Opini: Menulis Review Buku Nggak Asyik, Perlukah?




Assalamualaikum…

Kali ini saya ingin membahas tentang sesuatu yang sering saya alami, yaitu malas menulis resensi buku. Lebih tepatnya lagi, malas menulis resensi buku yang menurut saya nggak asyik dan mempostingnya di blog. Kenapa?

Alasan pertama, mungkin karena saya memang malas. (Alasan apa pula ini!) 

Kedua, menulis di blog terkesan harus serius, rapi, detail, pokoknya nggak bisa komentar serampangan lah. Ada susunan resensi yang mesti diikuti. Meskipun nggak wajib seperti itu, tapi karena sudah lama menulis di blog dengan terformat, rasanya aneh kalau bikin resensi asal-asalan.

Ketiga, merasa cukup dengan memberi bintang dan komentar seperlunya di Goodreads. Menulis di Goodreads juga terasa lebih fleksibel dan hemat waktu.

Keempat, ada beberapa buku yang nggak terlalu sesuai ekspektasi saya, yang bahkan menamatkannya pun dengan usaha keras, hingga setelah selesai, aduh rasanya berat banget untuk menulis resensinya. 

Oleh karena itu, akhir-akhir ini saya sering bertanya-tanya pula, sebenarnya perlu nggak sih saya menulis resensi buku yang nggak terlalu saya suka? 

Sejujurnya, saya pernah beberapa kali memaksakan diri menulis resensi buku yang nggak asyik bagi saya. Karena, yaah, sayang aja gitu kalau nggak diresensi. Lumayan kan buat nambah-nambah postingan di blog. Tetapi saya malah merasa tulisan saya datar, kaku, dan nggak seru. 

Saya jadi bertanya-tanya juga, apakah itu karena saya nggak suka bukunya, atau saya memang sedang tidak mood menulis resensi? Satu-satunya jawaban yang muncul dari kepala saya adalah, bisa jadi karena keduanya.

Saya pun blogwalking ke berbagai blogger buku, kembali memerhatikan cara setiap orang meresensi buku yang telah dibacanya. Mencoba mempelajari cara meresensi buku yang baik dan berusaha menemukan gaya saya sendiri.

Hmm… kalau diingat-ingat lagi, ketika mengawali dunia resensi meresensi ini, saya memang melakukannya untuk buku-buku yang saya suka, bahkan amat sangat suka. Buku-buku yang membuat saya hang over dan sulit move on setelah membacanya. Dan saya menulis resensinya dengan semangat membara, berharap orang-orang juga tertarik membaca buku tersebut.

Nah, bagaimana dengan buku-buku yang bagi saya nggak asyik ini? Saya juga masih bingung.


Sebenarnya bisa saja saya menyampaikan apa yang menurut saya kurang dari buku tersebut, lebih baik bukunya seperti apa, dan sebagainya. Intinya sih, kritik yang membangun. Eaaaaaa… Tapi, tetep aja saya malas. Maunya dilupakan saja. Tetapi, seperti ada semacam perasaan bersalah gitu, lho. Such as “Why I didn’t review that book?” feeling…

Pada akhirnya, saya memilih untuk tidak memaksakan diri. Jika buku yang saya baca ternyata nggak seru, saya nggak akan memaksa untuk menulis resensinya. Bahkan, jika rasa nggak seru itu sudah muncul di awal atau di pertengahan buku, ada kemungkinan saya tidak akan lanjut membaca buku tersebut.

Meskipun begitu, saya akan tetap memberi rating dan menulis komentar di Goodreads. Yah, walau sekadar kalimat, ‘nggak terlalu suka buku ini, nggak cocok untuk saya’, dan kalimat-kalimat semacam itu, hehehe. Mudah-mudahan sih nggak banyak buku yang bikin saya nulis kayak gitu, ya…

Lagi pula, meresensi buku seharusnya menjadi suatu hal yang menyenangkan. Untuk menyampaikan kesan kita terhadap suatu buku, untuk mendiskusikan buku yang telah kita baca, untuk menjadi arsip ingatan tentang buku-buku yang pernah kita baca, dan untuk mengompori orang-orang agar membaca buku yang kita suka, hehehe.

Bagaimana dengan kamu? Apakah kamu tetap meresensi buku-buku yang nggak terlalu kamu sukai? Kenapa?

Komentar

Posting Komentar