Penulis: Windhy Puspitadewi
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Tahun Terbit: Cetakan Ketujuh, April 2017
Halaman: 204
ISBN: 978-602-030-363-5
Selain kemampuan aneh yang bisa merasakan apa yang dirasakan
orang lain lewat sentuhan, Riska memiliki kehidupan normal layaknya siswi SMA
biasa. Tetapi semua berubah sejak kedatang Pak Yunus, guru pengganti, dan
perkenalannya dengan Indra yang dingin dan Dani si juara kelas.
Riska kemudian diberitahu bahwa dirinya adalah touché alias
orang yang memiliki kemampuan melalui sentuhan, seperti halnya Indra, Dani, dan
Pak Yunus. Seakan itu belum cukup mengejutkan, Pak Yunus diculik! Sebuah puisi
kuno diduga merupakan kunci untuk menemukan keberadaan Pak Yunus.
Dengan segala kemampuan, Riska, Dani, dan Indra berusaha memecahkan
kode dalam puisi kuno tersebut dan menyelamatkan mereka.
My Review
Saya mengetahui novel Touché sudah lama, bisa dilihat dari cetakan
pertamanya di tahun 2011. Tetapi dulu tidak tertarik sama sekali dengan novel
ini. Mungkin karena sampul cetakan sebelumnya tidak terlalu menarik bagi saya.
Baru setelah Touché
ganti sampul ketiga, dibarengi dengan terbitnya seri ketiga, Touché Rosetta, saya
jadi penasaran. Apakah novel ini benar-benar seru? Tentu ada alasan mengapa
sampai tujuh kali cetak ulang bukan? Berdasarkan hal itulah, saya membeli dan
membaca novel ini.
Dari segi ide, menurut saya cerita tentang kemampuan ajaib
sentuhan sangat keren! Jarang sekali penulis lokal mengangkat tema seperti ini
dan dipadukan dengan cerita remaja sehari-hari.
Saya suka dengan pemilihan nama tokoh yang sangat ‘normal’
dan Indonesia, Riska, Dani, dan Indra. Saya termasuk yang suka memperhatikan
nama-nama tokoh yang dipilih penulis lokal dan kebanyakan seleranya sama dengan
selera orang tua zaman sekarang dalam memberi nama anak. Kalian tahu lah yaa…
Oke, balik lagi ke novel Touché, dari segi tema oke.
Bagaimana dari segi alur cerita? Cukup menegangkan, terutama dari bagian
pertengahan hingga akhir. Saya suka bagaimana cara Riska, Dani, dan Indra
bahu-membahu menguak pesan rahasia yang diberikan Pak Yunus.
Dani, Indra, dan Riska adalah touché alias orang-orang yang
memiliki kemampuan dengan sentuhan. Riska mampu mengetahui perasaan seseorang
dengan hanya menyentuhnya. Indra mampu mengetahui pikiran seseorang hanya dengan
menyentuhnya, dan Dani dapat menyerap semua informasi dari kertas atau buku
yang dia sentuh.
Kalau saya boleh memilih, saya mau memiliki kekuatan yang
dimiliki Dani. Asyik banget nggak perlu lama-lama baca buku. Tinggal
jalan-jalan ke toko buku atau perpustakaan, terus sentuh setiap buku yang
menarik. Selain itu, kemampuan tersebut nggak mengganggu privasi orang seperti
yang dimiliki Indra dan Riska. Memang sih sepertinya menarik bisa mengetahui
perasaan atau pikiran seseorang, tetapi lebih baik tahu dari mulut orang
tersebut daripada kita tahu sendiri. Eh, kenapa saya malah mengkhayal?
Kembali ke alur cerita di novel Touché, ketika saya sampai di
bagian akhir, haduuuuh….KZL! Saya tertipu plot twist sebanyak dua kali. Entah
karena saat itu saya tidak membaca novel ini dengan serius dan kurang teliti
sehingga banyak clue yang terlewatkan atau memang saya yang terlalu clueless.
Yang jelas, saat saya membaca ulang buku ini (agar bisa menulis resensinya)
saya baru sadar ada banyak hal yang saya lewatkan.
Ternyata banyak sekali petunjuk-petunjuk yang beredar yang
menuntun pembaca untuk sampai kepada dua plot twist tadi. Setidaknya,
seharusnya plot twit pertama ketebak, deh. Yaa, pokoknya pas di akhir itu sebel
sebel banget. Hahaha.
Setelah membaca novel ini, ada satu pertanyaan yang masih
terngiang di kepala saya. Mengapa Dani, Riska, dan Indra satu sekolah? Sekilas
pertanyaan ini mungkin terkesan tidak penting. Lagi pula pasti jawabannya
adalah supaya ceritanya bisa berjalan sesuai keinginan penulis. Tetapi, maksud
saya, bagaimana jika mereka bertiga tidak satu sekolah? Mengapa kebetulan
sekali tiga orang berkemampuan touché berada di sekolah yang sama? Apalagi
diceritakan kalau kemampuan Indra dan Riska ini sangat jarang. Sekalinya ada,
kok pas banget bisa satu sekolah?
Terlepas dari pertanyaan tadi, secara keseluruhan, novel ini
mengangkat tema yang menarik yang jarang diangkat di novel-novel remaja
kebanyakan. Jika saya membaca novel ini saat masih SMA, mungkin saya akan
sangat menyukai novel ini. Petualangan dan teka-tekinya cukup mendebarkan.
Untuk sekarang, ya cukup menghiburlah.
Omong-omong, tentang sampul baru novel Touché, saya jadi
terpikir tentang pepatah, don’t judge a
book by its cover. Namun, ternyata saya baru membeli novel ini setelah
ganti sampul yang ketiga. Apa sebab?
Karena sampul edisi pertama tidak menyiratkan sebuah
petualangan. Sampulnya malah mengesankan novel yang memiliki tema romance yang
kuat. Seorang cowok dan cewek duduk berdua sambil melihat gedung-gedung tinggi.
Seperti sepasang kekasih yang sedang menikmati senja bersama.
Sampul edisi kedua menggambarkan seorang murid SMA yang
sedang memandang peta (Jika sudah membaca pasti tahu ini Indra). Sampul kedua
sudah ada sedikit petunjuk tentang novel ini, yakni dari sarung tangan yang
dipakai si murid. Tetapi, tetap saja masih kurang greget dan mungkin muncul
pertanyaan, “anak SMA lagi lihat peta di kelas, terus kenapa?”
Baru di sampul edisi ketiga yang berhasil menyiratkan sebuah
petualangan. Gambar tiga orang remaja memperhatikan selembar kertas (bisa peta,
petunjuk rahasia, atau apa pun itu), di antara batang-batang pohon (saya
membayangkan mereka sedang tersesat di hutan), dan dua di antara remaja itu
memakai sarung tangan. Bagi yang teliti, pasti bertanya-tanya mengapa dua orang
memakai sarung tangan sedangkan yang satu tidak? Apa hubungannya dengan
kemampuan sentuhan?
Jadi, meskipun ada
pepatah yang berkata don’t judge a book
by its cover, tetap saja sampul atau cover memiliki peranan penting bagi
sebuah buku.
Komentar ini telah dihapus oleh administrator blog.
BalasHapus