Penulis :
Prima Santika
Penyunting :
Nana Soebianto
Penerbit :
Gramedia Pustaka Utama
Tahun Terbit :
Cetakan Kedua, Maret 2012
Halaman :
464
Ibu
Sri memiliki tiga anak gadis yang amat dicintainya, Emma, Meri, dan Lisa. Ketiganya
telah mencapai usia yang sebenarnya sudah matang untuk menikah. Namun belum ada
satu pun dari mereka yang terlihat akan menikah segera. Hal ini tentu saja
membuat Ibu Sri ketar-ketir, terutama kepada putri sulungnya, Emma, yang telah
berusia 35 tahun.
Tidak
ada yang salah dengan mereka bertiga. Emma, sebagai anak sulung, telah memiliki
butik sendiri. Begitu juga dengan kedua adiknya yang telah memiliki pekerjaan
masing-masing. Hanya saja, sepertinya jodoh belum juga datang kepada Emma.
Berkali-kali Emma dikenalkan dengan berbagai pria, kebanyakan berasal dari
kalangan dokter, mengingat suami Ibu Sri bekerja sebagai dokter. Namun, sampai
sekarang belum ada satu pun yang ‘nyangkut’.
Berbeda
dengan kakaknya, Meri telah memiliki pacar. Mas Bimo namanya. Hubungan mereka
baik, meskipun akhir-akhir Meri merasa hubungannya dengan Mas Bimo terasa amat
datar. Sudah tiga tahun mereka berpacaran, tetapi Meri belum terpikir untuk
melanjutkan hubungan mereka ke jenjang yang lebih serius. Salah satu
pertimbangannya tentu saja kakaknya, Mbak Emma.
Sementara
itu, si bungsu Lisa adalah tipe perempuan yang tidak peduli dengan hubungan
spesial dengan laki-laki. Pekerjaannya sebagai reporter begitu menyita
waktunya, sehingga tak terpikir sedikit pun untuk repot-repot mencari pacar.
satu-satunya laki-laki yang dekat dengan Lisa adalah Geri, sahabatnya sejak
kecil.
Akankah
ketiganya berhasil bertemu jodoh masing-masing dan bagaimana usaha Ibu Sri
dalam memberikan yang terbaik untuk ketiga putrinya?
Whew….
Jujur saja, sebelum mereview, saya ingin bilang, saya sudah membaca buku ini
sejak beberapa bulan yang lalu, tetapi baru ada waktu (dan semangat) untuk
menulis reviewnya sekarang, hehehe…
Sebagai
pembaca yang tidak terlalu tertarik dengan novel Metropop, entah kenapa buku Three
Weddings and Jane Austen ini menarik hati saya. Entah mungkin karena ada Jane
Austen yang disebut-sebut, meski saya sendiri tidak terlalu menyukai karya
Austen, hehehe.
Yang
jelas, saya merasa tidak menyesal membaca buku ini. Kenapa?
Ceritanya
seru. Cerita dibuka oleh prolog dari Ibu Sri. Namun keseluruhan isinya
diceritakan dari sudut pandang ketiga anaknya secara berganti-gantian. Pertama
Emma, Meri, lalu Lisa.
Baik
Emma, Meri, dan Lisa memiliki kisahnya masing-masing dan penulis memberi porsi
yang seimbang kepada mereka bertiga. Secara penokohan, setiap tokoh memiliki
karakter yang berbeda-beda, dan penulis berhasil membuat saya menyukai
ketiganya. Jadi jangan tanya siapa yang paling saya suka.
Selain
itu, saat membaca novel ini, saya merasa terhubung dengan kisah masing-masing
tokoh. Maksudnya, kisahnya tuh membumi banget, sangat mungkin dialami oleh
setiap orang. Tidak ada kebetulan-kebetulan yang dipaksakan dan kehidupan serba
‘indah’.
Jujur
saja, salah satu alasan kenapa saya tidak terlalu menyukai novel metropop,
karena berpikir kalau isinya bakal penuh dengan taburan barang-barang branded, shopping di mall-mall, ngopi-ngopi cantik di kafe, dan semacamnya. Hahaha… jahat, ya saya. Tetapi saya memang
pernah membaca novel metropop yang seperti itu, dan akhirnya jadi malas membaca yang
serupanya lagi.
Syukurlah,
novel karya Prima Santika ini tidak seperti yang saya bayangkan. Oke, Ibu Sri
dan keluarganya memang tinggal di Jakarta dan hidup berkecukupan. Tetapi
(menurut saya) tidak norak dan yah… begitulah…
Oya,
sampai lupa. Kenapa Jane Austen disebut-sebut? Ya, jadi ceritanya Ibu Sri ini
penggemar fanatik Austen, bahkan memberi nama ketiga anaknya dari nama tokoh
ciptaan Austen. Dan dalam ‘menangani’ kisah cinta yang dialami ketiga putrinya,
Ibu Sri mengambil inspirasi atau pelajaran dari kisah-kisah yang ditulis
Austen.
Intinya,
saya suka buku ini, dan tidak bisa meletakkannya sampai saya tamat membaca. Buku
ini memang buku lama, dan jujur saja, sudah cukup lama juga saya
menginginkannya. Bagi pecinta romance
yang belum baca, buku ini sangat layak dibaca. Bagi yang nggak terlalu suka
romance, buku ini juga bagus untuk dicoba. Just
give it a try!
Komentar
Posting Komentar