Penulis:
Djokolelono
Penyunting: Pradikha Bestari
Penerbit:
Kiddo
Tahun
Terbit: Cetakan Pertama (Revisi), September 2014
Halaman:
128
ISBN:
978-979-91-0777-0
Tifa Purba
Penarik ke Masa Lalu
Dum! Dum!
Dum!
Saat hujan,
Ardha dan Adi iseng menabuh tifa tua yang mereka temukan di gudang rumah Ardha.
Mendadak tangan dan kaki Ardha bergerak sendiri, menari-nari mengikuti tabuhan
tifa. Adi pun tak bisa mengendalikan tabuhannya.
Tiba-tiba
kabut putih menyelimuti dan kedua anak itu mendapati diri mereka berada di
antara belukar hutan Papua tahun 1800-an. Mereka mengikuti sebuah tim ekspedisi
Belanda. Situasi menjadi gawat ketika salah satu anggota ekspedisi ketahuan
mencuri sebuah tifa keramat.
Ardha dan
Adhi berusaha menyelidiki tida tua dan ekspedisi itu. Mereka menyadari satu
hal, apa yang mereka lihat terjadi di hutan Papua akan terjadi juga di dunia
masa kini mereka. Ketika tifa tua menunjukkan kebakaran dan perang, apa yang
akan terjadi di dunia mereka?
My Review
Ini adalah
satu-satunya cerita di dalam Weird and Wicked Series yang merupakan cerita lama
dan direvisi ulang oleh penulisnya. Sebelumnya, cerita ini berjudul Genderang
Perang dari Wamena dan diterbitkan pada tahun 1974. Wow, lama juga, ya? Sekitar
20 tahunan sebelum saya lahir.
Sama
seperti Rahasia Lukisan, tokoh anak-anak di cerita ini juga seolah dibawa ke
tempat lain melalui tifa itu. Meskipun ceritanya agak mirip dengan tema
penjelajah waktu, saat tifa membawa mereka ke Papua, mereka hanya melihat saja,
tidak melakukan apa-apa, jadi tidak mengubah sejarah atau masa lalu.
Adi dan
Ardha yakin, tifa tersebut sengaja memperlihatkan masa lalu kepada mereka agar
mereka bisa menceritakan ulang apa yang mereka lihat kepada pihak yang
berkepentingan. Diceritakan tim ekspedisi Wesseling (ekspedisi yang dilihat
oleh Adi dan Ardha) semuanya hilang tak berbekas dan hanya meninggalkan ransel
dan barang-barang mereka. Ada dokumen yang berisi catatan harian ekspedisi,
tetapi ada hari-hari yang hilang dan tidak tercatat dalam dokumen tersebut.
Di cerita
ini, Ardha digambarkan sebagai anak Indonesia yang sejak kecil tinggal di
Belanda dan baru pulang lagi ke Indonesia. Ardha bahkan awalnya tidak bisa
Bahasa Indonesia dan saat di Indonesia, dia memakai Bahasa Indonesia yang baku
sehingga kadang bikin tertawa atau malah bikin sebal Adi.
Adi menganggap gaya
bicara Ardha terlalu dibuat-buat dan sulit dimengerti. Pertengkaran Adi dan
Ardha tentang gaya bahasa menjadi salah satu bagian yang lucu di cerita ini dan
bikin saya tertawa-tawa sendiri. Ini contohnya.
Ardha melihat langit. Langit gelap. Angin bertiup kencang. Dingin. Dan, titik-titik air mulai terasa di permukaan kulit. ‘Kurasa… agaknya cuaca tidak mendukung, Adi,’ kata Ardha.‘Cuaca tidak mendukung?’ Adi menggelengkan kepala. Anak SD mana coba yang bilang mendung itu cuaca tidak mendukung.
Kalau
melihat dari sisi penulisnya, Eyang Djokolelono adalah penulis senior yang
sudah tidak diragukan lagi kepiawaiannya dalam menulis cerita. Jadi, bisa
ditebak kalau saya akan mengatakan cerita Tifa Tua adalah cerita yang bagus
sekali, ada lucunya juga, ada bagian menegangkannya juga, dan ada sedikit ilmu
sejarah yang menambah wawasan pembaca.
Saya suka
bagian profil penulis yang menceritakan dari mana Eyang Djoko mendapat ilham
menulis cerita tentang tifa dari Papua.
“Dengan
‘Tifa Tua’, Eyang Djoko ingin mengajak kamu jalan-jalan ke Papua. Ceritanya
berdasarkan kepercayaan bahwa beberapa benda tradisional mempunyai pengaruh
gaib kepada orang-orang di sekelilingnya. Misalnya, gamelan-gamelan pusaka dari
keratin-keraton di Yogya dan Solo yang dipercaya keramat. Tetapi itu semua
hanya kepercayaan. Kita harus percaya bahwa hanya ada satu kekuatan yang
sanggup menciptakan keajaiban, yaitu kekuatan Allah SWT.”
Di dalam
cerita ini juga digambarkan Adi mengucapkan doa takut sebelum ia menabuh tifa.
Seolah penulis ingin menunjukkan kalau ini hanya cerita, sebuah khayalan, bukan
sesuatu yang benar-benar terjadi. Dan kalaupun kamu merasa takut, berdoalah
meminta perlindungan kepada Allah SWT.
Komentar
Posting Komentar