Penulis:
Seno Gumira Ajidarma
Penerbit:
Kepustakaan Populer Gramedia
Tahun
Terbit: Cetakan Ketiga, Desember 2017 (Diterbitkan pertama kali Agustus 2003)
Halaman:
242
ISBN:
978-602-424-410-1
“Hidupku
penuh dengan kesedihan, karena itu aku selalu mengembara.”
Maka
pengembara itu pun tiba di Negeri Senja, yang selalu berada dalam keadaan senja
karena matari tersangkut di cakrawala dan tidak pernah terbenam selama-lamanya.
Bagi sang pengembara, yang selalu memburu senja terindah ke berbagai pelosok
bumu, pemadangan itu merupakan hal terbaik dalam hidupnya.
Namun,
bukan hanya pesona senja yang dia temukan. Di balik keindahan senja terdapat
drama manuia dalam permainan kekuasaan: intrik dan terror, perlawanan dan
pemberontakan, penculikan dan pembantaian. Mampukah Negeri Senja melepaskan
diri dari penindasan Tirana, perempuan penguasa yang buta dan tiada pernah
terlihat wajahnya?
Di bagian
paling bawah sinopsis buku di sampul belakang tertulis: Roman petualangan
tentang cinta yang berdenyar di antara kilau belati, cipratan darah, dan
pembebasan iman.
Sementara
saya merasa buku ini bukan tentang petualangan tentang cinta. Ah, tetapi cinta
bisa luas maknanya. Jika maksud cinta di sini hubungan kekasih antara laki-laki
dan perempuan, sepertinya tidak terlalu
cocok. Memang ada, tetapi bukan fokus utama.
Buku ini
menceritakan tentang Negeri Senja dan segala hal yang terjadi di dalamnya dari
sudut pandang seorang pengembara asing. Negeri Senja tidak tercantum di dalam
peta, tempatnya rahasia, selalu dalam keadaan senja, penduduknya memakai
pakaian tertutup dan jarang bicara. Sekilas saya malah teringat dengan negara
seperti Afghanistan atau Irak saat membaca deskripsi seperti ini.
Di Negeri
Senja, penguasanya adalah Tirana yang telah berkuasa selama 200 tahun. Tirana
tak bertambah tua, tak pernah terlihat wajahnya, tak pernah terdengar ia
bicara, tetapi ia mampu membaca pikiran siapa saja lewat cahaya. Oleh karena
itu, penduduk Negeri Senja lebih suka berada di dalam remang-remang atau
kegelapan karena takut pikirannya dibaca oleh Tirana.
Apakah
penduduk Negeri Senja berhasil menggulingkan kekuasaan Tirana atau Tirana
berhasil mengatasi berbagi pemberontakan dan terus berkuasa untuk ratusan tahun
selanjutnya? Bagaimana dengan akhir kisah si pengembara sendiri, apakah dia
akan terus tetap tinggal di Negeri Senja atau melanjutkan pengembaraannya?
Saya
berharap menemukan ending yang memikat, mengesankan, dan membuat saya
terbayang-bayang dengan kemungkinan kisah selanjutnya. Ternyata saat sampai di
sana, endingnya biasa saja, terkesan datar dan cukup bisa ditebak.
Entahlah,
mungkin saya yang memang terlalu sulit mencerna karya sastra atau bagaimana. Walau bagaimanapun, Negeri Senja adalah sebuah novel yang cukup menarik dengan karakter Negeri Senja itu sendiri.
Oiya, di
halaman paling akhir, ada tulisan kecil dari penulis yang menyebut-nyebut
Timbuktu. Apakah Negeri Senja terinspirasi dari daerah tersebut? Mungkin,
hehehe.
Komentar
Posting Komentar