Penulis: Alnira
Penyunting: @zainulmind
Penerbit: Wahyu Qolbu
Tahun terbit: Cetakan Pertama, Maret 2018
Halaman: 328
ISBN: 978-602-6358-49-3
“Orang yang bilang semua agama sama itu dia sedang berada dalam kebingungan. Kalau sama, alangkah enaknya manusia bisa lompat-lompat dari ajaran satu ke ajaran yang lain. Untuk apa ada iman kalau kita meyakini semua sama? Kalau tentang semua mengajarkan kebaikan itu saya akui. Makanya tadi saya bilang, agama itu memanusiakan manusia. Karena di dalam semua agama diatur bagaimana cara manusia bersikap agar tidak keluar dari norma-norma yang ada.”
Riley Anderson, pemuda
Australia yang sepanjang hidupnya tidak pernah susah, berwajah tampan, bergelimang
harta, dan memiliki keluarga yang amat mencintainya. Meskipun demikian, riley
tetap merasa ada ruang hampa di dalam hatinya. Menurutnya, ada yang salah
dengan tujuan hidupnya. sesuatu yang sekuat apa pun dia mencari tetapi tetap
tidak menemukan jawabannya.
Shafana Kanzia Nadhifah,
seorang muslimah muda yang sedang berada di persimpangan jalan. isi kepalanya
dipenuhi dengan begitu banyak pertanyaan tentang agamanya sendiri. Ia tengah
ragu atas keyakinannya. Ia pun sedang dalam pencarian. Keduanya bertemu dan
keduanya saling bertukar isi kepala.
My Review
Saya mengetahui buku ini dari
akun Instagram One Week One Book. Ada yang meresensi buku ini dan katanya
bagus. Karena penasaran, saya pun kepoin akun penulisnya. Dia merepost beberapa
postingan akun Instagram yang –tentu saja- memuji novel ini.
Dari kebanyakan resensi atau
ulasan yang membahas The Purpose of Life, memang sudah tergambar kalau ini
adalah novel bernapas Islami. Terlihat juga dari blurb-nya yang menggambarkan
dua orang yang sama-sama sedang melakukan pencarian jati diri. Mencari tahu
akan hakikat hidup dan makna keberadaan kita di dunia ini.
Awal-awal saya membaca The
Purpose of Life, komentar saya adalah, “Duh, bahasanya ‘telling’ banget. Dan ada
beberapa kalimat yang rasanya terlalu panjang dan belibet padahal bisa
diringkas dan dibuat sederhana.” (sepertinya insting editor sering keluar kalau
sedang membaca novel orang, hehehe)
Ketika sampai di tengah, komentar
saya, “Wow, padet banget yah novel ini. Isinya banyak percakapan pula.” Serius,
lembar demi lembar isinya percakapan yang membahas pertanyaan-pertanyaan Riley
tentang agama Islam.
Kabar baiknya, The Purpose of
Life mengangkat pertanyaan-pertanyaan yang seriiiiing banget muncul di khalayak
ramai, terutama yang belum paham dengan Islam atau masih gamang dengan
keyakinannya.
Nah, poin inilah yang bikin saya
penasaran. Saya ingin tahu apakah penulisnya membahas hal-hal tersebut sesuai
dengan yang seharusnya atau bagaimana. Maklum, saya termasuk pembaca yang hati-hati
jika sudah berkaitan dengan tema-tema agama. Sebagai pembaca, saya memiliki
prinsip harus bisa memfilter informasi yang kita terima dari buku yang kita
baca.
Alhamdulillah, buku ini ‘lurus’
alias ‘sesuai’ alias ‘tidak melenceng’, jadi sangat aman dibaca siapa saja yang
ingin tahu dan ingin lebih memahami Islam lewat cara yang tidak terlalu kaku
dan berat. Yang (merasa) sudah paham Islam pun bisa membaca buku ini karena
banyak sekali perkataan-perkataan ‘makjleb’ yang akan mengingatkan kita kembali
tentang tujuan hidup ini (just like the title, The Purpose of Life).
