Resensi Buku: Harry Potter and The Sorcerer’s Stone


Penulis             : J.K. Rowling
Penerjemah      : Listiana Srisanti
Penerbit           : Gramedia Pustaka Utama
Tahun Terbit    : Cetakan kesembilan, September 2001
Halaman          : 382


Di usianya yang hampir 11 tahun, Harry Potter tidak benar-benar tahu siapa dirinya. Yang Harry tahu, dia hanya seorang anak yatim piatu yang tinggal bersama keluarga paman dan bibi yang tidak menyukainya dan seorang sepupu gendut yang menyebalkan.

Hingga hari itu tiba. Ketika Harry mendapat surat dari sebuah tempat aneh bernama Hogwarts. Ia tak pernah mendapat surat sebelumnya, terlebih surat yang dikirim oleh burung hantu. Surat itu mengatakan kalau Harry Potter diundang untuk bersekolah di sekolah sihir bernama Hogwarts. Ia bahkan masih tak percaya kalau dirinya adalah seorang penyihir!


Telat banget ya, baru baca Harry Potter sekarang? Tapi kata pepatah, lebih baik telat daripada tidak sama sekali. Jadi, yah nggak apa-apa lah baru baca Harry Potter sekarang, hehehe…

Karena membaca novel ini setelah menonton seluruh filmnya, rasanya sulit mengganti bayangan Harry Potter dan kawan-kawan, kecuali seperti yang digambarkan di film. Begitu juga dengan gambaran Hogwarts, Privet Drive, dan tempat-tempat lain.

Membaca novel setelah menonton filmnya, juga membuat saya mau tidak mau membandingkan apa yang ada di novel dengan yang ada di film. Banyak hal yang baru saya ketahui setelah membaca bukunya, seperti perlengkapan sekolah Harry, mata pelajaran di Hogwarts, pokoknya hal remeh temeh tapi menarik dan menguatkan jalan cerita.

Begitu juga dengan tokoh-tokohnya. Entah kenapa, saya merasa mereka jauh lebih ‘hidup’ dan berkarakter di buku dibanding di film. Meskipun para aktor di film Harry Potter sudah berakting dengan baik, menurut saya. 

Pokoknya, membaca buku Harry Potter membuat saya menyesal deh! Menyesal kenapa ya nggak dari dulu bacanya? Padahal sih dari zaman saya SD, saya sudah tahu keberadaan buku karya JK Rowling itu. Bahkan, waktu SMP, saya sudah tergila-gila dengan Draco Malfoy (atau Tom Felton?). Tapi, kok ya nggak ada rasa ingin membaca novelnya.

Walau bagaimanapun, serial Harry Potter ini memang layak menjadi favorit siapa saja. Saya nggak sabar untuk membaca buku-buku selanjutnya. 

Jadi, buat yang belum baca novel Harry Potter (dan sepertinya kasus ini hanya sedikit), cobalah beri kesempatan buku ini masuk ke dalam daftar bacaanmu. This book is too great to be abandoned!

*Thanks to Aul, yang sudah meminjamkan koleksi jadulnya untukku :)

[Review ini diikutersetakan dalam Lucky No.15 Reading Challenge kategori Something Borrowed]



Komentar