Jadi aku baru baca novel A Walk to Remember. Sebenernya nggak baru-baru banget sih, sekitar 3 minggu lalu, tapi belum tergerak untuk nulis review-nya.
Setelah membaca novel Nicholas Sparks tersebut, barulah aku sadar kalau ternyata apa yang di film dan di novel itu sangat sangat sangat berbeda.
Dan,
sebelum tulisan ini berlanjut, aku peringatkan kalau tulisan ini mengandung
banyak spoiler, oke??
Secara
umum, A Walk to Remember berkisah tentang hubungan Jamie dan Landon. Jamie anak
perempuan pendeta yang alim, santun, dan baik hati, serta Landon anak anggota dewan
yang, yah… seperti remaja lelaki kebanyakan.
Di
novel, cerita dituturkan dari sudut pandang Landon Carter. Ia bercerita tentang
masa kecilnya, ayahnya, daerah tempat tinggalnya, juga tentang pendeta yang
terkenal di kotanya, yaitu Herbert Sullivan. Herbert Sullivan adalah ayah dari Jamie Sullivan.
Di
film pun, menurutku memang diceritakan dari sudut pandang Landon. Namun,
perbedaan paling kentara antara di novel dan di film adalah tentang keinginan
Jamie.
Di
film, Jamie memiliki daftar keinginan atau hal yang ingin dia lakukan selama
hidupnya. Misalnya berdiri di dua tempat dalam satu waktu, memiliki tattoo,
memiliki teropong bintang, dan lain-lain. Saat ditanya Landon apa keinginan
pertamanya, Jamie bilang “Aku akan membunuhmu kalau kau tahu.” (seinget aku
ucapannya begitu, atau mirip-mirip itu). Baru di akhir, setelah mereka jadi
lebih deket, Jamie bilang kalau keinginan pertamanya adalah menikah di gereja
tempat orangtua dia menikah.
Sedangkan di novel, Jamie langsung bilang kalau dia ingin menikah di gereja tempat orang tuanya menikah dan dihadiri oleh banyak orang. Dan itu membuat aku cukup shock. Whaaat?? Jamie langsung ngomong begitu? Dan saat aku nanti-nanti keinginan-keinginan lain yang mungkin Jamie sebutkan, ternyata tidak ada. Dia hanya ingin menikah. Oalaaah…
Lalu
di bagian lain, yaitu saat pementasan drama.
Di
film, di akhir adegan drama, setelah Jamie nyanyi (lagu berjudul Only Hope yang
dinyanyikan dengan bagus oleh Mandy Moore), Landon begitu terpukau oleh
kecantikan Jamie dan berakhir dengan mereka berciuman di panggung.
Di
novel, adegan kissing di panggung ini
nggak pernah ada. Aslinya, Landon itu susah sekali mengucapkan kalimat “Kamu
sangat cantik” dengan penuh penghayatan kepada Jamie di adegan drama. Tapi ketika
pementasan, setelah begitu terpesona dengan perubahan Jamie, Landon benar-benar
sadar kalau Jamie itu cantik banget, sehingga kalimat “Kamu sangat cantik” yang
dikeluarkannya benar-benar penuh penghayatan.
Ada
lagi bagian-bagian di film yang menurutku romantis banget. Seperti saat Landon
mengajak Jamie pergi ke perbatasan untuk mewujudkan mimpi Jamie berdiri di dua
tempat dalam satu waktu. Lalu saat Landon memberi tato bergambar kupu-kupu dan
memakaikannya di pundak Jamie. Saat mereka berdua melihat bintang, dan terakhir
saat Landon membuat teropong bintang untuk Jamie, agar Jamie bisa terus melihat
bintang dari rumahnya.
Keromantisan
itu nggak ada di novel, kawan-kawan!
Dan
tentu saja, nggak ada juga adegan saat Jamie nangis karena temen-temennya
Landon ngedit foto dia dengan badan cewek seksi terus disebarin ke murid-murid
di sekolah. Yang mana di film, Landon membela Jamie dengan nonjok temennya
sendiri karena telah membuat fitnah tersebut. (Aaaak… di sini Shane West keren
banget sumpah!)
Di
novel, Landon memang digambarkan lebih manusiawi, alias lebih normal sebagai
laki-laki. Yang kadang malu pulang bareng sama Jamie, kadang kesel, kadang
menjauhi Jamie. Walaupun memang tetap ada hal romantis yang dia lakukan. Yang paling
aku suka sih saat Landon menambah jumlah uang sumbangan di tabung-tabung yang
disebar Jamie di setiap toko.
