Resensi Buku: Ephemera


Penulis: Akaigita

Penyunting: Miranda Malonka

Penyelaras Aksara: Wienny Siska

Desain Sampul: Bella Ansori

Penerbit: Gramedia Pustaka Utama

Tahun Terbit: Cetakan Pertama, 2020

Halaman: 296



Venus jatuh ke lubang sumur. Kepalanya terbentur dengan kuat sehingga mengakibatkan dia mengalami koma selama sebulan. Ketika tersadar, Venus menyadari kalau dia tidak terlalu yakin dengan ingatannya, terutama ingatan sebelum dia jatuh ke sumur. Apakah benar dia didorong oleh Adam, teman masa kecilnya, saat main petak umpet? Atau dia jatuh sendiri karena kaget melihat ular besar?


Ponselnya rusak dan dia tidak bisa menemukannya setelah sembuh. Foto-foto dan chat, semua hilang, membuat Venus semakin tak yakin dengan apa yang sebenarnya terjadi sebelum dia kecelakaan. Dan apakah kecelakaan itu berhubungan dengan kejangggalan-kejanggalan yang terjadi setelahnya.


My Review


Saat pertama lihat dan membaca bagian awal novel, saya masih belum bisa menebak akan seperti apa isi cerita dalam novel ini. Awalnya, saya pikir cuma kisah persahabatan anak-anak remaja pada umumnya. Ternyata oh ternyata....


Tokoh utama di cerita ini adalah Venus, si sulung yang tinggal di rumah tepi rawa. Venus memiliki adik bernama Luna. Saat cerita bermula, Venus, Luna, Adam, dan Giga bermain petak umpet. Venus memilih tempat sembunyi di dekat sumur. Akan tetapi, dia kaget melihat seekor ular dan akhirnya menubruk pagar pembatas sumur yang sudah lapuk lalu jatuh ke dalam sumur.


Peristiwa itu membuat Venus koma selama sebulan dan kehilangan ingatannya. Venus yakin ia jatuh karena kaget melihat ular. Akan tetapi, yang yang dikatakan orang tuanya berbeda. Selain itu, setelah keluar dari rumah sakit, Adam tidak pernah lagi main ke rumah Venus, bahkan bercakap-cakap dengannya saja tidak mau. Padahal, sebelum kejadian itu, mereka adalah teman akrab.


Hal itu membuat Venus penasaran. Terlebih lagi, Luna seperti menyembunyikan sesuatu dari Venus. Venus juga tidak tahu apa yang terjadi dengan ponselnya. Padahal, jika ia bisa melihat ponsel lamanya, mungkin ia bisa mengingat kembali apa yang terlewatkan.


Cerita bergulir dari sudut pandang ke sudut pandang yang lain. Mulai dari sudut pandang Venus, Luna, Adam, dan Herman, teman dekat Adam.


Saat membaca PoV Venus, saya curiga dan sedikit kesal dengan Luna. Saat saya membaca PoV Luna, saya kesal dengan Venus, juga curiga dengan ibu & bibi mereka. Saat membaca PoV Adam, saya kesal dan curiga dengan Venus sekeluarga. Hanya saat membaca PoV Herman saja, kekesalan itu sedikit mereda. Dan dari sekian banyak tokoh di cerita ini, saya rasa yang paling waras ini Herman dan abangnya, hahaha. 


Yah, pokoknya cerita ini mampu bikin perasaan campur aduk. Agak sedikit creepy juga dengan sosok ular yag sering disebut-sebut. Tapi yang paling ngeselin sih orangtuanya Venus & Luna. Khususnya, emaknya. Beneran, deh! Alasannya apa, silakan baca sendiri.


Yang jelas, cerita ini jauh di luar ekpektasi saya yang membayangkan akan cerita tentang remaja dan petualangan yang seru gitu. Mungkin ada sedikit sentuhan fantasi atau magical realism.


Yang pasti, saya nggak membayangkan ada keker*san kepada anak, kepada saudara, tingkah manipulatif, mitos ular penunggu, sindiran keluarga old money dari kaum proletar, dan kekerasan kepada kucing! By the way, harusnya novel ini mencantumkan trigger warning sih buat para pecinta kucing.


Selesai membaca Ephemera, perasaan saya sungguh berkecamuk. Masih ada sisa-sisa rasa kesal kepada Venus, sedikit lega untuk Luna, lumayan baper untuk Adam, dan yah... Saya rasa, buku ini, antara judul, ilustrasi di sampul, dan isi ceritanya seperti tidak terlalu nyambung. Not in a bad way, tapi kalau saya sih jelas-jelas terkecoh. Memang ada gambar uler, tapi nggak kebayang cerita tentang uler yang 'begitu'!


Namun, bukan berarti saya kapok dengan karya Akaigita. Malah nagih dan ingin baca yang lain lagi.

Komentar