Melangkah
dengan Bismillah; Kisah-Kisah tentang Kalimat Thayyibah
Penulis:
Wikan Satriati
Editor:
Andriyati
Ilustrator:
Eorg
Penerbit:
Republika
Tahun
Terbit: Cetakan 1, Maret 2016
Halaman: 92
“Tahukah
kamu, saat kamu menjawab ucapan assalamu’alaikum dengan wa’alaikumussalam,
seribu malaikat akan mengucapkan salam pula kepadamu.”
“Benarkah?”
“Ya. Apakah
kau tidak merasakannya?”
Si Bocah
menggeleng.
“Suatu saat
kau akan bisa merasakannya, Nak. Ketika kau menjadi lebih peka.”
My Review
Buku
pertama dari Seri Belajar Islam secara Menyenangkan. Buku ini berisi
kisah-kisah yang berhubungan dengan kalimat thayyibah, yaitu Bismillah,
Alhamdulillah, Assalamu’alaikum, Subhanallah, Laailaahaillallah, dan
Astaghfirullah.
Ini pertama
kali saya membaca buku Mbak Wikan Satriati dan saya suka sekali dengan gaya
bahasa yang dia pakai dalam ceritanya. Memang terasa terlalu ‘nyastra’ untuk
anak-anak, tetapi bukankah lebih baik anak-anak dikenalkan dengan bahasa yang
‘halus’ dan indah?
Salah satu
ciri khas yang saya temukan setelah membaca tiga buku karya penulis adalah
sering menggunakan julukan dan tidak menggunakan nama langsung. Misalnya, di
kisah melangkah dengan Bismillah, penulis tidak menyebut agama Islam atau kaum
Muslimin melainkan kaum pembawa ajaran kasih sayang. Cerita ini juga
menyebutkan Kota Cahaya yang menurut perkiraan saya adalah julukan untuk Kota
Madinah (bener, nggak? Hehehe).
Di kisah
Alhamdulillah, penulis mengangkat cerita Nabi Ayyub yang sama sekali tidak
disebut-sebut sebagai nabi, tetapi hamba Tuhan yang selalu bersyukur, yang
selalu mengucapkan Alhamdulillah.
Untuk kisah
Subhanallah, kisah yang cukup pendek. Tentang Nabi Muhammad (yang tidak memakai
embel-embel nabi maupun saw.) yang sedang berwudhu. Buku ini masih salah kaprah
mengenai penggunaan kata Subhanallah, seperti dulu saya juga pernah salah
mengira.
Kita sudah
terbiasa sekali jika melihat sesuatu yang bagus dan menyenangkan disuruh
mengucap Subhanallah? Nah, sebenarnya ada sedikit kekeliruan terkait kapan kita
mengucapkan Subhanallah. Saya pun baru mengetahui hal tersebut setelah mengedit
buku anak yang bertema kalimat thayyibah juga.
Subhanallah
sebaiknya digunakan saat kita melihat sesuatu yang buruk. Mengapa? Untuk
mengingatkan kita kalau Allah Mahasuci dari segala hal-hal buruk. Subhanallah
berarti Mahasuci Allah. Sementara
itu, jika kita melihat sesuatu yang bagus dan menyenangkan, kita dianjurkan
untuk mengucap Masya Allah yang artinya semua atas izin Allah. Kira-kira
seperti itu. (Mohon dikoreksi bila ada kekeliruan)
Kembali
lagi ke pembahasan buku Melangkah dengan Bismillah, cerita yang paling saya
sukai dalam buku ini adalah kisah Astaghfirullah. Tentang keluarga Eata sang
harimau, dari kakek, ayah, ibu, sampai anak yang dikerjain oleh Dik Dik si
kancil yang cerdik. Meskipun sudah berkali-kali dikerjain oleh si kancil,
keluarga Eata selalu memaafkan Dik Dik sehingga Dik Dik jadi malu sendiri. Ini
salah satu cerita yang lucu dan menghibur.
Terlepas
dari sedikit kekeliruan mengenai penggunaan kata Subhanallah, juga sedikit rasa
ganjil yang saya alami karena di buku ini (dan buku Mbak Wikan lainnya) lebih
sering menyebut Tuhan daripada Allah, serta nama nabi yang tidak dicantumkan
embel-embel ‘nabi’, ‘alahis salam’, dan ‘shalallahu ‘alaihi wassallam’, cerita
dalam buku ini bagus-bagus.
Saran saya,
sebelum memberikan buku ini, orangtua membaca dulu, baru kemudian didongengkan.
Buku ini lebih banyak teks ketimbang ilustrasi dan ukuran fontnya cukup kecil
dan rapat untuk buku anak-anak. Kalaupun dibaca langsung oleh anak-anak, mungkin
untuk anak di atas tujuh tahun. Di bawah usia itu lebih baik didongengkan oleh
orangtua.
Komentar
Posting Komentar