Penulis:
Tere Liye
Penyunting:
Andriyati
Penerbit:
Mahaka Publishing (imprint Penerbit Republika)
Tahun
Terbit: Cetakan IV, Mei 2018
Halaman:
298
ISBN:
978-602-9474-12-1
“Pecinta
sejati tidak akan pernah menyerah sebelum kematian itu sendiri datang menjemput
dirinya.”
Percayalah
pada kalimat itu. Hanya itu yang perlu dilakukan. Sisanya, biarlah waktu yang
menyelesaikan bagiannya. Maka, kau akan mendapatkan hadiah terindah atas cinta
sejatimu. Percayalah!
Ini adalah
kisah tentang Jim, dari Kisah Sang Penandai, yang terpilih untuk mengguratkan
cerita tentang berdamai dengan amsa lalu. Ia harus menyelesaikan pahit-getir
perjalanannya, apa pun harganya! Karena sungguh kita membutuhkan dongeng ini.
My Review
Buku ini
bercerita tentang Jim, seorang pemuda miskin yang jatuh cinta dengan Nayla,
gadis bangsawan dari luar negeri. Cinta mereka tidak bisa bersatu karena
status, Nayla akan dinikahkan dengan pria pilihan orang tuanya.
Nayla yang
sudah telanjur memberikan hatinya kepada Jim, memilih untuk bunuh diri daripada
menikah dengan pria lain. Hati Jim hancur melihat tubuh kaku Nayla. Ingin
rasanya ia menyusul Nayla. Namun, keberaniannya selalu menciut setiap kali ia
berusaha menjemput maut.
Sampai
akhirnya dia bertemu dengan seorang lelaki tua aneh yang menyebut dirinya
sendiri Sang Penandai. Lelaki itu tua itu mengatakan Jim harus menyelesaikan
ceritanya dan tidak menyerah sebelum kematian itu sendiri yang menjemput
dirinya.
Dari premis
cerita hingga bagian pertengahan buku, saya merasa cerita tentang Jim cukup
menarik. Tentang pemuda patah hati lalu pergi meninggalkan tempat tinggalnya,
berlayar bersama Armada Kota Terapung yang dipimpin oleh Laksamana Ramirez.
Yang menarik adalah petualangan Jim di Armada Kota Terapung itu. Bagaimana dia
yang awalnya hanya menjadi kelasi rendahan, dijuluki Kelasi yang Menangis pula
karena sering menangis mengingat Nayla hingga menjadi kelasi tingkat tinggi
(lupa apa julukannya) dan bisa bertatap muka langsung dengan Laksamana Ramirez.
Hal yang
seru juga dalam buku ini adalah tentang tujuan Armada Kota Terapung, yaitu Tanah
Harapan, dan kejadian-kejadian yang dialami armada tersebut di tengah samudera.
Menemukan kura-kura raksasa, menghadapi badai besar, melawan perompak
berkekuatan besar, bahkan membantu sebuah negara mengatasi pemberontakan. Semua
kejadian itu sedikit demi sedikit membawa perubahan pada sikap Jim dalam
menghadapi hidupnya.
Sayangnya,
menjelang akhir cerita lanjut hingga ke bagian akhir, cerita Jim berubah
menjadi aneh. Bagaimana, ya, menyebutnya?
Oke, ini SPOILER, silakan berhenti sampai di sini kalau nggak mau tahu bagian akhirnya.
Pada akhir
cerita, Armada Kota Terapung akhirnya sampai ke Tanah Harapan. Laksamana
Ramirez, Jim, dan Pate memilih tinggal di Tanah Harapan, tidak ikut kembali
berlayar pulang bersama Armada Kota Terapung. Mereka memiliki alasan
masing-masing.
Laksamana
Ramirez merasa kisahnya belum selesai. Dia sama seperti Jim, didatangi oleh
lelaki tua yang menyebut dirinya Sang Penandai. Masih ada yang ingin Laksamana
Ramirez tuju di Tanah Harapan. Jim memilih ikut Laksamana Ramirez karena tidak
tahu harus melakukan apa sambil menunggu bertemu kembali dengan Sang Penandai atau maut
menjemputnya. Pate ikut karena ingin menjadi orang yang menceritakan kisah
milik Laksamana Ramirez dan Jim.
Di Tanah
Harapan, Laksamana Ramirez berusaha menemukan Bunga Mas. Konon katanya, Bunga
Mas itulah dongeng miliknya. Bunga tersebut bukan sembarang bunga, tetapi
dijaga ketat oleh sekelompok makhluk kuat yang tidak segan membunuh siapa saja
yang berusaha mengambil Bunga Mas.
Dari sini
cerita mulai berkembang aneh, menurut saya. Saya merasa tidak menangkap alasan
yang masuk akal tentang kisah pencarian Bunga Mas ini. Cerita semakin aneh saat
Jim nyaris tewas dan ujung-ujungnya Jim bangun dan melihat Nayla.
Entahlah,
apakah selama ini Jim bermimpi mengikuti Armada Kota Terapung atau Jim
benar-benar tewas dan melihat Nayla di surga(?). Yang jelas, saya kecewa dengan
endingnya. Pokoknya, mulai dari pencarian Bunga Mas itulah, cerita jadi aneh.
Saya merasa
lebih baik endingnya Jim hidup bahagia di Tanah Harapan, menemukan seseorang
yang bisa membuatnya merelakan Nayla, atau saat sampai di Tanah Harapan,
ternyata kondisinya tidak seperti yang mereka harapkan dan Jim tewas tak lama
setelah tiba di sana.
Ya, tetapi,
kan, saya bukan penulisnya. Jadi, hanya bisa komentar saja. Dari kisah Jim dan
Nayla, saya mengira penulis ingin mengubah sudut pandang pembaca tentang kisah
cinta Romeo dan Juliet atau yang semacam itulah. Tentang orang-orang yang lebih
memilih mati karena cinta.
Pesannya,
sih, bagus, cinta seharusnya tidak membuatmu ingin mati dan jangan mencari mati
sampai kematian itu sendiri yang menghampirimu. Juga tentang berani mengambil
risiko, berani melakukan sesuatu yang berbeda, berani melakukan petualangan,
berani melawan ketakutan, karena hal-hal itulah yang akan membentuk kepribadian
kita. Seperti Jim yang tadinya selalu menangis dan meratapi cinta hingga
menjadi kelasi yang gagah berani melawan musuh.
Yah, tetapi
bagian akhir itulah, agak mengganggu. Selain itu, buku ini cukup oke. Oiya,
saat awal terbit buku ini berjudul Sang Penandai, kemudian ganti cover dan
ganti judul menjadi Harga Sebuah Percaya yang diambil dari bab terakhir buku
ini.
Terimakasih pada admin mau membuat resensif pada novel ini karna resensif pada novel ini adalah tugas saya, dan saya mau admin buat resensif pada sebuah buku yang di ambil dari kisah nyata judul nya adalah muda kaya berbahaya
BalasHapus