Resensi Buku: My Name is Luca

 


Mengambil latar tempat di sebuah kota kecil (fiksi)di Amerika Serikat, My Name is Luca bercerita tentang sosok gadis kecil aneh dan msiterius bernama Luca.


Luca berteman dengan Oliver Wood, anak laki-laki sebayanya yang tinggal di kota yang sama. 


Awalnya Luca membunuh Jared McClusky, pembetul pipa yang nggak punya salah apa-apa. Tubuh McClusky yang dimutilasi dengan kejam membuat polisi sangat penasaran dengan pelaku pembunuhan, karena di kota kecil itu semua orang saling mengenal dan McClusky dianggap bukan orang yang layak dibunuh, apalagi dengan cara sekejam itu.


Investigasi pun dilakukan. Sayangnya, pembunuhan sadis terus berlanjut tanpa diketahui siapa pelakunya dan apa motifnya. Setelah hampir setengah isi kota tewas dengan cara mengenaskan, kecurigaan mulai mrruncing kepada Dell, detektif asal New York yang belum lama bertugas di kota. Penduduk curiga dan penasaran dengan alasan Dell memilih bertugas di kota kecil seperti itu.


Masalahnya, bukan Dell pelakunya. Ia malah melihat dengan mata kepala sendiri bagaimana Luca membunuh dua orang polisi (yang badannya jauh lebih besar daripada Luca) dengan tangan kosong. Sesuatu yang rasanya tidak mungkin dilakukan oleh seorang anak perempuan kecil bergaun putih bersih yang tampaknya membuka tutup selai saja tidak bisa.


Di sisi lain, pacar Dell, Alice Whiteflower, seorang paralegal, berkenalan dengan Logan, yang mengaku sebagai pamannya Luca. Logan membuka rahasia Luca kepada Alice. Jadi, selama ini Logan yang membantu Luca hidup dan menyembunyikan 'pekerjaan kotor' gadis kecil tersebut.


Logan juga bercerita kalau sebenarnya Luca bukanlah manusia biasa, melainkan sejenis setan yang mengambil wujud tubuh gadis kecil. 

Perjalanan panjang Dell menghentikan keganasan Luca akhirnya berhasil. Walau harus mengorbankan banyak nyawa.


Di epilog diceritakan kalau Dell & Damita, sedikit orang yang selamat dari keganasan Luca, keluar dari kota kecil itu sambil membawa 'gumpalan daging' yang tersisa dari tubuh Luca yang sudah dihancurkan. Tidak dijelaskan akan diapakan gumpalan daging tersebut, dan apakah 'itu' akan mewujud sebagai sosok baik atau jahat, yang jelas mereka berdua memanggilnya dengan nama Lulu.


Kesanku setelah membaca buku ini:

Novel ini sadis banget. Beneran sadis banget. Kalau ini bentuknya film mungkin aku nggak akan nonton. Karena ini bentuknya tulisan, aku bacanya cepet-cepet, dan berusaha utnutk tidak membayangkan adegan yang digambarkan. 


Ada begitu banyak tokoh di cerita ini. Banyak banget. Dari mulai tokoh yang penting, agak penting, dan nggak penting sama sekali. Semuanya kena diceritain, beserta nama lengkap, profesi, dan apa yang mereka kerjakan di kota itu. Walaupun akhirnya, hampir semua orang dibunuh oleh Luca tanpa tedeng aling-aling.


Ada selipan tentang kekecewaan kepada Tuhan. Percaya dengan keberadaan Tuhan, tapi nggak percaya dengan cara kerjanya. Ini tergambar lewat obrolan Logan dan Luca, yang saat itu Logan membujuk Luca untuk menghentikan kebiasaannya menewaskan orang-orang. 


Di dalam obrolan juga, Logan sempat menyebut-nyebut sebuah nama dan karena penasaran, aku cari nama itu di internet dan ternyata beneran. Sebuah kasus kematian misterius Tamam Shud. Ini sedikit mengingatkanku dengan novel Saving Ludo di mana Ziggy juga sedikit mengangkat sesuatu yang benar-benar terjadi di dunia nyata (dan mungkin dipoles olehnya menjadi cerita fiksi). 


Oh iya, Ginger Elyse Shelley adalah nama lain dari Ziggy Zezsyazeoviennazabriskie. Penulis yang saat ini cukup terkenal. Sebelum menulis di Penerbit GPU, Ziggy banyak menulis untuk lini Fantastesn Mizan dengan nama Ziggy Z. Dan ada pula karya-karyanya di Penerbit Divapress dengan nama Ginger Elyse Shelley.


Secara keseluruhan, novel ini tidak bisa dibilang menghibur, tidak juga bisa dibilang menegangkan, penuh plot twist, atau apa. Ide cerita cukup unik, itu betul. Bikin penasaran sedikit, lebih banyak kengerian. Jadi, cukup oke, tapi kalau kamu punya buku lain untuk dibaca, baca yang lain saja, hehehe. Kecuali, kamu penasaran banget dengan tulisannya Ginger seperti saya.


Untuk sampul bukunya, amat bikin geregetan karena nggak menggambarkan isi cerita. Kalau saya jadi penulisnya, saya tidak akan setuju cerita saya sampulnya seperti itu. Bahkan, gadis di sampul buku sama sekali tidak menggambarkan sosok Luca seperti yang dideskripsikan penulsi di dalam cerita. Jadi, yah begitulah.


Buku ini bisa dibaca di Ipusnas karena saya pun bacanya di sana. Dan untungnya saya baca cerita ini di Ipusnas, jadi tidak ada adegan lempar buku. :D


Komentar