Penulis :
Nick Hornby
Penerbit :
Penguin Books
Tahun Terbit :
2000
Halaman : 307
Marcus belum lama tinggal di London, setelah
sebelumnya tinggal di Cambridge. Orangtuanya bercerai dan kini ia hidup berdua
saja dengan ibunya, seorang musik terapis yang tampak tidak bisa menyembuhkan
dirinya sendiri akibat perceraiannya dengan sang suami.
Di sekolah, Marcus melalui masa yang berat karena ia
terlihat seperti seorang murid aneh dan tidak punya teman. Marcus tidak memakai
baju yang sedang trend dan suka bernyanyi sendiri di kelas, di tengah
pelajaran. Kerap kali ia ditertawakan teman-temannya, bahkan gurunya sendiri.
Lalu ada Will, pria single berusia 36 tahun, tidak
bekerja, dan menghabiskan harinya dengan menonton dan bersenang-senang dari
uang royalty lagu buatan ayahnya yang terkenal di seantereo Inggris. Will
beberapa kali menjalani hubungan dengan wanita, namun tidak ada yang berhasil
dalam jangka panjang. Terakhir kali dengan Angie, seorang single mother, dan
itu pun juga tidak berhasil.
Beberapa kali menjalani hubungan dengan single
mother, membuat Will ingin mengetahui lebih dalam apa yang sebenarnya para
single parents rasakan. Ia pun memutuskan untuk bergabung di perkumpulan single
parents (SPAT) dan berpura-pura menjadi ayah satu anak yang ditinggalkan
istrinya. Perkumpulan itulah, yang secara tidak sengaja, mempertemukannya
dengan Marcus.
Saat iu, Will mengikuti piknik yang diadakan oleh
SPAT, di mana di sana ada Marcus yang dititipkan oleh ibunya kepada Suzie.
Suzie adalah teman baik ibu Marcus dan juga salah satu anggota SPAT.
Di tengah piknik, Marcus tidak sengaja melempar roti
ke seekor bebek dan bebek itu mati. Seorang penjaga taman menanyai Marcus akan
hal itu, lalu Will membelanya dengan mengatakan kalau bebek itu mungkin memang
akan mati, dan tidak ada hubungannya dengan roti yang dilemparkan Marcus.
Will tidak bermaksud membela Marcus, tapi
Marcus jadi menyukai Will sejak saat itu. Maka, dimulailah persahabatan yang
aneh antara bocah 12 tahun dan pria yang berumur tiga kali lipat darinya.
Sejujurnya, agak males-malesan waktu baca bagian
awal buku ini. Entah kenapa, saya merasa belum dapat bagian seru atau
menariknya. Cerita baru terasa hidup dan menarik setelah tokoh Marcus dan Will
bertemu. Baru terasa humor-nya Nick Hornby yang disebut-sebut sebagai salah
satu kelebihan buku ini.
Marcus, walaupun masih 12 tahun, punya pikiran yang
cukup dewasa untuk anak seusianya, tapi masih dengan kepolosan anak-anak. Kalau
sedang membaca bagian dia, rasanya seperti tersentil tapi ingin tertawa juga.
Tentang bagaimana dia menganggap kehidupannya, ibunya, lingkungannya di
sekolah, dan pertemanannya dengan Will.
Di pihak Will, ia sebenarnya tidak berniat berteman
dengan Marcus dan memperlakukannya seperti anaknya sendiri. Namun, kedatangan
Marcus setiap hari ke rumahnya, yang tentu tak bisa diolak, membuat Will makin
mengenal anak itu dan menyayanginya. Seperti kata Will, Marcus datang kepadanya
tanpa meminta apa-apa sekaligus meminta segalanya.
Saya sangat menyukai hubungan Marcus dan Will di
cerita ini. Lucu, menyentuh, dan kadang bikin gemes. Mereka sering terlibat
dalam suatu perdebatan, di mana Marcus mendebat dengan polos sekaligus cerdas,
dan Will tampak kehabisan akal menghadapi Marcus yang sama sekali tak bisa
diprediksi.
Berlatar London tahun 93-94, cerita About a Boy
kental dengan suasana Inggris pada era 90an, terutama kultur pop-nya. Bahkan
kematian sang vokalis Nirvana, Kurt Cobain, menjadi salah satu bagian yang
menggerakkan alur cerita novel ini.
Well, after all, walaupun bagian awalnya agak
membosankan, Hornby memberi saya insight yang mendalam tentang
kehidupan lewat novel About a Boy-nya. Novel ini sendiri sudah pernah difilmkan
dengan judul yang sama pada tahun 2002, diperankan oleh Hugh Grant dan Nicholas Hoult. Tapi sepertinya cerita di film beda deh dengan cerita di buku....
Komentar
Posting Komentar