Penulis : Jenny Nimmo
Penerjemah : Iryani Syahrir
Penerbit : Ufuk
Buku
ini sebenernya udah lama banget saya beli. Waktu Indonesia Book Fair bulan
Desember 2011 lalu. Tapi, karena pas baca bagian awal cerita ini, nggak menarik
hati saya untuk melanjutkannya, maka saya pun tidak lagi menyentuh buku itu,
sampai liburan semester 4 tiba. Dan menamatkan membacanya menjadi sebuah
tantangan tersendiri untuk saya.
Midnight
for Charlie Bone berkisah tentang Charlie, sang tokoh utama, anak lelaki
berumur sepuluh tahun, yang tidak tahu kalau dirinya memiliki kekuatan yang
tidak biasa. Oh ya, genre novel ini adalah fantasi anak-anak. Sekilas, agak
sedikit mirip dengan Harry Potter. Tokoh utama seorang anak laki-laki, memiliki
kekuatan tidak biasa, dan dikirim ke sekolah asrama khusus, serta menjadi
jagoan untuk melalui serangkaian masalah.
Dalam
kehidupan sehari-harinya, Charlie tinggal bersama ibunya, nenek dari pihak ibu,
yang ia panggil Maisie, dan nenek dari pihak ayah yang dipanggil Nenek Bone.
Ayah Charlie dikabarkan telah meninggal ketika ia masih kecil. Charlie memiliki
sahabat karib, Benjamin, yang tinggal di dekat rumahnya, dan anjing peliharaan
Benjamin bernama Runner Bean.
Ternyata,
Charlie itu memiliki kekuatan yang diturunkan secara turun temurun oleh
keturunan Raja Merah. Ia bisa mendengar suara dari sebuah foto. Menyadari hal
itu, nenek Bone, mengharuskan Charlie untuk sekolah di Bloor’s Academy, sekolah
asrama di mana anak-anak yang memiliki kekuatan tidak biasa tinggal.
Saya
agak lupa cerita awalnya gimana, karena bacanya udah lama, dan saya nggak mau
ulang baca lagi. Yang jelas, Charlie ini mendapat sebuah kotak misterius dari
Miss Julia Ingledew. Kotak itu milik kakak Miss Julia, Dr Tolly, yang rela
menukar anaknya sendiri untuk mendapatkan kotak itu. Nah, intinya, tugas
Charlie adalah menemukan anak Dr Tolly, yang ternyata adalah anak perempuan
seusia dirinya, yang dikabarkan berada dalam pengaruh hipnotis seseorang.
Menurut
saya, cerita Charlie ini, pada awalnya sangat membosankan. That’s why, saya
pernah meninggalkannya. Tapi, karena beberapa blogger buku pernah mereview buku
ini, dan komentarnya cukup bagus, maka saya pun berniat menamatkannya dan
berhasil! Yeay!
Baru
kerasa seru, pas Charlie udah masuk di Bloor’s Academy, dan bertemu dengan
teman-teman yang juga memiliki kekuatan aneh. Tapi tidak semua murid Bloor’s
Academy punya kekuatan aneh sih, hanya beberapa. Di sinilah, Charlie, bersama
teman-temannya, berusaha mengungkap misteri kotak Dr Tolly, berusaha menemukan
anak perempuannya, dan menyadarkannya.
Saya
sendiri menyukai beberapa teman Charlie yang menyenangkan, seperti Fidelio dan
Olivia. Kalau Benjamin, entah kenapa, yang ada di kepala saya, adalah anak
lelaki gendut berwajah melas, yang lemot. (aduh, kasian amat ya?)
Saya
juga suka sama kekuatan-kekuatan yang dimiliki keturunan Raja Merah. (Ohya,
legenda Raja Merah sendiri ditulis di halaman pertama, sebagai prolog,
sekaligus clue.) Misalnya, ada Paman Paton yang bisa menyalakan lampu dengan
tubuhnya. Ada Gabriel, yang bisa mengetahui ‘rasa’ barang-barang yang
dipakainya. Ia tahu mengenai sejarah suatu barang, siapa yang memakainya,
dengan hanya menggunakan barang itu. Ada juga Billy yang bisa berkomunikasi
dengan binatang. Buat saya, yang paling seru itu kekuatan Charlie dan Gabriel.
Kalau
ditanya, ingin jadi siapa di cerita Charlie Bone ini, saya ingin menjadi Miss
Julia Ingledew. Dia bekerja di toko buku miliknya sendiri, yang dipenuhi dengan
tumpukan buku-buku tua nan usang. Seru banget rasanya, menghabiskan waktu
bersama buku-buku yang menceritakan kisah masa lalu.
Cerita
Charlie Bone ini berseri, hingga buku ke enam. Dan saya baru lihat buku
keduanya di Indonesia. Di negara asalnya, sudah ada enam bukunya. Oh
ya, saya cukup tertarik dengan penulisnya, Jenny Nimmo, karena tinggal di Wales
dan menjadikan daerah itu sebagai inspirasinya. Dari dulu, saya memang tertarik
sekali dengan daratan Britania Raya.
Selamat
puasa!
Komentar
Posting Komentar