Resensi Buku: Nona Teh dan Tuan Kopi


Penulis: Crowdstroia
Penyunting: Gita Romadhona & Adhista
Penerbit: KataDepan
Tahun Terbit: Cetakan Kedua, 2017 (Cetakan Pertama, 2017)
Halaman: 352
ISBN: 978-602-6475-29-9


Nona Teh dan Tuan Kopi bercerita tentang Varsha, wanita karier berusia tiga puluh tiga yang belum juga menikah. Akan tetapi, Varsha sepertinya tidak terlalu pusing memikirkan status lajangnya karena ada masalah lain yang harus dia hadapi. Dia adalah Nona Teh di cerita ini.

Hubungan Varsha dengan ayahnya renggang, karena Varsha satu-satunya anak yang mengetahui ayahnya berselingkuh. Seolah belum cukup dengan itu, dua kakak laki-laki Varsha juga berselingkuh dari istri masing-masing dan para istri hendak menggugat cerai mereka. 

Kemudian, ada si Tuan Kopi. Dia adalah Regen, pria berusia matang yang memegang jabatan tinggi di kantornya. Sama seperti Varsha, Regen juga belum menikah. Namun, ia memiliki alasan tersendiri kenapa sampai sekarang belum memutuskan untuk berkeluarga. Dia memiliki masa lalu dan masa lalu itu ternyata berhubungan dengan Varsha, orang-orang yang diam-diam dia sukai.

My Review

Sebelum membaca novel ini, saya pikir cerita akan berkutat pada kisah percintaan antara Nona Teh dan Tuan Kopi. Saya juga mengira usia mereka saat cerita ini berlangsung sekitar 20an tahun. Risiko karena nggak baca sinopsis. Ternyata saya salah.

Dari awal sampai hampir pertengahan buku, pembaca disuguhi kisah Varsha dan keluarganya. Tentang ayahnya yang selingkuh, dua kakak laki-lakinya yang selingkuh, ibunya yang kukuh mempertahankan keluarganya sekaligus keluarga anak-anaknya, dan para keponakan Varsha yang terancam menjadi anak broken home. 

Saya sempat berpikir, mungkin latar ayahnya berselingkuh itu yang membuat Varsha belum menikah sampai sekarang. Mungkin dia trauma, mungkin dia takut, sehingga tidak mau menikah. Namun, sepertinya cerita tidak terlalu fokus ke soal Varsha yang takut menikah. Dia tampak biasa-biasa saja dan merasa mungkin jodohnya memang belum datang.

Ada sedikit kisah tentang Varsha yang berusaha dijodohkan oleh sahabatnya. Cowok yang dikenalkan kepada Varsha bernama Rastra dan saya sempat kecele, mengira dialah si Tuan Kopi. Ternyata bukan. Ujung-ujungnya Rastra malah ‘dekat’ dengan Izza, pengurus panti asuhan yang kerap didatangi Varsha.

Jadi, di mana si Tuan Kopi? Tuan Kopi alias Regen di kisah Varsha masih bayangan samar-samar yang muncul lewat berbagai kebetulan. Kemudian, di pertengahan cerita, saya menyadari cerita ini dibagi dua bagian. Pertama, bagian Nona Teh dengan latar Jakarta tahun 2013. Kedua, bagian Tuan Kopi dengan latar Jakarta tahun 2015.

Salah satu kelebihan buku ini adalah gaya bercerita si penulis yang mengalir dan tidak membosankan. Walaupun dari awal cerita masih berputar-putar tentang keluarga Varsha, saya mengikutinya dengan baik. Malah sampai lupa dengan si Tuan Kopi.

Namun, saat di bagian Tuan Kopi, saya malah pusing. 

Pertama, saya pusing dengan garis keluarga Regen yang diceritakan di buku ini. Jadi, pada tahun 2015, Varsha pindah kantor dan ternyata Regen adalah atasannya. Pimpinan kantor itu masih ada hubungannya dengan keluarga Regen, adik ipar dan keponakan Regen juga bekerja di sana dan berinteraksi dengan Varsha. Jujur, saya benar-benar bingung dengan penjelasan Klavier, adik Regen, tentang susunan keluarga mereka.

 Kedua, saya juga pusing dengan keanehan tingkah Regen. Walaupun begitu, saya mencoba memahami, mungkin penulis sengaja membuat kelakukan Regen serba misterius untuk dibahas di buku selanjutnya.

Setelah saya tamat membaca Nona Teh dan Tuan Kopi, saya membuka Goodreads dan membaca review-review yang membahas buku tersebut, berharap mendapat sedikit pencerahan.

