Penulis:
Cory Huff
Penerjemah:
Pratiwi Utami
Penyunting:
Ikhdah Henny
Penerbit:
Bentang Pustaka
Tahun
Terbit: Cetakan Pertama, Maret 2017 (Diterbitkan oleh Harper Design pada 2016)
Halaman:
188
ISBN:
978-602-2910375-7
Saya membeli
buku ini tanpa rencana saat melihatnya di antara tumpukan buku Out of the Boox
Lenteng Agung awal Agustus lalu. Sampulnya yang berwarna kuning cerah dengan
jenis font yang berbeda pada setiap kata membuat buku ini menarik perhatian.
Ditambah lagi dengan embel-embel di bagian bawah sampul:
-
Hidup
kreatif dengan caramu sendiri
-
Belajar
dari kisah mereka
-
Gunakan
strategi bisnis paling efektif untuk industry seni
-
Storytelling
kepada orang yang tepat pada waktu yang tepat
-
Maksimalkan
promosi, bukan hanya tentang situs web dan media sosial
Seperti
tertuang dalam judulnya, How to Sell Your Art Online berisi tips dan kiat
menjual karya seni secara online. Seni yang dimaksud penulis dalam buku ini
adalah seni murni, seperti lukisan, fotografi, hasil pahat, dan semacamnya.
Bab pertama
dibuka dengan penjelasan mitos “Seniman harus melarat”.
Penulis
membahas tentang awal mula gaya hidup kaum hippie juga membandingkan kisah
hidup Van Gogh dan Picasso. Keduanya sama-sama pelukis, nama dan karya mereka
dikenal di seluruh dunia. Namun, Van Gogh hidup dan mati dalam kondisi miskin,
sedangkang Picasso menjalani hidup sebaliknya.
Pada bab
kedua, penulis menjelaskan bantahannya terhadap mitos “seniman harus melarat”
dan menggantinya dengan pola pikir seniman sukses. Menurutnya, sudah tidak
zaman lagi seniman hidup miskin hanya untuk menunjukkan kalau dia seorang
seniman. Kenapa tidak menjadi seniman yang kaya raya saja?
Nah, banyak
seniman yang memilih hidup miskin karena tidak percaya pada diri sendiri dan karena
sebab-sebab lainnya. Pada bab kedua ini, penulis juga membahas tentang berbagai
macam keyakinan yang sering muncul dalam diri sendiri yang membatasi dirinya
menjadi seorang seniman yang sukses dan kaya dan bagaimana menghadapi dan
mengatasi keyakinan semacam itu.
Pada bab
ketiga, demi menuju kehidupan seni yang sukses, seniman harus menemukan
keunikan dirinya dan karya seninya.
Karya seni
yang unik, berbeda dengan yang ada di pasaran, akan memudahkan seniman
menemukan kolektor yang akan membeli dan mengoleksi karya seninya. Hal tersebut
akan membuka jalan kesuksesan seniman tersebut.
Pada bab
keempat, penulis membahas berbagai cara menjual karya seni. Mulai dari cara
yang sudah familiar hingga yang masih jarang dilakukan oleh para seniman.
Penulis
mengatakan seniman bisa saja melakukan satu, dua, bahkan beberapa cara menjual
karya seni sekaligus. Itu semua tergantung kepribadian sang seniman dan jenis
karya seni itu sendiri. Pada bab ini juga penulis mulai mengupas tentang
kehadiran internet yang membawa perubahan bagi dunia seni, terutama dari sisi
penjualannya.
Pada bab
kelima, penulis mengajak seniman untuk tidak sungkan menceritakan kisah di
balik karya seni yang dibuatnya.
Setiap
karya seni pasti memiliki latar belakang mengapa karya tersebut sampai dibuat.
Dan orang-orang selalu senang mengetahui ‘kisah di balik layar’. Mereka akan
tertarik dan merasa dekat dengan si seniman. Hal tersebut akan mendorong
keinginan mereka untuk membeli dan mengoleksi karya si seniman tersebut.
Pada bab
keenam, penulis mulai dalam mengupas lebih dalam ranah internet dan online.
Di dalam
bab ini, penulis menjelaskan pentingnya seniman memiliki website pribadi yang
tidak hanya memamerkan karya seni tetapi juga mengikat para kolektor dan
menjadi tempat jual beli karya seni tersebut. Bab ini menjelaskan cukup rinci
mengenai pembuatan website dan turunannya.
Pada bab
ketujuh, penulis membahas sesuatu yang sangat penting dan utama dalam bisnis,
yakni pemasaran. Mulai dari membuat dan menangani milis, membuat blog yang
memikat kolektor, mengatur waktu untuk promosi, hingga pentingnya membuat IFO (irresistible free offer).
Pada bab
kedelapan, penulis membahas tentang media sosial dan hubungannya dengan bisnis
sang seniman.
Media
sosial di era sekarang tidak bisa dianggap remeh. Media sosial bukan hanya sebagai
penyambung tali silaturahim, tetapi juga bisa menjadi tempat seniman menghasilkan
banyak uang. Bab ini juga berisi tips berjualan di Facebook dan media sosial
lainnya.
Pada bab
terakhir, penulis membahas tentang bagaimana seorang seniman harus bisa membangun
kebiasaan pemasaran karena itu adalah hal yang penting dalam bisnisnya. Di
dalam bab ini juga, penulis membahas problem yang paling sering dialami
seniman, yaitu menetapkan harga untuk karya seninya.
Meskipun
saya bukan seorang seniman yang menghasilkan karya seni murni, ada beberapa hal
yang dijelaskan dalam buku How to Sell Your Art Online yang bisa diterapkan
dalam kehidupan saya. Misalnya, tentang menemukan keunikan dan menceritakan
kisah di balik layar. Mungkin hal itu mirip-mirip dengan tren personal branding
pada zaman sekarang.
Pembahasan
tentang website, e-commerce, media sosial, dan pemasaran juga bisa
diaplikasikan ke berbagai jenis bisnis, bukan hanya bisnis karya seni. Walaupun
yang dibahas dan dicontohkan di sini memang fokus ke karya seni, tetapi kita
bisa mengambil bahasan-bahasan pokoknya.
Secara
keseluruhan, saya sangat menyukai buku ini dan merasa terbantu dengan
penjelasan-penjelasan dari penulis. Gaya bahasa dan terjemahannya pun enak,
nggak bikin pusing dan mudah dipahami. Penulis tidak segan-segan berbagi kisah
para seniman yang sukses menjual karya-karya dan tidak hidup sebagai seniman
melarat.
Komentar
Posting Komentar