Resensi Buku: Polaris Fukuoka

Judul: Polaris Fukuoka

Penulis: Sinta Yudisia

Penerbit: Pastel Books Mizan

Tahun Terbit: Cetakan 1, Muharram 1439 H/ Oktober 2017

ISBN: 978-602-6716-10-1


Tak mengenal sang ayah sudah menjadi beban berat bagi Sofia, terlebih harus kehilangan mamanya. Sepeninggal Mama, Sofia melanjutkan kuliah di Jepang bersama pamannya yang sudah terlebih dahulu tinggal di sana. Dia harus menyesuaikan diri dengan kebiasaan yang berbeda dengan negara asalnya.

Selain kuliah, Sofia juga membantu Paman Hanif mengurus toko bunga. Selama mengurus toko, Sofia sering bertemu dengan Isao, pemuda yang memasok barang ke toko Paman. Sofia menyangka pemuda itu bisu dan tuli karena hampir tidak pernah mendengarnya bersuara, sampai suatu ketika Sofia mendengar pemuda itu menyanyikan lagu Fukai Mori.

Saat rasa penasaran Sofia terhadap Isao makin meninggi, tiba-tiba saja Isao tidak pernah muncul lagi. Pemasok barang diganti oleh pemuda lain bernama Tatsuo, yang juga memberi undangan pemakaman Isao kepada Sofia. Sofia tentu saja kaget dengan berita itu. Muncul banyak pertanyaan dalam kepalanya saat tahu Isao bunuh diri.

Mengapa Isao melakukannya? Apakah dia tidak tahu ke mana harus kembali selain kepada kematian? Atau dia kehilangan poros kehidupan sehingga memutuskan mengakhiri semuanya?

Pertanyaan-pertanyaan itu terus berkeliaran dalam isi kepala Sodia hingga gelang cemara, matsuri, dan sebuah bintang polaris menjawab kebingungannya.

My Review

Saat membaca blurb di belakang buku, saya mengira cerita Sofia dan Isao akan terjadi lumayan lama sampai Isao memutuskan bunuh diri. Ya, minimal ada bumbu-bumbu romance sedikitlah. Ternyata tidak. 

Cerita tentang Isao bunuh diri (walaupun di sini nggak digambarkan dengan jelas dan detail karena tidak menceritakan sudut pandang Isao) hanya sebagai pembuka kisah Sofia dan petualangannya di Fukuoka.

Bisa dibilang, Sofia, kan, nggak dekat-dekat amat dengan Isao, tetapi dia mendapat kehormatan untuk menghadiri pemakamannya sekaligus berkenalan dengan adik Isao, Nozomi. Dari sini, Sofia malah jadi dekat dengan Nozomi yang ternyata punya kecenderungan ingin bunuh diri juga.

Dan mulailah usaha Sofia untuk membereskan Nozomi. Ditambah masalah-masalah lain yang terjadi dalam kehidupan Sofia, hubungannya dengan pamannya yang tidak berjalan mulus, masalah tugas kuliah, dan lain-lain. Namun, tetap yang paling banyak mengambil porsi pikiran Sofia adalah keinginan bunuh diri Nozomi.

Novel ini mengangkat tentang penyakit mental yang sekarang diderita cukup banyak orang, tetapi masih dianggap sebelah mata sampai itu benar-benar terjadi. Ya, keinginan bunuh diri.

Sofia, yang merasa kehidupannya tidak berjalan mulus tetapi tidak kepikiran hal itu, merasa aneh dengan Nozomi (dan Isao) yang ingin bunuh diri padahal kehidupan mereka tampak baik.

Terlahir dari keluarga kaya, hidup berkecukupan, mendapat pendidikan yang layak, tetapi kenapa ingin mengakhiri hidup? 

Mungkin pemikiran tersebut tidak dimiliki oleh Sofia, tetapi banyak dari kita yang berpikiran serupa. 

Melalui novel Polaris Fukuoka, pelan-pelan pembaca diajak untuk menyelami pikiran orang yang ingin bunuh diri lewat sudut pandang Sofia yang menurut saya, cenderung polos. 

Selain cerita tentang Sofia dan Nozomi, cerita tentang masalah Sofia dan keluarganya juga lumayan mendominasi. Terutama tentang ketidakakuran yang terjadi antara Paman Hanif dan Tante Nanda, adik mama Sofia. 

Di bagian akhir, Sofia mengetahui alasan ketidakakuran tersebut dan si penyebab ini akan menjadi tokoh utama di novel selanjutnya, Sirius Seoul.

Kesimpulannya, novel ini tidak hanya mengangkat isu kesehatan mental dan keinginan bunuh diri, tetapi juga tentang masalah keluarga yang cukup pelik. Cukup menarik walau terkesan nanggung dari segi alur cerita. Berhasil bikin saya sangat penasaran dengan buku keduanya, yaitu Sirius Seoul. 


Komentar