Pengalaman Membaca di Tahun 2021


Alih-alih memublikasikan buku favorit yang dibaca selama tahun 2021, saya memilih untuk bercerita pengalaman membaca saja.

Sejak awal tahun, saya sengaja tidak memasang target yg muluk-muluk untuk tahun ini. Tidak lain dan tidak bukan karena perkiraan saya melahirkan bulan Februari dan saya masih sangat buta dalam mengurus bayi. Jadi, ya masih nggak tahu apakah bisa sempat membaca atau tidak. 

Kenyataannya, saya masih bisa membaca, sih, walau menjelang akhir tahun mulai terseok-seok. Januari - Februari awal masih okelah. Memasuki Maret, April, Mei mulai menurun. Juni, Juli, Agustus pun sama. 

Puncaknya, September saya hanya menamatkan satu buku. Itu pun sebenarnya sudah mulai membaca sejak Agustus. Oktober,  November, Desember, berusaha mengejar tapi bukan yg ngoyo banget. Toh, memang targetnya nggak banyak. 

Dari genre bacaan, tahun ini saya lumayan banyak membaca novel romance dan thriller. Untuk romance, ada 3 penulis lokal yang baru pertama kali saya baca karya mereka dan nggak disangka saya suka. 

Pertama,  Malashantii. Awalnya iseng doang lihat buku Cloud Above My Bed di Ipusnas. Saya pinjam, eh keterusan baca sampai tuntas. Lanjut buku Unforgettable Chemistry. 

Dua buku ini temanya serupa ya, tentang cerita cinta setelah pernikahan. Jadi, konfliknya antar suami istri. Mungkin salah satu alasan saya suka karena ceritanya yg lumayan relate dengan kehidupan saya sekarang. 

Kedua, Achi TM. Tertarik gara-gara judul dan ilustrasi sampulnya yang lucu. Cincin Lama Belum Kembali bercerita tentang pasangan suami istri yg sudah bercerai dan rebutan cincin kawin yg melekat di jari manis si istri.

Masalahnya, si cincin yang direbutin nggak bisa lepas dari jari sang istri yang semakin gemuk. Jalan satu-satunya ya harus kurus. 

Belok Kiri Langsing juga mengangkat tema gemuk dan usaha merampingkan badan. Bedanya, di Belok Kiri Langsing, tokoh utamanya belum menikah. Malahan, dia ditinggal nikah karena badannya yg semakin gemuk tak terkendali. 

Sedikit berbeda dengan Malashantii, novel Achi TM lebih banyak mengandung unsur humor dan selipan nasihat agama. Ya, lumayan islami gitulah. Tapi bukan yang menggurui. Pokoknya, kalau butuh bacaan yang menghibur, ada romance-nya, ada pesan agamanya, baca dua novel ini deh. 

Ketiga, Mira W. Ini sih bukan nama baru ya. Tetapi saya baru baca buku beliau tahun ini. Berawal dari tiba-tiba penasaran baca kisahnya Wulan dan Joko, akhirnya keterusan baca satu novel. Eh, masih pengen baca yg lain, akhirnya nyoba baca dwilogi novel Arini. Ternyata suka juga. 

Namun, ada yang sedikit mengganjal dari tiga buku Mira W yg saya baca tersebut. Saya baca terbitan yang baru dan sepertinya ada beberapa bagian yang direvisi, khususnya yang berkenaan dengan teknologi. 

Misalnya, Joko & Wulan SMS-an. Kalau melihat tahun terbit pertama, tahun 1980an, tentu Joko & Wulan belum bisa SMS-an. Tapi saya baca yang edisi terbit tahun 2000an, jadi mungkin sudah diperbarui. Hanya, saya membayangkan membaca novel jadul, dengan setting jadul pula. Jadi agak kaget waktu membaca bagian sudah ada ponsel dll. 

Selain romance, genre lain yang banyak saya baca tahun ini adalah thriller. Diawali dengan membaca urban thriller terbitan Noura. Dari empat buku yang sudah saya baca, yang paling favorit adalah Playing Victim & Suicide Knot. Dua novel ini penggarapannya sangat apik dan mengangkat tema yang dekat sekali dengan kehidupan zaman sekarang. 

