Resensi Buku: Wuthering Heights

Penulis: Emily Brontë
Penerjemah: A. Rahartati Bambang Haryo
Penyunting: Prisca Primasari
Penerbit: Qanita
Tahun Terbit: Cetakan 1, Juni 2011
Halaman: 584
ISBN: 978-602-9225-12-9


Heathcliff tergila-gila pada Catherine Earnshaw semenjak mereka baru saling mengenal. Hanya Catherine yang dapat membuat pria dingin itu menangis dan tertawa. Namun, Catherine ternyata lebih memilih Edgar Linton, bangsawan kaya yang menjadi saingan Heathcliff selama bertahun-tahun. Semuanya karena kelas social Heathcliff yang rendah, yang membuatnya tak pantas bersanding dengan Catherine. Heathcliff bersumpah tidak akan mati sebelum mengobrak-abrik hidup keduanya dan merenggut harta kekayaan mereka; mansion Wuthering Heights termasuk di antaranya.


Dendam membuat Heathcliff menjadi pria tamak , serakan, dan tak berperasaan. Ia bahkan lebih mengerikan dari ular, lebih berbahaya dari bindatang liar. Dan itu semua karena satu hal; cinta. Namun, apakah cintanya dapat mengalahkan kegelapannya? Terlebih ketika Catherine tak mungkin bisa dimilikinya lagi.

My Review

Yang di atas tadi adalah sinopsis di belakang sampul Wuthering Heigths terbitan Qanita karena saya terlalu malas untuk membuat sinopsis sendiri dan mau langsung cerita tentang kesan setelah membaca novel ini.

Menyebalkan! Kok, bisa, sih ada orang seperti Heathcliff?

Itu yang pertama kali muncul di otak saya selama dan setelah membaca Wuthering Heights. Ya ampun, bener-bener deh ini buku isinya tentang dendam kesumat Heathcliff yang ingin menghancurkan kehidupan Catherine bahkan sampai ke keturunannya.

Buku ini dibuka oleh cerita dari Tuan Lockwood yang datang ke Wuthering Heights untuk menginap. Bagian awal cerita Tuan Lockwood ini menurut saya agak membosankan dan bikin bingung. Mungkin karena Tuan Lockwood menceritakan Wuthering Heights dari sisi seorang pendatang, orang asing yang tidak tahu Wuthering Heights.

Nah, Wuthering Heights adalah sebuah mansion yang besar tetapi suram, dihuni oleh orang-orang yang tidak bersahabat, dikelilingi cuaca yang selalu berangin besar. Saya sempat malas membaca bagian awal sampai akhirnya Tuan Lockwood bertemu dengan Nyonya Dean, seorang pengurus rumah tangga di mansion Thrusscross Grange.

Tuan Lockwood bertanya kepada Ny. Dean apakah mengenal Heathcliff dan orang-orang di Wuthering Heights. Tentu saja Ny. Dean mengenal mereka semua karena ia pernah mengasuh Heathcliff saat masih kecil dan terus bersinggungan dengan kehidupannya sampai sekarang. Karena penasaran, Tuan Lockwood pun meminta Ny. Dean bercerita. Di sini cerita mulai seru dan tampak jelas siapa dan kenapanya.

Jadi, Heathcliff itu bisa dikatakan anak pungut di keluarga Earnshaw. Keluarga Earnshaw, seperti keluarga bangsawan Inggris pada umumnya, tinggal di mansion yang megah bersama para pelayan yang setia. Tuan dan Nyonya Earnshaw memiliki dua anak, Hindley dan Catherine. Hidup mereka awalnya biasa-biasa saja sampai Tuan Earnshaw pergi keluar kota lalu pulang membawa anak gelandangan bernama Heathcliff.

Karena penampilannya yang jelek, kotor, bodoh, (pokoknya digambarin bener-bener jelek, deh, si Heathcliff di novel ini), semua orang memandang rendah Heathcliff, kecuali Tuan Earnshaw yang merasa kasihan kepadanya dan Catherine yang merasa seolah menemukan temannya. Usia mereka saat itu masih awal belasan tahun.

Semua orang tidak menyukai Heathcliff, bahkan Catherine yang sering bermain dengannya pun masih suka mengolok atau mengejeknya. Tidak lama setelah kedatangan Heathcliff, Nyonya Earnshaw sakit lalu meninggal. Tinggalah mereka berempat. Setelah kepergian istrinya, Tuan Earnshaw jadi ‘aneh’. Beberapa tahun berselang, Tuan Earnshaw pun wafat meninggalkan kedua anaknya dan satu anak pungut yang mengubah jalan cerita kehidupan mereka.

