Resensi Buku: Delirium



Penulis             : Lauren Oliver
Penerjemah      : Vici Alfanani Purnomo
Penerbit           : Mizan Fantasi
Tahun Terbit    : 2011
Halaman          : 515


Bersiaplah memasuki masa di mana cinta dianggap sebagai sebuah penyakit mematikan. Di mana setiap orang harus melakukan sebuah prosedur untuk melenyapkan penyakit itu dari tubuh mereka dan akan hidup tenang selamanya. Dan Lena Haloway tak sabar menanti waktu prosedurnya tiba.

Selama 17 tahun hidupnya, Lena merasa sedikit takut akan kenyataan kalau selama ini ia masih dialiri penyakit yang disebut amor deliria nervosa. Tapi ia hanya akan bisa melakukan prosedurnya setelah usianya 18. Setelah itu, ia akan kuliah, menikah dengan pasangan yang telah dipasangkan untuknya, dan hidup normal. Tapi kekacauan terjadi saat hari Evaluasi-nya.

Evaluasi adalah semacam ujian lisan, bagi murid-murid yang akan lulus sekolah mereka. Di sana mereka akan ditanya macam-macam, mulai dari hobi hingga warna kesukaan. Hasil Evaluasi itu akan dianalisis dan digunakan untuk mencari pasangan yang cocok dan jurusan kuliah yang akan diikuti.

Sayangnya, tepat saat Lena sedang diuji, segerombolan sapi merangsek masuk ke dalam ruangan dan mengacaukan segalanya. Itulah kali pertama Lena bertemu laki-laki yang menjangkitinya amor deliria nervosa. Laki-laki dengan rambut keemasan seperti daun musim gugur. Laki-laki bernama Alex.

Dengan caranya sendiri, Alex menunjukkan pada Lena, kalau cinta bukan sebuah penyakit yang menjijikan. Kalau cinta bukanlah sesuatu yang buruk untuk dimiliki. Kalau cinta adalah sesuatu yang layak diperjuangkan. Dan untuk pertama kali dalam hidupnya, Lena berharap ia tidak perlu menjalani prosedur penyembuhan itu,

My Review

Ini pertama kalinya aku membaca novel bergenre Young Adult dengan tema Dystopia. Awalnya nggak terlalu tertarik sih untuk beli buku ini. Hanya karena harganya murah aja, jadi beli. Selain itu, pernah juga baca beberapa review tentang Delirium, dan komentarnya bagus-bagus.

Yang aku kagumin dari penulisnya adalah ide tentang cinta yang dianggap sebagai penyakit. Menurutku itu keren. Dan masuk akal. Walaupun aku nggak berharap itu benar-benar terjadi.

Aku juga kisah persahabatan Lena dengan Hana. Teman satu kelasnya. Juga kisah cintanya dengan Alex. Bikin meleleh, hehehe. Dan nggak tahu kenapa, saat membaca novel ini, aku ngebayangin yang jadi Alex itu si Alex Pettyfier.

Gara-gara baca Delirium, aku jadi nggak sabar untuk menemukan Pandemonium.

Oya, satu hal, aku nggak terlalu suka dengan sampulnya. Bukan karena nggak cocok, mengingat memang ada adegan seperti itu di ceritanya. Tapi entah kenapa, di mataku, itu nggak menarik. Huehehe….

Baca juga:

2. Pandemonium
3. Requiem

[Review ini diikutsertakan dalam Lucky No.14 Reading Challenge kategori Chunky Brick]

Komentar