Resensi Buku: Too Cold to Handle

Penulis: Sofi Meloni
Penyunting: Afrianty P. Pardede
Penerbit: Elex Media Komputindo
Tahun Terbit: 2018
Halaman: 273
ISBN: 978-602-04-7773-2


Cantika begitu ngebet ingin menikah dengan Gunawan, laki-laki super dingin yang cuek sekali kepadanya. Berbagai cara Tika lakukan agar Gunawan sedikit memperhatikan dirinya. Sayang sekali, sepertinya usaha Tika menaklukkan manusia es itu akan sia-sia karena Gunawan tampak tak terlalu menggubris usaha Tika untuk mengakrabkan mereka sebelum berlanjut ke jenjang sebelumnya, pernikahan.

Sisa waktu yang Tika punya tinggal dua bulan untuk membuat Gunawan jatuh cinta kepadanya atau perjodohan keduanya terancam dibatalkan. Berhasilkah Tika? 

My Review

Awal saya tahu novel Too Cold to Handle karena baca resensi buku ini di suatu blog buku dan yang bikin tertarik apa coba? Karena tokoh utama cowoknya bernama Gunawan! Saya tuh suka banget sama Gunawan mantan suaminya Paramitha Rusady dan entah kenapa saat tahu ada novel dengan tokoh utama bernama Gunawan yang terbayang di otak saya ya Gunawan yang itu. Terus jadi ingin baca, deh! (Absurd dan impulsive sekali, bukan? Apalagi jarang-jarang novel sekarang pakai nama Gunawan, biasanya kan pakai nama yang keren dan kekinian).

Bagian awal novel ini sebenarnya cukup menarik. Cerita dikisahkan dari sudut pandang aku orang pertama alias Tika sendiri. Saya membayangkan alur cerita novel ini seperti film romcom Hollywood, dengan tokoh utama perempuan yang sembrono dan agak konyol. Sayang sekali, semakin ke tengah cerita dan sampai di akhir, saya agak kecewa dengan cerita ini.

Entah karena saya yang terlalu berekspektasi tinggi atau alasan lain yang tidak diketahui penyebabnya, cerita bergerak datar dan biasa-biasa saja. Memang, sih, ada bagian Tika melakukan ‘kebodohan-kebodohan’ dan bagian tentang sikap Gunawan yang bikin Tika kalangkabut dan merasa Gunawan benar-benar nggak suka sama dia, sisanya… hmm… entahlah, kurang memuaskan, hehehe.

Too Cold to Handle tidak hanya fokus kepada usaha Tika menaklukkan Gunawan, ada juga kisah persahabatan Tika dengan Sarah dan Jo. Sarah punya masalah sendiri yang mau tidak mau ‘menyinggung’ kehidupan Tika dan akhirnya berpengaruh juga ke hubungan Tika dan Gunawan. 

Sementara itu, bagian akhir cukup mudah ditebak. Memang sudah ada petunjuk di sana-sini tentang perasaan Gunawan kepada Tika dan hal itulah yang bikin mudah ditebak. Mungkin penulis ingin menunjukkan kalau bagian akhir tidak serta merta seperti itu, melainkan ada sebab musababnya. Akan tetapi, saya berharap sesuatu yang berbeda dari cerita kebanyakan. Kalaupun bagian akhirnya seperti yang sudah bisa ditebak, saya berharap ‘dipoles’ lagi biar lebih berkesan.

Dari segi karakter, unfortunately I don’t really like Tika’s attitude, terutama sikapnya dalam urusan pekerjaan. Diceritakan Tika ini anak orang kaya, orangtuanya punya perusahaan, jika dia mau dia bisa saja berada di jabatan tinggi berkat orang tuanya. Namun, Tika ingin memulai dari nol tanpa membawa nama orangtuanya. Sayangnya, setelah mendapat pekerjaan, Tika malah lebih sibuk ngurusin Gunawan ketimbang peduli terhadap pekerjaannya. 

Yang bikin saya kurang suka adalah Tika terkesan menganggap enteng pekerjaannya. Kalau dia mau bekerja dari bawah tanpa bawa nama orang tua, kenapa saat sudah bekerja malah mikirin cowok? Rasanya kurang konsisten.

Sementara itu, Gunawan, yang dijuluki Sarah manusia es, adalah tipikal cowok-cowok cool di drama Korea. Yang digambarkan cuek dan tidak banyak bicara, tetapi diam-diam perhatian. Dari sinopsisnya memang sudah dikasih tahu kalau Gunawan tipikal cowok seperti itu, sih, tetapi saya berharap sikap dinginnya ‘berkelas’ gitu. (Apa coba maksudnya ‘dingin berkelas’???) Bingung ngejelasinnya, hahaha….

Dua lagi karakter yang muncul cukup banyak di cerita ini adalah sahabat Tika, Sarah dan Jo. Sarah sudah muncul dari awal, selalu mengingatkan Tika untuk ‘mawas diri’ alias lebih baik menyerah daripada susah payah mengejar hati Gunawan. Akan tetapi, dia juga punya masalah sendiri dan saya kurang cocok dengan sikap Sarah saat menghadapi masalah itu. Kalau Jo, tidak terlalu banyak muncul kecuali di bagian akhir dan perannya di cerita ini nggak terlalu besar.

Akhir kata, Too Cold to Handle cukup menarik dan menyenangkan untuk dibaca tetapi tidak terlalu memberi ‘kepuasan’ saat selesai membacanya, seperti ada yang kurang. I’m sorry, but honestly, I feel a little bit disappointed. Semoga karya selanjutnya lebih bagus dari ini.


Komentar