Assalamualaikum, apa kabar? Kembali lagi dalam postingan personal journal reading wrap up.
Dari awal tahun, niatnya mau bikin postingan semacam ini tiga bulan sekali. Sekadar berbagi sekaligus evaluasi bacaan. Ternyata amburadul.
Wrap up pertama sesuai rencana, Januari-Maret. Wrap up kedua, dalam rangka galau dan malas blogging, akhirnya digabung lima bulan, dari April-Agustus. Wrap up ketiga, niatnya mau digabung langsung sisa empat bulan, tetapi nggak tahan pengen nulis, jadi ya sudah, bikin wrap up dua bulan dulu, September-Oktober.
Berarti terakhir dua bulan lagi di akhir tahun, November-Desember. Kalau dari jumlah post, Insya Allah sesuai dengan rencana. Hanya waktunya yang nggak sesuai.
Langsung ke daftar buku yang sudah dibaca per September dan Oktober.
September:
- Jazz, Parfum, dan Insiden, Seno Gumira Ajidarma
- Pregnancy and Birth, The Essential Checklist, Karen Sullivan
- 101 Tips untuk Ibu Baru, Adhara Team
- #BebasTakut Hamil dan Melahirkan, Yesie Aprilia
- Mommyclopedia: Tanya Jawab tentang Nutrisi di 1000 Hari Pertama Kehidupan Anak, dr. Meta Hanindita, Sp. A.
- Mommyclopedia: Panduan Lengkap Merawat Bayi, dr. Meta Hanindita, Sp.A.
- KonMari Mengubah Hidupku, Khoirun Nikmah
- Goodbye Things; Hidup Minimalis ala Orang Jepang, Fumio Sasaki
Oktober:
- Seni Hidup Minimalis, Francine Jay
- Voila La France, Lona Hutapea Tanasale
- Words in Deep Blue, Cath Crowley
- Sirius Seoul, Sinta Yudisia
- Easy Retreat Style, Gayatri
- Love & Gelato, Jenna Evans Welch
- Becoming Unstoppable, Maria & Elizabeth Rahajeng
- Mindful Pregnancy, Tracy Donegan
- The Haunting of Hill House, Shirley Jackson
- Misteri Patung Garam, Ruwi Meita
Kalau melihat dari jumlah buku yang selesai dibaca, bacaan bulan Agustus lebih banyak daripada bulan September dan Oktober. Akan tetapi, banyak buku dan ‘semacam’ buku yang saya baca di dua bulan ini yang tidak saya cantumkan di daftar.
Ada beberapa buku yang DNF (do not finish), ada beberapa juga yang hanya baca cuplikan/sampelnya di Google Play Book. Bulan Oktober, saya banyak baca buku resep dan nggak saya cantumkan di daftar buku yang dibaca atau dimasukkan ke Goodreads Reading Challenge. Karena menurut saya buku resep itu nggak termasuk bacaan (karena saya memang lihat gambar-gambarnya doang.)
Keranjingan Lihat Buku Resep
Berikut ini beberapa buku resep yang saya baca (alias lihat-lihat doang) di Ipusnas:
1. Chocolate ala Dona’s Delight, Riyas Irmadona
2. All About Chocolate, Linda Carolina Brotodjojo
3. 30 Cake Cokelat Ekonomis Tampil Istimewa, Diah Nimpuno
4. Membuat Sendiri Roti dan Kue ala Bakery, Diah Nimpuno
5. Weekend Fun Cooking; Sajian Favorit untuk Berdua, Linda Carolina Brotodjojo
6. All About Pasta, Linda Carolina Brotodjojo.
7. Sukses Bisnis Kuliner Rumahan Modal Rp100-200 ribu; Cake, Kue, Puding, dan Minuman Teh Hijau, Wied Harry Apriadji
8. 100 Resep Hot Coffee for Coffee Lovers, Indriani
9. Iced & Hot Tea; Minuma Favorit ala Café, Indriani
10. Teh: Sejarah dan Tradisi Minum The, Murdjiati Gardjito & Dimas Rahadian A.M.
11. Tealicious; Ide Keren Olahan Teh, Rinto Habsari
Senangnya punya Ipusnas tuh ya seperti ini. Buku resep, kan, lumayan mahal, ya. Kalau menumpang baca di toko buku juga nggak bisa lama-lama. Nah, ini bisa baca secara gratis. Lumayan banget, kan? Hehehe.
Apakah saya sedang merencanakan usaha kuliner atau catering? Mau bikin kafe? Enggak juga, sih. Lihat-lihat buku tadi benar-benar sekadar cuci mata. Sedang ingin membaca, tapi yang ringan dan menghibur. Karena saya suka makan dan makanan, ya baca buku resep. Masalah resep-resep itu dipraktikkan atau tidak, entahlah. Wong, baca resepnya sekilas doang, wkwk.
