Penulis:
Hernowo Hasim
Penyunting:
Ikhdah Henny
Penerbit: B
First (Bentang Pustaka)
Tahun
Terbit: Cetakan Pertama, November 2017
Halaman:
216
ISBN:
978-602-426-088-0
Saya
membeli buku ini karena terpikat dengan subjudulnya, mengejar kebahagiaan
dengan menulis, meskipun kadang masih bertanya-tanya, apakah kebahagiaan perlu
dikejar. Sayangnya, saat melihat halaman pertama, subjudulnya berubah sedikit
menjadi ‘menulis untuk mengejar kebahagiaan’. Maksud dan artinya memang masih
sama, tetapi rasa bahasanya bagi saya terasa berbeda.
Selain
terpikat dengan subjudul, saya juga penasaran dengan karya alm. Hernowo Hasim
yang dikenal sebagai penggiat literasi dan telah menghasilkan puluhan buku,
khususnya buku-buku bertema membaca dan menulis.
Inti buku
Free Writing sebenarnya sederhana saja. Penulis mengajak pembaca untuk menulis
secara bebas, menulis tanpa berpikir, menulis tanpa takut salah dan tanpa
diedit terlebih dahulu. Pokoknya,menulis saja. Atau mengutip kalimat Natalie
Goldberg yang sering diulang di buku ini, ‘keep your hands moving’.
Namun,
sebelum membahas teknik free writing, penulis menjelaskan dulu asal muasal
teknik free writing beserta tokoh atau penulis yang menggagas konsep ini. Jujur
saja, saat membaca bagian ini saya merasa bosan karena terlalu banyak
menyebutkan judul-judul buku dan tokoh-tokoh yang tidak saya kenal. Saat
melihat buku ini, yang saya ingin segera tahu adalah bagaimana cara free
writing dan bagaimana free writing itu membawa atau memberi kebahagiaan kepada
penulisnya.
Nah, jadi
langsung saja saya tuliskan kembali teknik dan latihan free writing yang
dijelaskan penulis.
Penulis
mengajak pembaca untuk latihan free writing setiap hari selama sebulan. Per
hari ambil waktu 10 menit (bukan waktu yang lama, kan?). Dalam sebulan dibagi
empat pekan dengan pembagian seperti berikut:
Pekan
pertama latihan menulis free writing. Karena namanya free writing, jadi ya
tulislah sebebas dan sesuka hati. Jangan mikir, jangan takut salah, jangan
ragu. Pokoknya, tulis saja. Gerakkan terus tanganmu sampai 10 menit berlalu.
Toh, tulisan tersebut tidak akan diperiksa dan tidak akan dibaca orang lain.
Pekan kedua
latihan menulis mengikat makna. Apa itu mengikat makna? Penulis memiliki buku
sendiri yang membahas tentang mengikat makna (dan menjadi buku best seller),
tetapi beliau membahas sedikit tentang mengikat makna dalam buku ini.
Sederhananya,
mengikat makna adalah menulis kesan atau gagasan yang kita dapat setelah
membaca suatu tulisan. Untuk latihan mengikat makna, sebaiknya menggunakan
bacaan yang tidak terlalu panjang.
Jika
tulisan itu berupa artikel, cukup yang panjangnya 500-700 kata. Jika buku,
cukup 3-7 halaman. Latihan ini bukan menekankan pada banyaknya tulisan yang
dibaca, melainkan gagasan, kesan, atau apa pun yang muncul saat membaca tulisan
tersebut. Nah, tulislah gagasan atau kesan yang muncul tersebut dengan bebas,
tanpa takut salah dan sebagainya.
Pekan
ketiga selang-seling antara free writing dan mengikat makna. Misal, hari
pertama free writing, hari kedua mengikat makna. Begitu seterusnya selama
seminggu.
Pekan
keempat adalah menulis free writing yang terarah. Maksudnya, kita tetap menulis
secara bebas tetapi menggunakan suatu tema. Latihan ini untuk persiapan tulisan
yang akan dipublikasikan. Misalnya, kita ingin menulis tentang pendidikan di
blog, nah selama seminggu itu kita latihan free writing dengan tema pendidikan.
Kira-kira,
seperti itulah inti buku ini. Jadi, selamat mencoba latihan free writing dan
mengikat makna!
Wah, sepertinya keterampilan menulis saya masih dalam tahap "pekan pertama" XD
BalasHapusLatihan ini sepertinya bisa dicoba di blog ya. Hitung-hitung juga supaya blog update terus, hihihi.
Iya, mbak. Lumayan bisa jadi tambahan konten di blog :D
Hapus