Resensi Buku: Sirius Seoul

Judul: Sirius Seoul

Penulis: Sinta Yudisia

Penerbit: Pastel Books Mizan

Tahun Terbit: Dzulhijjah 1439 H/ September 2018

ISBN: 978-602-4716-61-5


Lanjutan dari cerita Sofia di Polaris Fukuoka. Sangat mengandung spoiler dari buku pertama. 

Kalau di PF, cerita lebih fokus kepada Sofia dan Nozomi, serta hubungan Sofia dan keluarganya (Om Hanif & Tante Nanda), kalau di SS, cerita lebih fokus kepada hubungan Sofia dan Ninef, anak perempuan Om Hanif yang tinggal di Seoul.

Di akhir PF, diketahui kalau Om Hanif pernah menikah dan punya istri dan anak. Istrinya orang Korea, dan setelah mereka pisah, istrinya membawa anaknya kembali ke Korea. 

Sofia penasaran dengan keluarga Om Hanif ini, dan dia kepoin mereka di medsos. Sofia menemukan medsos Ninef, saling mengikuti, dan karena punya ketertarikan yang sama di dunia KPop, mereka jadi akrab di medsos.

Kebetulan saat libur kuliah, teman segeng Sofia, Jie Eun, mengajak mereka liburan di Seoul. Sofia dan teman-temannya yang memang ingin pergi sejenak dari Fukuoka dan sama-sama gandrung KPop, setuju dengan usulan tersebut. Mereka pun berangkat ke Seoul bersama beberapa teman cowok. Sofia mengajak Nozomi dan Tatsuo ikut serta.

Saat di Seoul, Sofia diam-diam menemui Ninef yang ternyata tinggal satu daerah dengan Jie Eun. Pas Sofia ketemu Ninef dan ibunya, Gyong Hui, mereka langsung akrab seolah teman lama. Gyong Hui bahkan langsung percaya kepada Sofia. Sebenernya ini sedikit aneh sih menurutku.

Ternyata, Ninef punya masalah mental. Didikan keras dari ibunya membuat dia jadi gadis pemberontak. Sofia ikut terjerat dalam pusaran masalah Ninef sampai mengabaikan geng kampusnya dan tentu saja, Nozomi.

Puncaknya, saat Sofia diam-diam ke Korea lagi dan pas banget Ninef masuk rumah sakit gara-gara aborsi mandiri yang dia lakukan. Sofia benar-benar terlalu peduli pada Ninef dan sampai saat itu Om Hanif nggak tahu apa yang sebenarnya dilakukan Sofia di Korea. Pamannya berpikir, Sofia punya pacar di Korea, sampai bela-belain balik ke sana dan berantem dengan dia. 

Sofia memang sengaja tidak memberi tahu atau menunda memberi tahu Om Hanif kalau dia sudah bertemu dengan Ninef. Teman-teman kampus Sofia, termasuk Nozomi dan Tatsuo, tidak tahu hubungan Sofia dan Ninef yang sebenarnya. Mereka cuma tahu kalau Sofia dan Ninef kenal di medsos dan mereka merasa Sofia terlalu berlebihan ikut campur urusan prinadi Ninef.

Untuk di buku ini, jujur, aku sedikit nggak suka dengan Sofia. Menurutku, dia benar-benar lebay saat 'mengurus' Ninef. Sebenarnya, saat 'mengurus' Nozomi juga hampir sama, sih. Dan dua cewek ini (Ninef dan Nozomi) sama-sama menyebalkan dengan cara yang berbeda.

Memang di novel ini diceritakan latar belakang kenapa Sofia bersikap terlalu baik dengan orang-orang. Perilaku seperti itu sudah ada sejak Sofia kecil dan disebabkan karena dia kurang kasih sayang dari keluarganya. Jadi, dia merasa dengan dia berbuat baik ke orang, dia bakal dilihat dan dianggap ada. 

Dia sadar kalau dia nggak punya kelebihan di bidang fisik, kecerdasan, atau hal-hal lain. Yang bisa dia lakukan adalah berbuat baik sampai kadang mengorbankan dirinya sendiri dan orang-orang terdekat dia.

Di akhir kisah, kisah Sofia dan Ninef masih menggantung. Seolah-olah ceritanya nggak mungkin selesai di situ. Dan setelah tanya ke Mbak Sinta, memang niatnya mau bikin tetralogi. Jadi, masih ada dua buku lagi, dan entah kapan terbitnya. Ya sudah nggak apa-apa.

Yang jelas, kalau aku jadi Sofia, dari awal aku nggak bakal mau ke Jepang dan tinggal bareng Om Hanif. Mungkin aku bakal pilih kuliah di Jakarta atau kota besar lain di Indonesia. Toh, Sofia kuliah di Jepang juga bukan karena mendapat beasiswa, melainkan karena ada omnya di sana. 

Masalah Om Hanif dan keluarganya, biar saja jadi masalah dia dan keluarganya. Mereka, kan, orang dewasa. Sofia nggak perlu ikut campur, yang penting tetap berhubungan baik dengan Nenek dan Tante Nanda rasanya sudah cukup. Dan tanpa ke Jepang, Sofia juga tidak akan terjerumus pada masalah Nozomi dan Ninef. 

Yah, walaupun mungkin settingnya pindah ke Jakarta, Jogja, atau Bandung misalnya, dengan sifat Sofia yang seperti itu, kemungkinan besar dia memang bakal terjerumus dalam masalah orang, sih. Jadi, aku berharap Sofia segera sadar dari ‘kekhilafannya’, hehehe. 

Kalau dari dua novel yang aku baca (Polaris Fukuoka & Sirius Seoul), penulis ingin mengangkat tema kesehatan mental dari sudut pandang orang awam/orang biasa. Contohnya Sofia. Nah, karakter Sofia di sini juga unik. Dia terlalu baik dan terlalu ingin membantu orang lain sampai nggak sadar kalau dia menambah masalah hidupnya dari masalah-masalah orang-orang di sekitarnya. 

Aku berharap di buku selanjutnya, ada perubahan sifat di pihak Sofia, juga Ninef dan Nozomi. 

Komentar