Lanjut ke buku-buku yang belum selesai atau saya putuskan untuk tidak saya selesaikan. Kenapa? Macam-macam alasannya.
Buku-Buku yang Belum (atau Tidak) Selesai Dibaca
1. Paris Letters, Janice Macleod
Iseng-iseng tulis kata ‘Paris’ di kolom pencari Ipusnas. Muncul buku ini, langsung pinjam dan baca. bukunya menarik. Di tengah jalan, gara-gara si tokoh utama ‘beberes’ hidupnya, saya malah melenceng baca buku bertema minimalis seperti yang tertera di daftar. KonMari Mengubah Hidupku, Goodbye Things, dan Seni Hidup Minimalis. Setelah baca tiga buku itu, bukannya balik lagi baca Paris Letters, malah baca buku yang lain. Walaupun sempat tertunda, saya berniat bakal lanjut membaca buku ini.
2. Journey to Andalusia, Marfuah Panji Astuti
Sama nasibnya seperti Paris Letters. Baru baca sedikit, terus terdistraksi dengan buku-buku lain di Ipusnas. Terutama buku yang pinjamnya harus antre. Jadi, saya mendahulukan buku-buku tersebut. tahu-tahu, masa pinjamnya sudah selesai. Ya sudah, nanti kapan-kapan saya lanjutkan lagi.
3. The Abundance of Katherines, John Green
Bisa dibilang, gara-gara buku inilah saya jadi install Ipusnas lagi. Awalnya saya baca cuplikan novel ini di Google Play Book. Cukup menarik dan bikin penasaran. Karena belum mampu beli, akhirnya kepikiran pasang Ipusnas dan ternyata ada dong ebooknya. Ya sudah langsung pinjam.
Saat lanjut baca, ternyata ceritanya nggak semenarik di awal. Bagian tengah cerita terasa membosankan karena tujuan tokoh utamanya mulai nggak jelas. Saya sampai pinjam tiga kali di Ipusnas, tetapi nggak kelar juga. Akhirnya saya putuskan untuk melupakan saja buku ini. ada begitu banyak buku lain yang bisa dibaca.
4. Into the Waters, Paula Hawkins
Buku ini tiba-tiba muncul di beranda Ipusnas dan karena sudah cukup lama penasaran dengan cerita ini, langsung pinjam. Pas sudah pinjam, ternyata halamannya banyak banget dan fontnya kecil. (Font nggak bisa diperbesar, tetapi layar ponsel bisa diperlebar). Namun, sepertinya saya sudah langsung jiper saat lihat jumlah halamannya. Nggak tahu bakal kuat atau tidak baca itu di ponsel. Jadi, ya sudah. Tunda dulu. Entah kapan mau baca lagi.
5. Sang Pangeran dan Si Jembel, Mark Twain
Saat sedang lihat-lihat koleksi buku di Ipusnas, tiba-tba teringat dengan cerita klasik The Prince and Pauper karya Mark Twain. Seingat saya Penerbit Orange pernah menerbitkannya. Saat cari di Ipusnas, yang muncul buku terbitan Pustaka Jaya dengan judul yang sudah diterjemahkan dan sampul yang jadul banget. Tetapi saya pinjam karena penasaran.
Aduuuuh, pusing banget baca bukunya. Banyak sekali saltik dan kesalahannya benar-benar parah. Seperti diketik ulang dengan serampangan dan tidak diperiksa lagi oleh editor. Dari segi gaya terjemah, pakai gaya terjemah jadul. Sedikit membosankan, tetapi mungkin saya bisa tahan membaca asal tidak saltik. Saltiknya itu, lho, bener-bener bikin senewen dan akhirnya saya putuskan untuk melupakan buku ini.
Saya baca baru mendekati pertengahan cerita. Kalau yang saya tangkap, sih, ini seperti cerita Pangeran yang Tertukar, gitu.
6. The Cursed Hand, Sinta Susanti
Sampul dan sinopsisnya menarik. Buku ini muncul di rekomendasi Ipusnas saat saya sedang lihat-lihat koleksi buku. Saya pinjam dan baca bagian awalnya. Gaya berceritanya agak bertele-tele dan tujuan si tokoh utama belum jelas sampai halaman ke sekian. Hal itu membuat saya terdistraksi dengan buku-buku lain dan akhirnya novel ini terlupakan. Masa pinjam sudah habis dan entah saya akan pinjam lagi atau tidak.
