Resensi Buku: Pardon My French



Penulis             : Cathy Hapka
Penerjemah      : Lulu Wijaya
Penerbit           : Wortel Books Publishing
Tahun Terbit     : Mei 2011
Halaman          : 347


Nicole Larson terpaksa menuruti keinginan orangtuanya mengikuti program Student Across Seven Seas, di mana ia akan tinggal di Paris selama satu semester untuk belajar kebudayaan Prancis. Sedangkan apa yang diinginkan Nicole hanyalah tetap sekolah di SMU Peabody bersama ketiga sahabatnya, Patrice, Zara, dan Annie, serta pacarnya, Nate. Ia bahkan tidak bisa bahasa Prancis sama sekali.

Tapi mau bagaimana lagi? Ia harus tetap ke Croissantland –julukan temannya untuk Prancis- dan belajar beberapa bulan di sana. Awalnya Nic sangat khawatir dan gugup. Ia juga terus menerus kangen rumah. Untunglah di sekolah ia berkenalan dengan Annike, gadis Swedia yang cantik dan baik hati, serta Ada, gadis Australia yang sedikit ceroboh tapi menyenangkan. Nic sendiri tinggal di keluarga asuh asal Amerika, Mr. dan Mrs. Smith, beserta empat anak mereka yang masih kecil-kecil dan pengasuh anak yang ganteng bernama Luc.

Karena Luc -yang ganteng dan kerap kali menggodanya- masalah Nicole bukan hanya tidak betah di Paris. Tapi juga hubungannya dengan Nate yang menjadi sulit karena tinggal berjauhan. Ditambah dengan laporan sahabat-sahabatnya kalau Nate dekat dengan gadis lain di sekolah mereka. Nicole berusaha percaya pada Nate, namun di sisi lain, ia juga merasa bersalah karena akrab dengan Luc. Jadi begitulah, Nicole berjuang menghadapi hari-harinya di Paris, dan tanpa disangka, menemukan banyak pengalaman yang mengubah pandangannya terhadap hidup dan mimpi-mimpinya.

Well, saya sering lihat seri Student Across Seven Seas ini di toko-toko buku. Agak penasaran juga sih, karena mengangkat latar negara-negara yang seru untuk dikunjungi. Tapi masih kurang yakin untuk membawa salah satunya pulang ke rumah. Nah, ketika melihat Pardon My French di meja Book Swap Festival Pembaca Indonesia, saya langsung ambil aja. Lumayan untuk ngurangin penasaran dan negaranya menarik hati.

Ceritanya remaja banget, dengan gaya bahasa yang sudah dialihkan menjadi bahasa remaja Indonesia. Bagi saya, terjemahannya oke, walaupun kadang ngerasa aneh aja, karena jarang baca novel terjemahan yang bahasanya bahasa slang anak sini.

Saya cukup suka dengan tokoh Nicole di sini, yang benci banget disuruh pergi ke Paris tapi tetap berusaha menjalaninya dengan baik. Walaupun naïf banget dengan hubungannya dengan Nate. Berusaha terus percaya dan yakin kalau Nate adalah cowok terbaik bagi dia. Padahal, dari awal baca aja, saya udah nggak suka sama si Nate ini.

Saya juga suka dengan persahabatan Nicole dengan Annike dan kawan-kawannya yang lain. Terutama bagian saat mereka mengunjungi tempat-tempat asik di Prancis, atau sekedar ngobrol bareng sambil makan crepe. Endingnya sendiri –tanpa bermaksud spoiler- menurut saya logis dan masuk akal. Jadi lega deh pas nyeleseinnya. Saya jadi tertarik dengan novel-novel seri SASS yang lainnya.

Namun, ada satu yang agak mengganjal. Jadi, sebelum saya baca buku ini, saya lihat tahun terbitnya, di situ ditulis 2011, oke belum terlalu lama, pikir saya. Tapi pas baca ceritanya, ngerasa aneh melihat Nicole bergantung pada telepon dan email untuk berkomunikasi dengan teman-temannya. Bukankah tahun 2011 udah ada hal-hal yang lebih canggih, seperti Skype misalnya? Kenyataan ini agak mengganggu saya sampai akhirnya saya lihat lebih jeli lagi, dan ternyata di AS diterbitinnya tahun 2005. Pantes aja…

[Review ini diikutsertakan dalam Young Adult Reading Challenge]



Komentar