Penulis: Eka Kurniawan
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Tahun Terbit: 2014
Halaman: 125
ISBN: 9786020303864
Ini adalah pertama kalinya saya membaca karya Eka Kurniawan,
salah satu penulis yang karyanya memenangi banyak penghargaan dan diterjemahkan
ke dalam bahasa Inggris.
Saya tidak berekspektasi tinggi saat hendak membaca kumpulan
cerpen ini, karena saya tidak terlalu terpengaruh dengan gembar-gembor pujian
yang diberikan kepada sang penulis. Meskipun begitu, saya tetap penasaran,
memang seperti apa, sih, tulisannya?
Ada sebelas cerita dalam kumcer ini. Saya tidak menangkap
adanya benang merah dari seluruh cerita yang ditampilkan, jadi mungkin memang
tidak ada tema khusus yang ingin disampaikan. Di resensi kali ini, saya akan
mengulas beberapa cerpen yang menurut saya menarik.
Pertama, Corat-Coret di Toilet, yang dipilih menjadi judul
utama kumcer ini. Awal membaca, rasanya biasa saja, tentang dinding kamar mandi
yang tak pernah bersih dari tangan-tangan usil yang suka numpang curhat. Dari
satu tulisan dibalas tulisan lainnya dan terus berbalas. Balas-membalas coretan
itu sempat berhenti karena ada sebuah tragedi di toilet (you know lah ya,
‘tragedi’ semacam apa yang bikin orang males masuk toilet), tetapi berlanjut
lagi karena ada seorang pahlawan yang kebelet dan harus masuk toilet tersebut.
Terus-terus berbalas, hingga sampai di balasan terakhir yang menjadi penutup
cerita. Pesannya dapet banget!
Kedua, Siapa Kirim Aku Bunga? Menurut saya, ini sebuah
cerita yang romantis, manis, tetapi agak tragis. Tentang Meneer Belanda yang
selalu mendapatkan buket bunga dan penasaran dengan si pengirim. Ceritanya
sederhana, tetapi entah kenapa, bikin saya ingin menulis cerita tentang gadis
penjual bunga juga. Hehehe….
Ketiga, Teman Kencan. Membaca cerita ini seperti kembali ke
zaman 90an. Mungkin karena si tokoh utama menelepon dari telepon umum. Saat
membacanya saya tidak berpikir keras untuk menebak akan dibawa ke mana cerita
ini. Ternyata akhir ceritanya seperti yang sudah sering dialami orang-orang,
baik di dunia nyata maupun di dunia fiksi. Yang unik adalah kalimat pertama di
cerita ini, “Presiden yang menyebalkan itu tumbang sudah.” Cerita ini ditulis
tahun 1999. :)
Ketiga cerita itulah yang paling menarik dan membekas bagi
saya. Yang lainnya saya tidak mau berkomentar apa-apa, karena tidak tahu apa
yang ingin dikomentari pula. Mungkin kapan-kapan saya akan membaca karya Eka
Kurniawan yang lainnya, terutama novelnya. Jujur saja, saya masih penasaran.
Komentar
Posting Komentar