Resensi Buku: Cuaca Selalu Berubah


Penulis             : Andre Maurois (Emile Herzog)
Penerjemah      : Apsanti Djokosujatno dan Ida Sundari Husen
Penerbit           : Yayasan Obor Indonesia
Tahun terbit     : Jakarta, 2007
Halaman          : 297            

Cuaca Selalu Berubah atau dalam judul aslinya Climats berkisah tentang kehidupan Phillipe Marcenat. Pemuda dari Gandumas, Prancis, yang percaya bahwa hakikat cinta adalah kesetiaan.

Sejak kecil, dalam pikiran Phillipe tertanam sosok wanita idaman, dan pada saat ia dewasa, ia menemukannya pada diri Odile. Gadis cantik yang membuatnya jatuh cinta dan menjadi istrinya. Odile yang ceria, punya banyak teman, dan suka berada di keramaian berbeda dengan Phillipe yang lebih suka kesendirian dan membaca buku. Perkenalan Odile dengan lelaki bernama Francois membuat Phillipe setengah mati cemburu padanya. Setiap kali Phillipe harus meninggalkan Odile atau sebaliknya, Phillip selalu dihantui perasaan kalau Odile akan mengkhianatinya.

Pertemuannya dengan Odile, sedikit demi sedikit mengubah kepribadian Phillipe, yang ia sendiri tak menyadarinya sampai ia bertemu dengan Isabelle. Isabelle berbeda dengan Odile. Isabelle lebih mirip dengan Phillip sebelum lelaki itu bertemu dengan Odile.

Ceritanya sebenarnya cukup panjang. Tapi kalau diteruskan, bisa-bisa ketebak sudah seperti apa ujungnya.
Novel ini bukan literature Prancis pertama yang aku baca. Sebelumnya aku pernah membaca Wanita Berbunga Camelia (La Dame aux Camelias) karya Dumas dan kumpulan cerita fantastik Prancis. Tapi dua buku sebelumnya, entah kenapa, malas sekali untuk mereviewnya.

Ada hal yang aku suka dari novel karya Herzog dan juga Dumas. Yaitu sudut pandang pencerita yang berubah. Di karya Herzog, bagian pertama adalah bagian Phillipe yang bercerita. Ia bercerita tentang dirinya sendiri dan juga Odile. Di bagian kedua, Isabelle yang menceritakan tentang dirinya dan juga Phillipe. 

Sedangkan dalam karya Dumas, di bagian awal sekali, sosok yang bercerita adalah tokoh pengantar yang mengenalkan dua tokoh utama, yaitu Armand dan Marguerite. Selanjutnya Armand-lah yang bercerita tentang kisah cintanya dengan wanita berbunga camellia itu. Di bagian akhir, kembali lagi ditutup oleh si tokoh pengantar tadi. Entah kenapa, jenis POV yang berganti-ganti ini menarik buat aku.
Dari segi zaman di mana kisah itu terjadi, di antara dua novel itu tidak berbeda jauh. Hanya, novel Herzog lebih modern, sekitar tahun 1919 hingga 1939. Sedangkan Dumas sekitar akhir 1800an. Namun, dari kedua cerita itu, aku bisa menangkap gaya hidup orang Prancis zaman itu, terutama dari kalangan borgouise-nya. 
Tentang bagaimana mereka menghabiskan malam dengan menonton konser atau teater,  kebiasaan mengundang banyak tamu untuk makan malam, pesiar ke luar negeri. Dan yang aku tangkap, sepertinya dari zaman itu, selingkuh itu sudah lumrah sekali. Bagi mereka, selingkuh boleh saja, tapi pernikahan tetap penting untuk dijaga dan dipertahankan. Seperti itulah.

Novel Climats ini juga banyak membahas hakikat cinta dari sudut pandang masing-masing tokoh. Secara bahasa, penerjemahannya sudah sangat bagus, sehingga buku ini jadi nyaman untuk dibaca.

Komentar