Penulis : Tasaro GK
Penerbit : Bentang
Tahun Terbit : Cetakan I Maret 2010, Cetakan IX Mei 2012
Bagi
saya, memiliki novel biografi Muhammad karya Tasaro adalah sebuah pencapaian
tersendiri. Sebabnya, sudah lama sekali saya ingin memiliki buku itu. Namun,
karena keadaan kantong yang tidak memungkinkan, membuat saya harus lebih
berusaha dan bersabar, menunggu hingga bookfair di Senayan tiba, berharap ada
diskon untuk buku itu. Memang ada diskon, tapi tidak sebesar yang saya
harapkan. Tapi toh, saya berhasil membawa buku itu pulang. ^^
Sebelumnya,
saya memang sudah membaca resensi novel itu. semua resensi mengatakan kalau
buku itu bagus dan sangat layak dibaca. Teman-teman yang sudah membaca pun
mengatakan kalau buku itu bagus sekali. Ditambah lagi, saya pernah bertemu dan
sangat mengagumi penulisnya, maka saya semakin ingin untuk memilikinya, tidak
sekedar membaca saja.
Novel
Muhammad, Lelaki Penggenggam Hujan ini, bercerita tentang dua kisah. Tentang
kehidupan Nabi Muhammad SAW, dan seorang lelaki Persia bernama Kashva, yang
hidup di abad yang sama dengan masa kenabian.
Kashva,
lelaki yang hidup di Kuil Gunung Sistan pada masa pemerintahan Kaisar Khosrou,
menghabiskan hari-harinya dengan mengamati bintang dan menerjemahkannya,
sekaligus menulis kisah-kisah indah yang memukau. Ia dijuluki rakyat Persia,
Sang Pemindai Surga.
Selain
mengamati bintang dan menulis, Kashva jiga rajin berkorespondensi dengan
teman-temannya dari berbagi Negara di luar Persia. Khususnya Elyas, seorang
penjaga Biara Bashra di Suriah. Mereka membincangkan mengenai seseorang yang
kehadirannya diramalkan oleh berbagai keyakinan di dunia. Seseorang yang
dikatakan akan menaklukan dunia dan membawa kedamaian bagi seluruh alam. Rasa
penasaran, keinginan memurnikan ajaran Zarduhst, dan keinginan bertemu dengan
Elyas, membawa Kashva pada petualangan panjang yang jauh di luar dugaannya.
Berbagai peristiwa terjadi di luar keinginannya, beberapa rahasia terkuak
mengejutkan hatinya, dan semuanya, seolah memperjauh jarak yang harus
ditempuhnya menuju Suriah.
Di
novel pertamanya, kisah Kashva memang masih menggantung. Terakhir kali, ia
terdampar di negeri atap langit bersama Mahsya, Xerxes dan Vakhsur. Orang-orang
yang muncul selama pelariannya.
Kisah
Kashva ini berseling dengan kisah Nabi Muhammad SAW. Untuk kisah Rasulullah,
tidak akan saya ceritakan di sini. Saya hanya ingin menuliskan tentang
keistimewaan novel ini dibanding dengan buku Sirah Nabawiyah atau kisah-kisah
nabi yang pernah saya baca.
Tasaro,
dalam tulisannya, menjadikan Nabi Muhammad, sebagai tokoh yang diajaknya
bicara. Seolah ia sedang ‘curhat’ kepada Rasulullah. Saya kurang mengerti itu
gaya sudut pandang apa. yang jelas, gaya seperti itu membuat saya merasa ikut
memiliki kedekatan personal kepada Rasulullah. Mungkin karena itu juga lah,
bagi saya tulisan Tasaro lebih mengharu biru dibanding penulis lain.
Membaca
kisah Nabi Muhammad SAW, memang akan selalu membawa keharuan dan kerinduan sendiri.
Tapi Tasaro, seolah menambah beban rindu itu semakin menjadi. Terlebih, ia
sendiri tak pernah memanggil Rasulullah dengan namanya, melainkan dengan
julukan-julukan yang memang pantas disandang Rasulullah. Contohnya, Duhai yang
Hatinya Bercahaya, wahai Lelaki yang Jitu Perhitungannya, dan beberapa julukan
lainnya.
Satu
lagi, karena buku ini bukan buku biografi biasa, tetapi lebih seperti novel,
maka pencitraan latar kisah pun terasa semakin hidup dengan deskripsi yang
detil lewat kata-kata yang indah.
Tasaro,
dengan caranya telah menunjukkan kecintaannya kepada Kekasih Allah, Muhammad
SAW. Dan dengan caranya pula, telah membawa saya semakin mencintai Rasulullah.
Satu-satunya lelaki mulia yang patut diteladani segala tingkah lakunya.
Ya
Rasul, lumpuh aku karena rindu….
Komentar
Posting Komentar