Ada karya Ruwi Meita juga, yang sejak baca Misteri Patung Garam tahun lalu, saya jadi penasaran dengan karya-karyanya yg lain. Tahun ini saya baca Belenggu Ilse dan Rumah Lebah. Dua-duanya mengandung unsur psikologis. Psychological thriller mungkin ya istilahnya. 

Selain thriller, saya nggak akan pernah kapok baca buku puisi. Walaupun banyak buku puisi yang saya baca dan saya nggak ngerti apa isinya. Mungkin karena otak saya nggak sampai aja. Tetapi, tetap, kalau lihat buku puisi yang judulnya menarik, saya akan coba baca. 

Tahun ini saya baca buku puisi seri Shelfish yg diterbitkan GPU. Beberapa penulis sudah pernah saya baca karyanya (Adimas Immanuel, Lala Bohang, & Theoresia Rumthe) dua lainnya baru pertama kali saya baca, Faisal Oddang dan Ibe S. Palogai. Ternyata saya suka dengan karya penulis yang terakhir. 

Tahun ini, saya menemukan buku puisi favorit dan saya nisbatkan sebagai salah satu buku favorit tahun 2021, yaitu Puisi-Puisi yang Melepuh di Mataku karya Helvy Tiana Rosa. Sebenarnya puisi-puisi di dalam buku ini mengangkat banyak tema, tapi yang membuat saya suka sekali dengan buku ini adalah puisi-puisi yg mengangkat tema cinta tak sampai atau seperti itulah yang saya tangkap. 

Selain buku puisi, ada juga buku fantasi. Tahun ini saya berhasil menamatkan trilogi The History Keepers karya Damian Dibbens. Buku yang saya beli tahun sebelumnya bersamaan dengan buku fantasi lain bertema perjalanan lintas waktu. Saya suka sekali dengan trilogi ini dan mudah-mudahan saya bisa mengulasnya segera dan memublikasikannya di blog ini. 

Saya juga untuk pertama kalinya membaca novel lokal terbitan Penerbit Basabasi. Yang paling saya rekomendasikan adalah Silsilah Duka karya Dwi Ratih Ramadhany. Itu adalah novel yang sangat padat, mengangkat berbagai macam tema, tapi tidak kehilangan alur cerita yang membuat pembaca terus melanjutkan bacaannya hingga halaman terakhir. 

Tahun ini pula saya menemukan cukup banyak buku yang menarik di Google Play Book dan berharap bisa membaca semuanya secara utuh, bukan cuma sampelnya. Beberapa buku sudah ada di Ipusnas dan bisa dibaca gratis (tetapi tetap saja belum selesai dibaca karena halamannya banyak) dan yang lain belum ada di Ipusnas. Jadi, antara beli buku fisik, beli ebook di GPB, atau sabar menanti sampai ada di Ipusnas, hehehe. 

Buku-buku yang menarik:

1. The Golem and the Jinni, Helene Wecker (ada di Ipusnas) 

2. How to Stop Time, Matt Haig (belum ada di Ipusnas) 

3. The Midnight Library (belum ada di Ipusnas) 


Aslinya, banyak banget sampel buku yang saya unduh di Google Play Book. Mungkin kalau disebutin semua, butuh berhalaman-halaman. Jadi, saya sebut tiga aja yang paling ingin saya baca ketimbang yang lainnya. 

Oiya, masih sama seperti tahun lalu, buku-buku yang saya baca tahun ini kebanyakan adalah hasil pinjam dari Ipusnas. Ipusnas benar-benar aplikasi 'penolong' dan memanjakan banget buat saya. 

Memang sih, ada kekurangannya juga. Salah satu yang paling sering terjadi dan mengganggu mood membaca adalah aplikasinya sering keluar sendiri saat mau dibuka. Selain itu, beberapa buku yang ngehits banget, antreannya juga lamaaaaaaa banget. Yah, namanya juga gratisan. 

