Penulis :
Rachel Cohn & David Levithan
Penerbit :
Allen & Unwin Australia
Tahun Terbit :
2008 (Australian Edition)
Naomi dan Ely. Di mana
ada Naomi, di situ ada Ely. Tinggal bersebelahan di gedung apartemen yang sama,
menghabiskan masa kecil dan remaja bersama, seolah tak ada yang bisa memisahkan
mereka.
Ketika beranjak dewasa, Naomi jatuh cinta pada Ely. Yang jadi masalah, Ely jatuh cinta pada laki-laki. Ya, Naomi tahu Ely gay, tapi gadis itu tetap berharap suatu hari nanti mereka akan menikah, punya rumah dan anak-anak bersama. Tapi harapan Naomi hancur saat Ely jatuh cinta pada pacarnya sendiri, Bruce.
Pertengkaran antara Naomi dan Ely pun tak dapat terhindarkan. Bukan pertengkaran biasa seperti yang sudah-sudah. Kali ini, Naomi benar-benar patah hati, dan menghindar dari Ely. Ely pikir semua ini karena ia merebut pacar sahabatnya, dan menjadikannya gay. Kenyataannya, Naomi terluka sama sekali bukan karena Bruce, tapi karena sadar Ely tak akan pernah mencintainya seperti dia mencintai Ely.
Rumit ya? Saya aja stress baca novel ini.
Saya pernah membayangkan seperti apa rasanya jadi Naomi, jauh sebelum baca novel karya Levithan dan Cohn ini. Kayaknya stress banget deh suka sama cowok, tapi cowoknya lebih suka sama cowok juga. Maksudnya, kalaupun jadi rival, nggak apple to apple banget lah! Makanya, pas baca buku ini, saya merasa mengerti banget seperti apa rasanya jadi Naomi.
Inti ceritanya sendiri bagi saya sudah sangat mengoyak emosi. Sayangnya, banyak perintilan-perintilan kecil yang agak mengganggu di novel ini.
Pertama, nama tokoh yang sama. Di cerita ini, ada Bruce The First dan Bruce The Second. Dua-duanya cinta mati sama Naomi, tapi hanya yang Kedua yang pernah jadi pacarnya. Terus ada Guy Robin dan Girl Robin, dua orang yang namanya sama-sama Robin tapi beda jenis kelamin, dan sama-sama sahabatan dengan Naomi.
Awalnya, saya nggak ngeh dengan kenyataan itu. Apalagi Naomi ngebedain mereka hanya dengan gambar cowok/cewek yang biasa digantung di pintu toilet. Dan karena saya baca e-booknya di handphone, jadi suka nggak kelihatan itu gambar cowok/cewek. Baru agak ke belakang dijelasin ada Girl Robin dan Guy Robin.
Oh ya, novel ini juga menggunakan gambar-gambar kecil sebagai pengganti kata. Kelihatan unik sih, tapi ya itu, karena saya bacanya di handphone, jadi gambarnya suka nggak kelihatan dan aku males nge-zoom. (Salah sendiri!)
Hal lain yang agak mengganggu adalah POV yang banyak. Waktu baca Dash and Lily's Book of Dares, POV-nya kan berganti-ganti antara Dash dan Lily, saya pikir Naomi dan Ely pun begitu. Ternyata tidak, teman-teman Naomi dan Ely pun punya POV masing-masing. Bahkan yang menurut saya kurang penting pun masuk, seperti Kelly, kakaknya Bruce the First. Walaupun di bagian akhir, POV-nya lebih banyak pada Naomi dan Ely saja.
Di cerita ini juga banyak kata-kata slang, kasar, dan agak vulgar ala New Yorkers, yang sebenarnya saya nggak ngerti-ngerti banget, jadi, ya sudahlah, hahaha.
Terus, hubungannya dengan No Kiss List apa? Jadi, ketika remaja, Naomi dan Ely punya perjanjian untuk tidak mencium orang-orang yang masuk ke daftar No Kiss List mereka, berhubung mereka tertarik dengan jenis yang sama, hehe. Menurutku, No Kiss List ini nggak punya dampak yang terlalu besar pada konflik cerita. Cuma jadi alat untuk memperkuat hubungan yang dimiliki Naomi dan Ely, yang sebenarnya udah sangat kuat kok meskipun tanpa daftar itu.
Terlepas dari banyaknya review di Goodreads yang mengatakan buku ini ‘nggak banget’, saya tetep suka. Karena cerita Naomi dan Ely mengajarkan bahwa secinta apapun kita sama seseorang, kita nggak bisa maksa orang itu mencintai kita seperti kita mencintai dia.
My favorite line from Naomi :
"Why did it take you stealing my boyfriend to make me finally understand that you will never love me the way I love you?"
"And here is why I will love Ely to my dying breath. He laughs. Snot runs down his nose. I hand him a Kleenex. Somehow I think he's never looked more beautiful. Teary-eyed, splotchy-cheeked, runny-nosed, laughing and crying. My boy."
Aaaaah, coba deh bayangin, ada seseorang yang tetep nganggep kita cakep meski saat itu muka kita belepotan, hidung meler, mata berlinang-linang, kurang sayang apa coba Naomi ke Ely???? Dan kalimat terakhirnya itu lho, my boy, duh, buat saya itu bener-bener menyesakkan dada. (Lebay!)
Poor Naomi… Saya berharap nggak pernah jatuh cinta dengan cowok gay, karena itu menyakitkan, hehehe…
PS: Lidah Indonesia saya masih aja sering nyebut Ely, E-L-I, padahal harusnya I-L-A-Y.
PS 2: Sepertinya novel ini akan dijadikan film, entah rilisnya kapan. Tapi kalau lihat dari posternya, yang memerankan Naomi dan Ely cukup oke, alias sesuai dengan bayangan saya saat membaca novelnya.
[Review ini diikutsertakan dalam Young Adult Reading Challenge 2014]
Komentar
Posting Komentar