Penulis :
L.J. Smith
Penerbit : Simon & Schuster
Tahun terbit :
1994
Halaman : 240
Format :
E-book
Jenny tidak pernah menyangka kalau papan permainan
yang dibelinya di Montevideo berujung malapetaka. Awalnya ia hanya ingin
menyemarakkan pesta ulang tahun pacarnya, Tom, dengan sebuah permainan. Sesuatu
yang bisa mereka lakukan di dalam rumah, karena udara dingin menggagalkan
rencana pool party mereka.
Papan permainan itu berupa rumah kertas, di mana di
dalamnya terdapat boneka-boneka kertas yang harus digambar sesuai wajah pemainnya. Ada tujuh orang pemain, Jenny, Tom, Audrey,
Dee, Zach, Michael, dan Summer. Para pemain juga diharuskan menggambar mimpi buruk
mereka dan meletakkannya di dalam rumah kertas. Para pemain akan menghadapi
mimpi buruk masing-masing dan berjuang untuk sampai di bagian atap rumah kertas
untuk memenangkan permainan. Terdengar menarik sampai permainan itu berubah
jadi nyata, dan mereka benar-benar jadi pemainnya.
Jenny, sebagai orang yang membeli permainan itu,
merasa sangat bersalah karena telah membawa teman-temannya pada marabahaya.
Lebih buruk lagi, rumah kertas itu buatan seorang Shadow Man yang datang dari
Shadow World. Sebuah dunia kegelapan yang bersebelahan dengan dunia nyata.
Shadow Man
itu jatuh cinta pada Jenny dan ingin memilikinya. Jika Jenny dan teman-temannya
tidak berhasil memenangi permainan itu, maka mereka semua tidak dapat kembali
ke dunia nyata dan Jenny akan menjadi milik Shadow Man.
Terdengar seperti Jumanji atau Zathura pada awalnya.
Papan permainan yang berubah menjadi benar-benar nyata, penuh bahaya, dan tidak
akan berhenti sebelum kau menyelesaikannya. Bedanya, si pembuat permainan ini
jatuh cinta pada tokoh utama dan menginginkan gadis itu jadi miliknya.
Dari awal baca, ketegangan sudah terasa. Walaupun
sama sekali belum berhubungan dengan permainan itu. Ketika permainan mulai,
makin deg-degan karena menebak-nebak apa mimpi-mimpi buruk yang telah digambar
para pemain. Dan sama seperti permainannya, sekali kau baca kalimat dari novel
ini, maka kau tidak akan bisa berhenti.
Saya benar-benar tenggelam dalam petualangan Jenny
dan kawan-kawan. Bagaimana mereka berjuang dengan mimpi buruk agar bisa keluar
dari rumah kertas tepat waktu. Saya juga suka dengan setiap tokohnya, yang punya
karakteristik masing-masing. Dee yang pemberani dan jago bela diri, Michael
yang humoris, Zach yang pendiam, Audrey yang cantik dan apik, Summer yang
paling muda dan polos, Tom yang keren dan terkenal, Jenny yang sederhana,
cantik, dan baik hati. Tapi yang paling saya suka adalah Julian, si Shadow Man yang
jatuh cinta pada Jenny dan menjebaknya dengan permainan rumah kertas.
Bagaimana penulis mendeskripsikan Julian benar-benar
keren:
“Eyes.
Blue eyes. Except that they weren’t just blue, they were a shade Jenny couldn’t
describe. The only place she’d seen a blue like that was once when she’d
happened to wake up at the precise instant of dawn. Then, between the window
curtains, she’d glimpsed an unbelievable, luminous color, which had lasted only
a second before fading to the ordinary blue of the sky. No boy should have eyes
blue as that, and especially not surrounded by lashes so heavy they seemed to
weigh his eyelids down. This boy had the most startling coloring she’d ever
seen. His eyelashes were black, but his hair was white, true white, the color
of frost or tendrils of mist. He was, well, beautiful. But in the most exotic,
uncanny way imaginable, as if he’d just stepped in from another world.”
Benar-benar membuat saya membayangkan sosok ganteng
yang nggak bisa diwakili sama artis manapun untuk memerankannya!
Walaupun di novel ini, diceritakan bahwa Jenny
sangat menyayangi Tom, tapi entah kenapa, saya nggak dapet feelnya sama sekali. Saya malah merasa, Jenny mencintai Julian dengan cara yang tidak ia sadari.
Lisa Jane Smith (L.J. Smith) mungkin lebih dikenal
dengan serial Vampire Diaries-nya yang sudah di angkat ke layar kaca (dan belum saya baca sama sekali). Namun,
Trilogi Forbidden Game ini menurut saya layak dibaca untuk para pecinta novel
Young Adult dengan nuansa fantasi, misteri, dan romance.
Komentar
Posting Komentar