Bisa dibilang saat ini saya sedang gandrung dengan Ipusnas. Banyak sekali pilihan buku yang bisa saya baca. dan mulai tahun ini saya tidak lagi memaksakan diri untuk menyelesaikan buku yang saya baca. kalau menurut saya tidak menarik, tidak bikin saya mau baca terus, ya sudah tinggalkan saja. Ada begitu banyak buku lain (yang mungkin saja menarik dan lebih bermanfaat) yang bisa saya baca. Sementara waktu tidak bisa kembali lagi.
Mengarungi Lautan Ebook di Ipusnas
Seperti yang telah saya sebutkan sebelumnya, saya sedang suka-sukanya dengan aplikasi Ipusnas. Awalnya gara-gara stok buku fisik di rumah sudah semakin menipis, sayangnya kondisi dompet pun kempis. Mau beli buku fisik, uangnya disayang-sayang, akhirnya mau nggak mau cari yang gratis (dan legal pastinya).
Jujur saja, saya agak menyesal, kenapa dulu saya sempat uninstall Ipusnas, ya? Ya, yang penting sekarang sudah pasang lagi dan banyak sekali terbantu dengan aplikasi ini. Keseharian saya sekarang, selain baca buku di Ipusnas, juga rajin cek judul buku di sana.
Buku-buku yang sudah lama bertengger di daftar wishlist, saya cek satu per satu. Ada yang tersedia di Ipusnas, ada yang tidak. Yang tersedia, langsung masuk ke daftar pinjam selanjutnya. Yang nggak ada didata, mudah-mudahan bisa beli buku fisiknya.
Selain meminjam dan membaca buku yang memang sudah lama diidamkan, saya juga ikutan-ikutan baca buku yang punya daftar antrean. Jadi, di Ipusnas, ada beberapa judul buku yang peminatnya banyak, sedangkan jumlah filenya tidak sebanyak itu. Jadilah kalau mau pinjam masuk ke daftar antrean.
Caranya mudah, tetapi butuh kesabaran dan keberuntungan. Kalau bukunya tersedia, di bagian bawah sampul kita bisa langsung tekan pinjam lalu download. Sementara itu, kalau bukunya habis, di bagian bawah sampul, tulisannya antrian. Tekan tulisan tersebut, klik ya (kalau memang mau mengantre), setelah itu tunggu dengan sabar.
Sering-sering cek Ipusnas untuk melihat apakah buku tersebut sudah berganti jadi ‘Pinjam’ di aplikasi kita. Dan untuk mengecek buku di daftar antrean, harus online ya. Kalau sudah dipinjam dan diunduh, bisa baca secara offline seperti buku yang lain.
Beberapa buku antre yang saya baca di Ipusnas adalah: Seri Mommyclopedia, Seni Hidup Minimalis, Goodbye Things, Love and Gelato, Words in Deep Blue, Sirius Seoul, The Haunting of Hill House, dan terakhir, saya baru saja kebagian baca novel Lafaz Cinta karya Sinta Yudisia. Ini akan masuk buku bacaan bulan November.
Apakah buku-buku yang antre dipastikan isinya bagus dan menarik? Untuk buku-buku nonfiksi memang bagus. Mungkin karena itu orang-orang ingin baca. Untuk novel, sebenarnya nggak wow banget. Tetapi, mungkin karena yang minat membaca novel lebih banyak (apalagi novel romance), jadi harus antre.
Rencana Selanjutnya: 2020 Tinggal 61 Hari Lagi
Rencana saya di dua bulan terakhir tahun yang panjang nan berliku ini tidak muluk-muluk. Kemungkinan besar saya masih akan sering buka dan baca buku di Ipusnas. (Daftar buku yang mau saya pinjam masih banyak banget.)
Selain itu, tidak ada. Hahaha. Yah, begitulah.
Oiya, mungkin saya akan mempertimbangkan untuk punya reading journal. Jadi, setelah membaca berbagai buku di Ipusnas, saya jadi rajin mencatat hal penting, kutipan, atau kesan yang saya dapatkan dari buku. Mengingat buku di Ipusnas tidak bisa ditangkap layar, sedangkan kalau mau pinjam ulang agak ribet (apalagi buku yang antre), jadi setelah selesai baca atau saat membaca, saya segera mencatat hal-hal yang menurut saya penting atau menarik.
Untuk saat ini, saya mencatat di jurnal harian, bercampur dengan agenda sehari-hari dan sejenisnya. Mungkin kalau dua bulan ke depan saya melihat diri saya semakin rajin mencatat, saya akan memikirkan opsi punya reading journal khusus, agar tidak tercampur-campur dengan hal lain.
Itu saja curhat panjang ala saya. Terima kasih sudah membaca sampai sini. Terima kasih masih membaca blog ini.
Selamat membaca dan menikmati buku yang kamu baca.
Komentar
Posting Komentar