Resensi Buku: The Mint Heart



Penulis             : Ayuwidya
Penerbit           : Bentang Pustaka
Tahun Terbit    : Maret 2013
Halaman          : 323


Lula, reporter majalah wisata Travel Lover, sangat menyukai Leon, cowok fotografer yang satu kantor dengannya. Sayang, Leon termasuk tipe cowok cuek, masa bodoh, dan benci akan ke-norak-an Lula yang secara terang-terangan menunjukkan rasa sukanya pada Leon.

Saat Bu Patricia, redaktur Travel Lover, mengutus Lula dan Leon meliput tempat-tempat wisata selama seminggu, tak terkira senangnya hati Lula. Dia sudah membayangkan hal-hal romantis yang akan dilakukannya bersama Leon di sela-sela liputan mereka. Lula sangat yakin perjalanan mereka bisa meluluhkan hati dan sikap dingin Leon yang seperti es krim mint.

Awalnya, perjalanan mereka memang seperti bayangan Lula. Pergi ke mana-mana berdua dengan Leon dan bisa sesuka hati menggoda dan merepotkannya. Walaupun Leon sering galak dan masa bodoh terhadap Lula, sebenarnya dia cowok baik hati dan perhatian. Ia bahkan menyelamatkan Lula saat cewek itu nyaris tenggelam di kolam air terjun.

Keadaan berubah ketika mereka liputan di Makassar. Di kota itulah Lula bertemu Anika, wanita cantik dan lembut, yang terlihat serba sempurna dibanding Lula yang tidak ada apa-apanya, dan yang terpenting, dia adalah tunangan Leon! Lula sadar betul cowok ganteng dan keren macam Leon mana mungkin masih jomblo. Tapi tetap saja, mengetahui hal itu secara langsung, membuat hati Lula terluka. Ia tahu, ia tidak akan pernah mampu menjadi orang yang bisa meluluhkan dinginnya hati Leon.

Mengawali tahun 2015 dengan buku romance, kenapa tidak? Sebagai pembaca yang jarang dan kurang tertarik dengan bacaan romance, awalnya aku takut sekali membeli buku ini. apalagi, aku sama sekali belum pernah beli novel romance lokal. Tapi karena sampul bukunya yang seger banget dan sinopsis yang tidak menjelaskan jalan cerita, maka jadilah aku membawa buku ini pulang.

Awalnya terasa klise sih, macam nonton drama korea, di mana tokoh ceweknya ‘norak’, sama sekali nggak ngerti fashion, apa adanya, dan mencintai cowok serba dingin, cuek, dan galak, tapi diam-diam si cowok peduli sama cewek itu. Yah begitulah…

Bagusnya, penuturan cerita di novel Mint Heart seru banget. Diceritakan bergantian dari sudut pandang pertama Leon dan Lula (kali ini dengan penanda), bikin aku ngerasa kenal banget sama dua tokoh ini. Gaya bahasa, cara berpikir, dan kehidupan sehari-hari mereka juga terasa dekat dan riil.

Karakter Lula dan Leon yang bekerja sebagai jurnalis majalah wisata juga menambah seru novel ini, karena pembaca jadi ikut jalan-jalan ke destinasi-destinasi wisata yang mereka kunjungi. Sayangnya, ada beberapa tempat yang deskripsinya kurang personal, seolah-olah hanya menjelaskan objek wisata seperti di brosur atau booklet.

Satu lagi, gaya bahasanya Lula dan Leon hampir sama. Jadi kadang suka lupa aja, ini bagiannya siapa, Lula atau Leon, dan akhirnya lirik ke awal untuk lihat penanda. Memang sih berada di satu lingkungan yang sama, membuat gaya bahasa seseorang pasti mirip dengan temannya. Tapi aku pernah membaca sebuah artikel yang mengatakan kalau setiap karakter, walau tumbuh atau tinggal di lingkungan yang sama, pasti punya perbedaannya masing-masing dan membentuk gaya bahasa yang walaupun mirip, tapi pasti ada bedanya. 

Begitulah…

Terlepas dari itu semua, The Mint Heart tidak mengecewakanku. Celetukan-celetukan asal ceplos dari Lula atau Leon kadang bikin ketawa sendiri. Ceritanya, walaupun agak klise, tapi jadi menarik karena penuturan kedua tokoh ini.

Dan yah, tanpa bermaksud spoiler, akhir ceritanya kurang greget menurutku. Kurang dramatis, kurang menggigit. Mungkin karena tahu apa yang sebenarnya terjadi antara dua tokoh itu ya? Jadi udah nggak tebak-tebakan lagi, tinggal tunggu dan lihat. Mungkin beda kalau hanya diceritakan dari sudut pandang Lula misalnya, jadi kan kita penasaran apa yang terjadi sebenarnya. Tapi ya sudahlah, The Mint Heart, walaupun seolah menjanjikan cerita yang dingin, ternyata malah menyajikan kisah yang menghangatkan hati.

Komentar