sebuah petualangan yang aneh saat ia pindah ke rumah pamannya di kota Henry, Kansass. Henry anak tunggal, usianya baru 12 tahun, ketika orangtuanya pergi dan dikabarkan hilang, atau mungkin diculik. Oleh karena itu, Henry dibawa oleh pamannya, Frank, untuk tinggal di rumahnya bersama istrinya, Bibi Dotty, dan ketiga anak perempuannya, Penny, Henrietta, dan Anastasia.

Karena tidak memiliki ruangan lagi, maka Henry diberi kamar di atas loteng yang tak terpakai. Dia sama sekali tidak keberatan dengan hal itu. Paman dan bibinya baik, ketiga sepupu perempuannya juga menyenangkan. Namun, hal aneh mulai terjadi saat ia menemukan dua kenop kuningan yang mencuat dari dinding kamarnya.

Kenop itu bertuliskan angka romawi. Sebelumnya, mereka tertutupi oleh plester pelapis dinding. Karena penasaran, Henry membuka plester itu dan menemukan laci yang tertempel di dinding. Bersama Henrietta, ia menemukan kalau dinding kamarnya dipenuhi oleh laci-laci kayu dengan berbagai ukuran dan bentuk.
Henry dan Henrietta berusaha mencari tahu apa yang disimpan laci-laci itu. Tetapi untuk membukanya tidak semudah yang mereka bayangkan. Mereka harus menemukan kombinasi angka yang tepat pada kedua kenop agar mau membuka.

Keanehan tidak berhenti sampai di situ. Di malam hari, Henry melihat seseorang berjubah ungu di kamar Kakek. Henry yakin melihat orang itu dan ia tidak bermimpi. Namun yang membuatnya ragu, kamar Kakek selalu terkunci selama dua tahun, sejak kakek meninggal, dan tak pernah dimasuki siapapun.

Seratus laci di kamarnya, tidak hanya membuat kamarnya kotor dan beraroma aneh, tapi juga membawa Henry dan Henrietta pergi ke tempat-tempat asing dan menyeramkan serta memberi tahu kalau Henry bukanlah anak kandung kedua orangtuanya.

Ini adalah novel terlama yang aku baca, untuk ukuran novel kecil yang tidak terlalu tebal. Entah mengapa. Di awal, ceritanya tidak terlalu menarik, karena masih membahas tentang kehidupan Henry dan keluarga Paman Frank. Lalu cerita berlanjut saat Henry menemukan keanehan di kamarnya. Tapi sayangnya, terlalu banyak deskripsi untuk semua keanehan itu. Sampai aku bingung sendiri mesti ngebayanginnya gimana. Lalu ada banyak salah ketik, yang sebenarnya nggak terlalu fatal, tapi agak menganggu.

Well, sebenernya ceritanya menarik. Aku suka cerita tentang pintu rahasia yang bisa membawa kita ke mana saja. Aku juga suka dengan tokoh Henry, anak laki-laki yang mengakui kalau dia tidak terlalu berani. Namun, sekali lagi, sayangnya, deskripsi tentang bentuk laci, dan usaha Henry-Henrietta dalam membuka laci dituliskan begitu detil, begitu rinci, dan begitu cepat. Bagiku, itu agak memusingkan.

Seperti kategori untuk review yang kutulis, aku membeli buku ini, karena tertarik dengan sampulnya. Sesuatu yang sangat jarang aku lakukan, mengingat aku lebih peduli pada jalan cerita ketimbang sampulnya. Dan kalau dilihat-lihat lagi, memang sih hanya buku ini yang kupikir sampulnya paling menarik dibanding buku-buku koleksiku yang lain. Warnanya merah, dengan ukiran berwarna emas di pinggirnya. Di tengahnya ada pintu antik yang terbuka dan memancarkan cahaya ke seluruh sampul buku. Sayangnya, bukan pintu seperti itu yang ditemukan Henry di kamarnya.

[Review ini diikutsertakan dalam Lucky No.14 Reading Challenge kategori Cover Lust]


Komentar