Resensi Buku: Tentang Kamu

Penulis: Tere Liye
Penyunting: Triani Rahmawati
Penerbit: Republika
Tahun Terbit: Cetakan Ketujuh, Desember 2016
Halaman: 524
ISBN: 978-602-082-234-1


Zaman Zulkarnaen adalah seorang pengacara di firma hukum Thompson & Co.. Ia ditugaskan menelusuri salah satu klien mereka, Sri Ningsih, yang baru saja meninggal di panti jompo Paris. Tugas Zaman adalah mencari keberadaan ahli waris atau surat wasiat Sri Ningsih, karena wanita tua asal Indonesia yang tampak seperti orang biasa-biasa saja itu ternyata memiliki warisan yang begitu besar, lebih dari 19 triliun rupiah! Jika Zaman tidak menemukan ahli waris atau surat wasiat yang sah dalam tenggat waktu yang telah ditentukan, harta warisan Sri Ningsih (yang memiliki paspor Inggris) akan menjadi milik Ratu Inggris. 

Zaman harus bersicepat dengan waktu, menengok kembali ke masa lalu, dan merangkai setiap puzzle untuk menemukan kisah utuh kehidupan Sri Ningsih. Seorang perempuan yang tidak terkenal tetapi memiliki kisah hidup yang luar biasa.

My Review

Setelah lama tidak membaca novel Tere Liye, akhirnya saya membaca lagi karya penulis yang sempat menghebohkan dunia perbukuan karena menuntut pajak penulis dihapus atau dia tidak akan menerbitkan buku-bukunya lewat penerbit mayor. Ujung-ujungnya, buku-bukunya tetap diterbitkan oleh dua penerbit mayor dan masih nongol di berbagai toko buku.

Setelah ketinggalan banyak novel terbaru Tere Liye, adik saya menyarankan membaca ‘Tentang Kamu’ lebih dulu ketimbang novel-novel lainnya. Beberapa teman juga menyarankan hal yang sama. Akhirnya, saya mulai membaca ‘Tentang Kamu’.

Bagian awal novel masih terasa kaku dan sedikit membosankan. Saya belum tertarik dengan tokoh Zaman dan pekerjaannya. Mungkin karena saya juga tidak tahu Thompson and Co. bergerak di bidang apa. Setelah nama Sri Ningsih muncul, cerita mulai menarik. 

Saat Zaman sampai di Pulau Bungin untuk mencari petunjuk kehidupan awal Sri Ningsih, saya tidak bisa berhenti membaca. Dan akhirnya saya membaca ‘Tentang Kamu’ semalam suntuk sampai tamat. Hal ini menunjukkan Tere Liye masih begitu piawai meramu alur cerita dan menciptakan tokoh yang begitu kuat, begitu menarik, dan begitu hidup seperti Sri Ningsih.

Saya paling suka saat Zaman menelusuri jejak kehidupan Sri Ningsih di Jakarta. Saya seolah bisa membayangkan Jakarta tahun 70an. Saat Monas baru dibangun, saat gedung-gedung belum banyak berdiri, saat lapangan dan tanah luas masih mudah ditemui. Meskipun bagian ini hanya secuplik dari keseluruhan cerita, saya merasa penggambaran Tere Liye tentang Jakarta masa lalu lebih hidup ketimbang yang dideskripsikan di novel Jakarta Sebelum Pagi yang tema besarnya adalah Jakarta pada masa lalu.

Kecerdasan dan ke-tahanbanting-an Sri dalam melalui cobaan juga membuat saya salut. Saya sampai bertanya-tanya, mungkin nggak sih ada orang seperti Sri di kehidupan nyata? Kalau saya menjadi Sri, saya mungkin sudah menyerah dari awal, sejak Sri masih dalam ‘pengasuhan’ ibu tirinya yang mendadak kejam.

Namun, ada beberapa pertanyaan yang mengganjal di hati usai membaca buku ini. 

(MUNGKIN INI SPOILER, HARAP BERHATI-HATI)

  1. Saya sudah bisa menebak Ningrum itu Sulastri, yang bikin saya penasaran adalah, mengapa Sulastri hanya mengejar-ngejar dan ‘menghantui’ Sri Ningsih? Kenapa bukan Nuraini dan Arifin, yang jelas-jelas menjadi alasan Sulastri berkhianat? Apa mungkin karena Sulastri mengira Nuraini dan Arifin ikut tewas saat dikunci di dalam gudang sehingga satu-satunya yang bisa ia kejar-kejar hanya Sri Ningsih? 
  2. Saat Sri Ningsih mengirim surat dari Paris kepada Nuraini, apakah Nuraini membaca surat tersebut? Kalau membaca, berarti Nuraini tahu kalau Sri Ningsih punya surat wasiat, dong? Terus, kenapa Nuraini nggak langsung bilang ke Zaman tentang surat itu? Atau Nuraini nggak pernah membuka surat tersebut sampai Zaman datang? Kalaupun misalnya surat itu hanya boleh dibuka saat Sri Ningsih sudah meninggal, bukankah saat Zaman datang dan memberi tahu Nuraini, mereka bisa membaca surat itu bersama-sama? Atau Nuraini memang ingin ‘ngerjain’ Zaman, supaya ada seseorang yang menelusuri kisah hidup Sri Ningsih?
Bagi yang telah membaca novel ‘Tentang Kamu’ dan memiliki pendapat atau mengetahui jawaban dari pertanyaan-pertanyaan saya, sangat diharapkan memberi komentar, karena saya benar-benar penasaran. Mungkin karena saya membacanya semalam suntuk, ada beberapa bagian yang tidak tercerna dengan sempurna di otak saya, hehehe. Atau bisa jadi memang ada plot hole dalam novel ini. (Nggak bermaksud cari-cari kesalahan, lho, sueerr!)

Yang jelas, saya nggak mengerti mengapa cover buku ini adalah sepasang sepatu laki-laki berwarna cokelat. Apakah ini sepatu Zaman? Ataukah ini sepatu Hakan? Mengapa memilih sepatu? Apa filosofinya? Mengapa bukan sepatu Sri Ningsih saja mengingat sebagian besar isi buku ini adalah kisah hidup dia?

Saya banyak pertanyaan banget, ya? Hahahaha….

Ya sudahlah, apa pun covernya, jika penulisnya Tere Liye, sudah jaminan laris manis. Jadi mungkin redaksi tidak terlalu memusingkannya. Mungkin….

Komentar