Penulis: Ririn Astutiningrum
Editor: Pradita Seti Rahayu
Penerbit: Elex Media Komputindo
Tahun Terbit: 2017
Halaman: 240
Lintang dan Langit selalu merasa dunia tak adil hingga
mereka melangkah bersama. Lintang dan Langit serupa dua tapak tangan yang tak
akan bisa menjabat tanpa satu sama lain. Indahnya cinta dan dunia mereka
genggam dalam batin yang sejatinya kelam. Mereka bersama menepis sunyi, tak
peduli bagaimana hari nanti.
Satu ketika, kenyataan pahit merenggut paksa kebersamaan
mereka. Tiada lagi Lintang pada Langit. Getir demi getir dijalani masing-masing
hingga takdir kelak mempertemukan mereka kembali dalam keadaan yang berbeda.
Ada senja di antara langit dan bintang-bintang. senja yang
mengajarkan arti hidup, cinta sejati, dan perjuangan. Senja yang senantiasa
setia. Senja yang sekejap muncul lalu sirna, namun senantiasa berkorban demi
kerlip cahaya bintang.
My Review
Saya berkesempatan membaca Lintang Langit pada Senja karena
menjadi salah satu reviewer yang dipilih oleh penulisnya, Mbak Ririn. Sebelumnya, saya
mohon maaf karena baru membaca dan menulis resensi novel ini jauh dari waktu
novel ini saya terima.
Lintang Langit pada Senja bercerita tentang Lintang, gadis
kaya yang dilupakan orang tuanya. Kuliah di Bandung lalu bertemu dengan Langit,
anak penjual sepatu miskin yang muak dengan kemiskinannya. Lintang yang haus
kasih sayang mendapatkan perhatian dan cinta dari Langit, sementara Langit
mendapat fasilitas yang dia inginkan dari Lintang yang keluarganya kaya raya.
Mereka berdua saling mencintai dan sama-sama membenci Tuhan. Sebuah premis yang
cukup stereotipikal.
Kemudian, Langit menghilang. Lintang seperti kehilangan
arah. Ia mengisi waktunya dengan minum-minum, merokok, dan meratapi kepergian
Langit yang tak tahu rimbanya, sampai akhirnya jatuh ke pelukan Juna yang sejak
dahulu naksir dengan Lintang. Di saat yang sama, Guntur, adik Lintang di Surabaya juga
aneh. Dia lebih sering mengurung diri di dalam kamar dan menjerit-jerit
ketakutan. Tidak mau makan, tidak mau bicara. Sementara kedua orang tua mereka
malah sibuk dengan karier dan selingkuhan masing-masing.
Konflik ceritanya khas konflik orang kaya. Orang tua yang
sibuk mencari uang, pernikahan yang gersang, dan anak-anak yang error karena
tak mendapat perhatian dari kedua orang tua. Meskipun agak klise, namun Mbak
Ririn pandai mengemas novel ini dengan tulisan yang puitis tetapi terus
mengalir, tidak terlalu mendayu-dayu apalagi bertele-tele sehingga membuat
pembaca bosan. Kedua tokoh utama juga memiliki karakter yang cukup kuat,
meskipun saya kurang simpati dengan Lintang. Entah kenapa, saya merasa dia
terlalu lebay.
Selain Lintang dan Langit, ada pula Senja. Jika dilihat dari
judul, memang seperti menggambarkan cinta segitiga. Namun, cinta segitiga yang
ini berbeda. Bukan ala-ala rebutan cowok tokoh utama atau si cowok tokoh utama
merasa bimbang harus pilih yang cewek yang mana. Alur cerita membuat Langit
sebagai satu-satunya tokoh utama cowok di sini tidak harus memilih. Begitu juga
dengan Lintang dan Senja yang tidak rebutan. Lalu, Langit dengan siapa? Dengan
Senja atau Lintang? Baca sendiri ceritanya.
Novel ini tidak terlalu tebal, tetapi isinya cukup padat.
Selain konflik di antara tokoh, Mbak Ririn juga menyelipkan berbagai
pengetahuan tentang tempat-tempat yang menjadi latar cerita sehingga pembaca
bisa lebih memahami dan membayangkan seperti apa tempat tersebut. Terselip juga
kisah-kisah sahabat Rasulullah saw. yang bisa menjadi pengingat kita saat
mengalami keterpurukan.
Ada satu hal yang membuat saya geregetan di bagian akhir
cerita. Yaitu, tentang Nawang adik Langit. Ah, pokoknya sebal saja dengan hal
itu. Sekali lagi, kalau penasaran baca saja buku ini. Insya Allah, tidak hanya
sekadar sebagai hiburan tetapi juga sebagai pengingat dengan cara yang lembut tetapi
mengena ke dalam hati.
Terima kasih kepada Mbak Ririn dan Penerbit Elex atas hadiah
novel ini. Semoga novel ini dibaca banyak orang dan memberi manfaat kepada para
pembacanya. Amiin.
Komentar
Posting Komentar