Penulis :
Natalie Babbit
Penerjemah :
Mutia Dharma
Penerbit :
Atria
Tahun Terbit :
Oktober 2010
Halaman :
172
Winnie adalah anak satu-satunya di keluarga Foster. Tinggal
bersama ayah, ibu, dan neneknya, ia merasa mereka terlalu mencurahkan perhatian
kepadanya. Hidupnya serba teratur dan dia tidak diizinkan pergi ke mana-mana. Suatu
hari yang cerah di musim panas, di awal bulan Agustus, Winnie berpikir untuk
kabur.
Winnie ingin kabur ke hutan dekat rumahnya. Keluarga Foster memiliki sebuah hutan kecil, yang
tidak terjamah dari pembangunan di sekitarnya. Menjelajahi hutan itu menjadi
sebuah ketertarikan sendiri bagi Winnie. Ia bertekad untuk menjelajahi hutan
itu dan membuat perbedaan pada hidupnya.
Benar saja, besoknya, pagi-pagi sekali, Winnie
mengendap-ngendap pergi menuju hutan. Ketika sampai di sana, ternyata ia tidak
sendirian. Ada seorang remaja laki-laki berusia 17 tahun yang sedang bersandar
di batang pohon sambil meneguk air yang keluar dari mata air di dekatnya. Menyadari
diperhatikan, remaja itu memanggil Winnie.
Nama remaja itu Jesse. Melihat Jesse minum, Winnie
ikut merasa haus. Tapi Jesse melarang Winnie minum air itu, seolah air itu
sangat berbahaya bagi Winnie. Tidak lama, seorang perempuan datang. Dia ibu
Jesse, Mae Tuck.
Jesse menceritakan apa yang terjadi anta ra dia dan Winnie.
Mae pun memutuskan untuk membawa Winnie ke rumahnya, yang jauh di dalam hutan,
bersama kedua anak laki-lakinya, Jesse dan Miles. Air itu adalah rahasia
keluarga Tuck. Karena siapapun yang meminum air itu akan abadi.
Membaca Tuck Everlasting sekilas mengingatkanku pada
kisah Twilight. Tentang kehidupan abadi dan semacamnya. Tapi tenang, tidak ada vampire
atau dilemma cinta segitiga di sini. Tuck Everlasting adalah sebuah cerita
sederhana tentang bagaimana kita menjalani hidup.
Ada Winnie yang merasa bosan dengan hidupnya yang
begitu-begitu saja, ada Jesse yang begitu menikmati kehidupan abadinya, ada
juga Angus Tuck, kepala keluarga Tuck yang merasa menyesal telah minum air
abadi itu.
Tuck Everlasting mengalir dengan lembut, tapi tetap
menyampaikan pesannya dengan baik. Ceritanya tidak panjang, walaupun setelah
selesai membacanya, aku berharap Babbit menulisnya lebih banyak lagi. Aku nggak
tahu, apakah edisi yang diterbitkan Atria ini sudah dipersingkat atau memang
aslinya seperti itu, mengingat buku ini ditujukan untuk anak-anak.
Tapi, walaupun tokoh Winnie baru berusia 10, cerita
ini menurutku layak dibaca oleh semua umur. Terutama bagi yang sedang galau
memikirkan hidup, hehehe. Karena, seperti kata Babbit, “Hidup harus dijalani,
tidak peduli pendek atau panjang.”
Dan satu lagi, aku suka kisah ini karena berlatar
akhir abad 19. Satu potongan masa yang paling aku suka dari ribuan bagian masa
lalu.
PS: Tuck Everlasting telah difilmkan 2 kali. Tahun
1981 dan tahun 2002. Pada film 2002, Winnie diperankan oleh Alexis Bledel dan Jesse
Tuck diperankan oleh Jonathan Jackson. Dan yah, tentu saja ada perbedaan antara
film dan bukunya.
[Review ini diikutsertakan dalam Lucky No. 14 Reading Challenge kategori Once Upon a Time]
[Review ini diikutsertakan dalam Lucky No. 14 Reading Challenge kategori Once Upon a Time]
Komentar
Posting Komentar