Penulis :
Lucy Maud Montgomery
Penerjemah :
Ambhita Dhyaningrum
Penerbit :
Qanita
Tahun Terbit :
Juli 2010
Emily, gadis yatim piatu yang tinggal di New Moon
bersama kedua bibinya, Bibi Elizabeth dan Bibi Laura, serta Sepupu Jimmy. Bukan
hal mudah bagi Emily tinggal di rumah besar New Moon bersama Bibi Elizabeth
yang kaku, penuh peraturan, dan seolah tidak menginginkannya. Untunglah, ada
Bibi Laura yang baik hati dan penyayang, serta Sepupu Jimmy yang suka
membacakannya puisi.
Meskipun yatim piatu, Emily bukanlah gadis yang
lemah. Ia memiliki keberanian dan mimpi yang besar untuk menjadi seorang
penulis terkenal nantinya. Namun, cita-cita itu terlihat tidak mudah saat ini,
di saat Bibi Elizabeth begitu ketat terhadap penggunaan kertas di New Moon,
sehingga Emily harus puas menulis di balik kertas-kertas bekas.
Bukan itu saja, Emily pun harus menerima olok-olok
dari teman-teman di sekolahnya karena dia keturunan Murray. Murray adalah
keluarga terpandang di Blair Water, daerah tempat Emily tinggal, hingga banyak
orang yang iri pada keturunan keluarga tersebut. Belum lagi kehadiran Miss
Brownell, guru sekolahnya, yang galak minta ampun. Membuat rasa kehidupan
Emily semakin beraneka ragam.
Terkadang, Emily merindukan ayahnya dan rumah lama
mereka di Maywood. Sebelumnya, Emily tinggal bersama ayah yang begitu ia
cintai di Lembah Maywood. Di sanalah ia berkenalan dengan Dewi Angin, Sang
Kilat dan berbagai macam keajaiban lainnya. Setelah ayahnya meninggal, ia
pindah ke New Moon dan tinggal bersama bibi-bibinya.
Kehidupan di New Moon tidak selalu menyedihkan.
Kadang ada pula bagian menyenangkan seperti saat Emily bermain dengan Ilse dan
Teddy sahabatnya, atau mendengar Sepupu Jimmy membacakan puisinya. Masih
banyak lagi kisah yang dialami Emily, gadis kecil berusia 12 tahun, selama ia
tinggal di New Moon.
My Review
My Review
Akhirnya, kembali lagi membaca karya Lucy Maud
Montgomery. Sejak pertama kali membaca karyanya yang berjudul “The Story Girl”,
aku langsung suka dengan gaya penulisan Montgomery. Beliau sangat piawai dalam
mendeskripsikan latar cerita sehingga saat membacanya seperti melihat sebuah
dongeng yang menjadi nyata.
Dalam serial Emily juga sama. Montgomery menyuguhkan
pemandangan New Moon, Maywood, dan semua tempat yang menjadi latar ceritanya
dengan sangat indah. Selain itu, kepercayaannya pada kehadiran peri-peri
membuat aku semakin suka dengan tulisannya. Baik di cerita Story Girl maupun
Emily, kedua tokoh utamanya mempercayai keberadaan para peri. Ceritanya sendiri
bukanlah dongeng fantasi, melainkan kisah seorang gadis kecil yang mengalami
berbagai hal dalam hidupnya. Dan kabarnya, kisah Emily ini adalah tokoh favorit
dan yang paling mirip Montgomery dibanding tokoh-tokoh gadis muda penuh impian
yang pernah ditulisnya.
Secara penerjemahan, buku terbitan Qanita ini sangat
bagus. Awalnya sempat takut kalau gaya terjemahannya jelek, sehingga tidak enak
untuk dibaca. Tapi ternyata bagus banget, kok. Yang sangat aku sayangkan cuma
satu, COVER-nya!
Entah kenapa aku kurang suka dengan
cover yang bergambar foto seperti itu. Mungkin ingin menggambarkan sosok Emily
dengan topi sunbonnet-nya, serta
jurnal dan kucing kesayangannya. Tapi aku merasa gadis di cover itu lebih mirip
pemain telenovela remaja, seperti di serial Amigos. (Hahaha, nggak nyambung ya?
Yah pokoknya aku merasa begitu.)
Mungkin kalau covernya hanya sebuah ilustrasi atau
gambar seorang gadis atau sesuatu yang berkaitan dengan cerita, akan lebih
menambah kesan klasik pada buku ini. Lagipula, meskipun ada foto itu, Emily di
kepalaku jauh berbeda dari yang ada di cover buku. Mudah-mudahan, untuk
terbitan karya klasik berikutnya, Qanita mempertimbangkan kembali ide
penggunaan foto sebagai desain sampul bukunya.
Serial Emily sendiri terdiri dari tiga buku. Yang
pertama Emily of New Moon, Emily Climbs, dan Emily’s Quest. Aku sudah punya
yang kedua, tapi belum menemukannya yang ketiga. Nggak tahu sudah diterjemahkan
ke Bahasa Indonesia atau belum. Yang jelas, setelah baca buku pertamanya, aku
jadi penasaran banget sama serial lanjutannya. Terutama dengan kisah cinta
malu-malunya Emily, hehehe…
Salah satu contoh paragraf yang aku suka dari buku Emily of New Moon
Rerumputan cokelat beku terasa bagaikan hamparan beledu di telapak kakinya. Sebatang cemara tua tua nyaris mati dengan bonggol-bonggol berlumut adalah pilar pualam penyangga istana para dewa. Bukit-bukit yang membayang di kejauhan adalah benteng sebuah kota ajaib. Dan untuk menemaninya, Emily memiliki semua peri pedesaan, karena dia bisa mempercayai keberadaan mereka di sini. Para peri bunga semanggi putih dan bunga ekor kucing satin, makhluk-makhluk hijau kecil di rerumputan, para elf dari pohon cemara muda, para ruh yang menguasai angin, pakis liar, dan bunga ilalang. Apapun bisa terjadi di sana – apapun bisa menjadi kenyataan.
Komentar
Posting Komentar