Kisah Heathcliff dan Catherine masih diceritakan dari sudut pandang Ny. Dean yang menjadi pengurus rumah tangga di Wuthering Heights. Ceritanya runut, lengkap, dan detil sehingga saya yang awalnya agak bosan dengan deskripsi dari Tuan Lockwood merasa bersemangat lagi membaca novel ini.

Cerita terus berlanjut ke kehidupan Catherine dan Heathcliff yang beranjak dewasa. Catherine menikah dengan Edgar Linton, anak dari keluarga bangsawan yang tinggal tidak jauh dari Wuthering Heights, Thrusscross Grange. Dari situlah ‘kegilaan’ Heathcliff semakin menjadi-jadi.

Heathcliff yang diceritakan tak pernah patuh, tak pernah peduli cibiran orang, dan tak peduli pada penampilannya, masih terus datang ke rumah Edgar demi bertemu Catherine. Ini contoh orang gagal move on yang ngeselin abis. Sudah begitu, kelakuan Heathcliff pun termasuk ‘kasar’ kepada Catherine. Ah, pokoknya saya benar-benar tidak suka dengan Heathcliff!

Catherine yang juga masih suka dengan Heathcliff memohon agar Edgar mengizinkan Heathcliff menemuinya. Sebenarnya Edgar tidak suka Catherine dan Heathcliff bertemu (yaiyalah!), tetapi karena rasa cintanya pada Catherine dan tak ingin membuat Catherine marah (Catherine kalau marah bener-bener ngeselin dan nyusahin) akhirnya mengizinkan mereka bertemu.

Aduh, pokoknya Heathcliff jahat banget, deh. Sudah berapa kali saya menghina Heathcliff? 

Daripada terus menerus menceritakan keburukan Heathcliff (dan takut spoiler juga) saya akan coba mengulas beberapa hal yang menarik di novel Wuthering Heights ini.

Setiap tokoh dalam novel Wuthering Heights memiliki karakter yang kuat, apalagi tokoh utama kita, Heathcliff dan Catherine. Walaupun kekuatan karakternya dalam sifat yang buruk, tetapi tetap saja meninggalkan bekas yang mendalam pada pembaca.

Alur cerita sebenarnya cukup panjang, mengikuti kehidupan Heathcliff sejak memasuki kehidupan keluarga Earnshaw sampai dia (cukup) tua. Akan tetapi, karena ‘kerusuhan’ yang selalu dia buat, alur cerita yang panjang tidak membuat saya bosan. Apalagi kisah ini diceritakan dari sudut pandang Ny. Dean, jadi tidak semuanya menceritakan Heathcliff, tapi dari sisi tokoh-tokoh lain yang terkena ‘pengaruh’ sifat buruk Heathcliff.

Setelah membaca novel Wuthering Heights, saya jadi bertanya-tanya, apakah kehidupan orang Inggris zaman dulu memang seperti ini? Penuh dendam kesumat, hanya memikirkan harta, suka mencela, serba suram, kelabu, dan mati muda? Mengingat penulisnya juga meninggal di usia yang masih sangat muda, 30 tahun. 

Saya tidak tahu banyak tentang Brontë bersaudara, jadi tidak tahu apakah cerita ini memang tidak terlalu jauh dari kehidupan penulisnya atau bagaimana. Yang jelas, saya pernah membaca Jane Eyre, tulisannya Charlotte Brontë, dan seingat saya Mr. Rochester dan Jane Eyre tidak semenyebalkan Heathcliff dan Catherine, walaupun suasana mendung, kelabu, dan agak seram itu tetap ada. Entahlah.

Walaupun saya amat membenci Heathcliff dan Catherine, banyak tokoh-tokoh yang ‘normal’ dan saya sukai di novel ini. Saya suka dengan Cathy, anak Catherine dan Edgar yang baik hati, juga Hareton, anak Hindley, yang direndahkan dan dimanfaatkan oleh Heathcliff tetapi tetap menghormati Heathcliff. Tak lupa dengan si narrator, Ny. Dean yang punya peranan besar di dalam keluarga Earnshaw dan Linton. Sikap-sikap yang dia lakukan sangat bijak dan cukup berani untuk seorang pengurus rumah tangga.

Setelah membaca novel ini dan sebelumnya membaca Reclaim Your Heart, benarlah apa yang dikatakan Yasmin Mogahed bahwa cinta kepada selain Allah SWT akan memperbudak kita. Contohnya, seperti si Heathcliff gila yang ‘merusak’ kehidupan orang-orang sekitarnya hanya karena ‘cinta’nya kepada Catherine.

Komentar