Jadi,
Jamie itu punya kebiasaan menaruh tabung-tabung (semacam kenclengan gitu kali
ya kalau di Indonesia) di setiap toko yang ada di kotanya. Uang yang
disumbangkan di tabung-tabung itu, nantinya akan dibelikan Jamie hadiah-hadiah
natal bagi anak-anak yatim di panti asuhan. Tahun itu, Jamie meminta tolong
pada Landon untuk mengumpulkan kembali tabung-tabung yang sudah disebar. Ternyata
setelah Landon hitung, uang yang terkumpul sedikit sekali, sehingga dia
berinisiatif untuk menambahkan dengan uangnya sendiri tanpa sepengetahuan
Jamie.
Memang
sih hal yang sederhana. Tapi menurutku ini malah membuat tokoh Landon jadi
normal, seperti remaja laki-laki kebanyakan di dunia ini. Nggak kerasa di awang-awang
gitu.
Dan
yang paling beda tentu saja ada di saat pernikahan mereka.
Di film, di hari pernikahan, Jamie terlihat sehat dan segar meskipun sebelumnya dia sempet masuk rumah sakit karena penyakitnya makin parah.
Di
novel, di hari pernikahan, Jamie walaupun berjuang untuk sehat dan segar, tetap
digambarkan sangat sakit. Badannya semakin kurus dan dia nggak bisa berjalan,
sehingga selalu menggunakan kursi roda. Namun, saat menuju altar bersama
ayahnya, Jamie memaksakan diri untuk berjalan sendiri tanpa kursi roda.
Langkah
Jamie di altar itulah, yang sangat terkenang oleh Landon. Karena semua orang
dapat melihat kalau dia melakukannya dengan penuh perjuangan. Bahkan di tengah
jalan, Jamie mulai kelelahan dan kehabisan nafas, sehingga harus berhenti
sebentar. Perawatnya sudah menyodorkan kursi roda, tapi Jamie bertahan dan
berusaha melangkahkan kakinya.
“A
walk to remember - Langkah yang akan kukenang selalu.” Kalau kata Landon.
Bagian
inilah, yang menurutku, bagian pamungkas yang membuat novel ini menjadi sangat
indah.
Di
film, bagian terakhirnya adalah saat Landon kembali mengunjungi kotanya (saat
itu dia sudah jadi mahasiswa), menjenguk kembali Herbert Sullivan, dan minta
maaf kalau ada satu permintaan putrinya yang belum dia wujudkan, yaitu “to
witness a miracle”, yang dijawab dengan indahnya oleh Herbert “you are the
miracle for her.”
Di
novel, karena penuturan Landon adalah penuturan flashback, dia menutup kenangannya dengan mengucapkan kalau
kenangan remajanya bersama Jamie adalah kenangan terindah yang pernah dia
miliki selama hidup.
![]() |
my favorite couple! |
Well,
aku bukan kecewa dengan kenyataan isi film dan novel yang berbeda. Karena setelah
dipikir-pikir, nggak selamanya yang tertuang di novel itu cocok dimasukkan ke
dalam film secara mentah-mentah. Toh,
menurutku, keduanya tetap cerita yang indah, baik di novel maupun di film. Hanya
saja, memang lebih manusiawi di novel sih. Mengingat, rasanya nggak mungkin
banget ada cowok seromantis Landon Carter (versi film) di dunia nyata. Hehehe….
Semenjak
saat itu, aku bertekad untuk membaca dulu bukunya, baru menonton filmnya. Yah,
supaya shockingnya nggak terlalu parah. Buat aku, lebih menyesakkan kalau apa yang di film nggak
ada di buku, daripada apa yang di buku nggak ada di film. Seenggaknya, dengan
membacanya lebih dulu aku sudah membuat theatre
of mind pada bagian yang nggak ada itu.
Wah iyaaa saya juga nonton film nya dlu baru mulai cari2 novelnya.. berharap ada bagian2 kecil yang tidak diceritakan di film ada dibahas pada novel. Tapi ternyata novel dan film ada bagian2 yg berbeda. Cuma untungnya yg di film menjadi lebih indah.. setiap part2 kebersamaan jamie dan landon itu sangat2 berkesan
BalasHapusiya, banyak adegan Jamie dan Landon di film yang romantis banget, dan itu nggak ada di bukunya. :D
Hapus