Lucunya, review-review di Goodreads terbagi dua antara yang memberi bintang lima dan bintang dua atau bintang tiga karena yah mungkin iba atau bagaimana, saya kurang tahu. Saya hampir kasih bintang dua juga karena kepusingan yang saya rasakan, tetapi akhirnya saya tambahkan satu untuk cerita yang mengalir.

Di salah satu review (yang memberi sedikit bintang), dia menyoroti ‘keanehan’ keluarga Varsha. Salah satunya adalah tentang kakak Varsha, Wirga, yang disidang oleh keluarga karena ulahnya berselingkuh, sedangkan si istri malah nggak ada di persidangan tersebut. Menurutnya, itu hal aneh karena keluarga terlalu turut campur dengan masalah pernikahan anaknya.

Well, dia benar. Keluarga besar, terutama dari pihak orangtua atau mertua, sebaiknya tidak terlalu turut campur masalah pernikahan anaknya. Akan tetapi, itu kondisi yang ideal, kan? Ada juga kondisi yang tidak ideal, ya seperti keluarga Varsha itu. Ayah dan ibunya ‘marahin’ kakaknya di depan adik-adiknya karena kakaknya selingkuh. Bisa jadi penulis memang memotret keluarga yang aneh seperti itu, kan?

Saya sendiri tidak terlalu mempermasalahkan keluarga Varsha yang ‘aneh’. Saya malah bingung, kenapa kok cerita terlalu banyak berputar di kehidupan keluarga Varsha, bukannya Varsha dengan Regen? 

Memang ada sedikit petunjuk tentang keberadaan Regen di bagian cerita Varsha, seperti Varsha menduduki meja yang habis dipakai Regen di suatu kafe. Varsha menemukan map kuning berisi gambar-gambar di sebuah toko di Jerman, yang ternyata itu punya Regen. Uang sumbangan yang dikasih Varsha ke panti asuhan sama besarnya dengan uang sumbangan Regen dan diberikan pada waktu yang sama pula. Akan tetapi, ya itu saja.

Hubungan Varsha dan Regen baru terjalin di bagian cerita Tuan Kopi. Itu pun hanya hubungan di tempat kerja, walaupun penulis lagi-lagi memberi petunjuk kalau Regen tertarik kepada Varsha. Ujung-ujungya Regen menghilang, dan anggota keluarga Regen yang satu kantor dengan Varsha malah minta Varsha mencari tahu keberadaan Regen.

Ini sedikit aneh menurut saya. Memang ketertarikan Regen kepada Varsha dapat dilihat oleh anggota keluarga Regen. Akan tetapi, kenapa kok ujug-ujug minta tolong ke Varsha yang notabene bukan siapa-siapanya Regen kecuali bawahannya di kantor?

Kalau memang masa lalu Regen dan Varsha berhubungan, di cerita ini digambarkan yang tahu itu hanya Regen. Keluarganya yang lain nggak tahu, Varsha juga nggak tahu. Namun, dengan dimintanya Varsha mencari tahu keberadaan Regen, seolah-olah anggota keluarganya tahu Regen dan Varsha punya keterkaitan masa lalu. Untunglah, Varsha cukup logis dengan tidak serta merta menyusul Regen. Kalau tidak, makin heranlah saya.

Satu hal lagi yang saya sayangkan dari novel ini adalah tokohnya terlalu banyak. Kakak Varsha saja ada dua, terus istri-istrinya, terus keponakannya. Adik Varsha, Kimala, juga sudah punya anak. Ada Helen, sahabat Varsha, yang muncul sedikit doang. Ada Rastra dan Izza. Belum lagi di bagian Regen. Ada Aksel, Valerio, Klavier, Hardana, Hariawan, Griselda, Paula. Woaaah, benar-benar pusing saya.

Banyak yang bisa ‘digunting’ sebenernya dari cerita ini kalau memang mau fokus dengan hubungan Nona Teh dan Tuan Kopi. Mungkin bisa jadi cukup satu buku saja. Yah, tetapi itu semua kan balik lagi ke tangan penulis dan editornya. Saya sebagai pembaca hanya bisa mengkritik, hehehe. Maafkan.
Oiya, saya juga sempat mengira kalau cerita ini akan membahas banyak tentang teh dan kopi karena judulnya seperti itu. Ternyata teh yang disebut di sini cuma teh kamomil. Sementara kopi, cuma saat Regen menjelaskan sedikit istilah-istilah kopi kepada Varsha. 

Pada lembaran terakhir, ada cuplikan cerita untuk buku kedua yang sedikit memberi gambaran tentang ‘keanehan’ sikap Regen. Membaca itu membuat saya cukup penasaran dengan keterkaitan masa lalu Varsha dan Regen, sebenarnya mereka itu apa dan kenapa. Akan tetapi, untuk membaca buku kedua… hmm… nanti deh dipikir-pikir dulu.

Komentar