Itu dari segi tema yang diangkat,
ya. Intinya bagus dan layak banget dibaca siapa saja yang ingin memahami Islam
lewat cara yang tidak terlalu berat. Sekarang saya ingin membahas dari sudut
pandang sebuah novel.
Karena isinya lebih banyak
percakapan tentang kegamangan tokoh-tokohnya, ekplorasi kepribadian dua tokoh
utama kita (Riley dan Shafa) menjadi kurang. Penulis hanya menggambarkan Riley
sebagai seorang yang tidak tahu tujuan hidupnya tanpa menjelaskan penyebabnya
apa. Padahal, penyebab ini bisa menjadi penggerak utama yang membuat Riley
memutuskan ikut Shafa ke Palembang untuk belajar agama Islam.
Jika memang di novel ini Riley
digambarkan antipati dengan Islam, mengapa dia malah memilih belajar agama
Islam dibanding agama-agama lain, misal Hindu, Budha, Kristen. Apalagi Riley
ini kan agnostik, tidak beragama tapi masih percaya ada kekuatan yang
menciptakan dunia dan segala isinya. Jika dipikir-pikir, seharusnya Riley bisa
saja dong memilih mempeljari agama-agama selain Islam untuk mencari jati
dirinya.
Begitu juga dengan Shafa. Shafa
digambarkan sebagai perempuan yatim piatu yang diurus oleh pamannya. Saat novel
berlangsung, Shafa sudah kuliah semester akhir (mau wisuda). Orang tuanya
meninggalkan kekayaan yang banyak untuk Shafa dan Shafa dikaruniai keluarga
paman yang sangat menyayanginya. Kondisi seperti itu sebenarnya masih kurang
menggerakkan Shafa untuk merasa gamang dan bertanya-tanya. Maksudnya, bisa saja
penulis menceritakan sekelumit kisah Shafa yang menguatkan keinginan Shafa
untuk mencari jati diri.
Selain itu, seperti yang saya
singgung di bagian awal, novel ini penuh dengan percakapan dan bagian narasi
pun lebih banyak diisi dengan cara ‘telling’. ‘Telling’ tidak salah karena
sebuah cerita juga butuh komponen ini, akan tetapi alangkah baiknya jika
diimbangi dengan ‘showing’.
Terlepas dari kekurangan itu,
saat saya tiba di akhir buku saya merasakan sesuatu yang membuat saya mengerti
mengapa banyak yang memuji The Purpose of Life. Saya agak sulit menggambarkan
perasaan itu, yang jelas saya merasa, “Oh, pantas saja orang-orang bilang novel
ini bagus. Ternyata setelah baca sampai habis, baru kerasa bagusnya. Pokoknya,
benar-benar layak baca dan layak koleksi, deh.”
Saya juga cukup suka dengan
sampulnya yang tidak mengumbar janji “novel pembangun jiwa”, “novel religi”,
atau “novel islami”. Ternyata tanpa embel-embel itu pun, novel ini sangat
menggugah dan sangat islami.
The Purpose of Life adalah karya
Alnira yang pertama kali saya baca. Sebelumnya, saya malah belum pernah
mendengar nama penulis ini. Saya harap, Alnira kembali melahirkan novel-novel
sejenis The Purpose of Life yang menyentuh hati pembaca dan meninggalkan kesan
yang istimewa.
Ulasan yang menarik dan membuat saya jadi ingin baca bukunya juga. Saya lupa kapan terakhir kali baca novel yang nilai agama Islamnya kental. Semoga saya berjodoh dengan buku ini dan sama-sama bisa membagikan kesan baik kepada yang lain.
BalasHapusAmiin, semoga bisa baca buku ini juga ya. Masih terbit tahun ini kok, mudah-mudahan masih beredar di toko buku :)
Hapus