Selain Ipusnas, sebenarnya ada beberapa aplikasi membaca yang lain, baik yang berbayar maupun gratis. Saya baru coba Lontara. Di Lontara, sistemnya kita bisa beli atau sewa. Untuk sewa, tentu saja harganya lebih murah. Saya belum coba membeli atau menyewa buku di sana. Jadi, belum bisa menjelaskan bagaimana caranya. Saya cuma 'beli' buku gratisan di sana, yaitu buku-buku klasik terbitan Gutenberg. 


Rencana Baca 2022

Untuk rencana membaca tahun 2022, sepertinya belum berani muluk-muluk juga. Target buku yang dibaca masih di angka 50an, jadi 52 aja. Tahun lalu target 50, tercapai 61.

Setelah saya lihat-lihat, karena lebih banyak membaca buku di Ipusnas, timbunan buku fisik di rumah jadi tidak terlalu berkurang alias masih banyak. Padahal, tahun kemarin saya berniat untuk lebih banyak membaca TBR yang ada di rumah. Kalau begitu, mari kita pindahkan target tersebut ke tahun 2022, hehehe. 


Book Haul 2021

Bisa dibilang, tahun ini adalah tahun paling berhemat dalam membeli buku. Dalam setahun, saya hanya membeli tujuh buku, yaitu:

1. Tom Brown's Schooldays & Tom Brown at Oxford, Thomas Hughes 

2. Wright Bersaudara, Blue Balliett

3. The Land of Elyon #2: Bukit-Bukit Kelam, Patrick Carman. 

4. Peter Nimble and His Fantastic Eyes, Jonathan Auxier. 

5. Knife, RJ Anderson

6. Heretic, Sarah Singleton

7. Sweetly, Jackson Pearce. 

Selain Tom Brown yang saya beli di Gramedia, sisanya saya membeli buku-buku tersebut di e-commerce. Semua buku itu terbitan lama yang mungkin sudah tidak ada di toko buku, bahkan obralan (lagipula sekarang sudah jarang banget ada obral buku offline, sekalipun ada, buku-buku yang dijual kurang menarik). 

Ternyata beli buku jadul (baik bekas maupun masih segel) lumayan bikin candu ya. Ada kepuasan tersendiri saat menemukan sebuah buku yang dulu pernah begitu diincar, tapi belum kesampaian lalu tergantikan dengan buku-buku lain yg lebih baru. Rasanya seperti, those books really belong to us after all this time. 

Selain itu, harganya pun relatif murah. Tahun 2022 mungkin saya bakal cari dan beli lagi buku-buku jadul, bekas ataupun baru, sama saja. Yang penting original dan harganya ramah di kantong. Mudah-mudahan sih tahun depan nggak hanya beli secara online saja, tetapi juga bisa datang langsung ke tempat penjualan buku-buku lama, seperti di Blok M dan semacamnya. Aamiin. 

Sepertinya itu saja cerita saya tentang perbukuan di tahun 2021. Kalau masih ada yang ketinggalan, mungkin akan ditulis di post berikutnya. 

Selain harapan bisa membaca banyak buku bagus dan bermanfaat, saya juga berharap bisa kembali aktif menulis di blog ini. Semoga terlaksana. Aamiin. 


Komentar

  1. Ratih, aku juga sedang coba-coba eksplor puisi nih. Tapi masih banyak gagal paham 😂 Aku baru pernah baca tulisan Faisal Oddang. Baca tulisanmu ini aku jadi kepo dengan karyanya Ibe S. Palogai juga.

    iPusnas memang membantu banget ya? Tapi aku harap aplikasinya segara ada upgrade besar-besaran sih supaya pembaca lebih nyaman. Sepertinya minta banyak, tapi asyik sih kalau bisa flowing text di sana 😆

    Semoga target bacamu tahun depan tercapai!

    BalasHapus
    Balasan
    1. Aamiin, makasih Farah. Di Ipusnas ada buku-bukunya Ibe S. Palogai, tapi yg sudah tamat kubaca baru Menjala Kunang-Kunang.

      Iya, semoga Ipusnas makin kece deh ke depannya. Sangat membantu banget bagi reader kere kayak aku, hahaha.

      Hapus

Posting Komentar