Enid Blyton dan Kenangan Masa Kecil


Enid Blyton adalah salah satu penulis yang mewarnai dunia masa kecilku. Pertemuanku dengan buku-buku karya beliau terjadi secara kebetulan dan tak kuduga. 


Saat itu aku duduk di kelas 6 SD. Aku dan teman-teman sekelas bertamu ke rumah guru yang merangkap sebagai wali kelas kami. Ternyata guruku ini pembaca dan pengoleksi buku. Buku-buku bacaannya banyak sekali. 


Saat itu kami dibolehkan meminjam satu buku untuk setiap anak, untuk dibaca lalu diceritakan kembali di depan kelas sebagai tugas pelajaran Bahasa Indonesia. Aku yang suka membaca buku, meminjam lebih dari satu. Tentu saja sisanya hanya untuk dibaca, bukan untuk tugas.


Mungkin, melihat aku yang suka baca buku, selepas tugas itu, guruku malah menawariku membaca buku-buku beliau yang lain. Jadilah saat itu aku dipinjami novel-novel FLP (yang sedang tren saat itu, 2000an awal) dan buku-buku Enid Blyton.


Seri Si Badung Elizabeth
(Atas: kukoleksi di tahun 2020an
Bawah: kukoleksi di tahun 2005)

Buku Enid Blyton yang dipinjamkan kepadaku itu buku-buku serial sekolah asramanya. Seri si Badung Elizabeth, Malory Towers, dan si Kembar di St Clare. Aku menamatkan buku-buku tersebut di sela kesibukan seorang anak SD mempersiapkan Ebtanas. 


Akibat membaca serial asrama itu, aku jadi ingin sekali masuk sekolah asrama. Pada akhirnya, keinginanku terwujud. Aku tinggal di sekolah asrama alias pondok pesantren selama enam tahun.


Setelah tinggal di pesantren, aku mulai mengoleksi buku Enid Blyton-ku sendiri. Setiap liburan sekolah, aku dan keluargaku biasa pergi ke toko buku. Di sana aku bisa bebas membeli buku apa pun yang aku mau hasil dari tabungan uang jajan atau angpau lebaran.


Semua uang yang kumiliki kubelikan buku Enid Blyton. Pilihanku jatuh pada seri Lima Sekawan. Hal ini pun ada ceritanya sendiri.


Jadi, beberapa hari sebelum aku masuk pesantren untuk pertama kalinya, aku mengunjungi sebuah rumah baca/perpustakaan yang berlokasi di Depok Timur. Namanya Rumah Cahaya, Rumah Baca Hasilkan Karya.


Aku sangat terkesan dengan tempat itu. Sampai saat ini pun aku masih ingat dengan jelas bentuk ruangannya dan bagaimana susunan rak bukunya. Sayang sekali, aku hanya sekali ke sana karena harus masuk pesantren. 


Di sana, aku tak sengaja menemukan buku Enid Blyton, Lima Sekawan, yang sayangnya aku lupa judulnya apa. Aku membaca buku itu, tidak sampai tamat, tapi meninggalkan kesan yang cukup mendalam. Saat itu, rasanya aku seperti menemukan another Enid Blyton's series I need to finish. 




Itulah awal mula aku mengoleksi buku Lima Sekawan. 


Aku masih ingat harga buku barunya saat itu, lima belas ribu. Jika aku punya uang seratus ribu dari angpau lebaran, 90 ribunya aku pakai untuk membeli enam buku Lima Sekawan. Sampai-sampai orangtuaku bertanya, uang kamu dipakai buat beli buku itu semua. YES.


Petualangan Lima Sekawan-lah yang menemaniku selama liburan panjang. Walau tidak ke mana-mana, tapi aku merasa ikut bertualang bersama Julian cs ke Pulau Kirrin, ke bukit dan peternakan, melihat sirkus dan karavan gipsi, berenang di danau, serta, tentu saja, menikmati makanan enak dan minuman segar di udara terbuka. 


Aku sebagai anak sulung perempuan, dibikin berkhayal punya kakak laki-laki seperti Julian yang memperlakukanku seperti Anne. Bisa dibilang, Julian adalah tokoh fiksi laki-laki pertama yang aku sukai.


Mendekati SMA, seleraku mulai berubah, seiring dengan koleksi Lima Sekawan-ku yang hampir lengkap. Aku bergerak menuju genre-genre yang lain. Tetapi, petualangan yang kurasakan bersama Lima Sekawan tidak akan pernah kulupa.


Saat ini, di usiaku yang sudah kepala tiga, ingin sekali rasanya membaca ulang buku-buku Enid Blyton yang dulu pernah mewarnai masa kecilku. Bukan hanya membaca ulang, tetapi juga membaca judul-judul yang belum pernah kubaca sebelumnya. Masih ada seri Sapta Siaga, seri Pasukan Mau Tahu, seri Petualangan, dan cerita-cerira lain yang tidak semua dicetak kembali oleh Penerbit GPU.


Oleh karena itu, sekarang ini, aku cukup rajin menyambangi toko-toko buku online untuk mencari buku-buku Enid Blyton, terutama yang terbitan lama. Rasanya ada kepuasan tersendiri saat memiliki buku-buku jadul tersebut. Seolah memegang ulang kenangan yang takkan terulang.




Aku mengumpulkan buku-buku yang menarik perhatianku dalam sebuah daftar. Jika kamu berminat, kamu bisa melihatnya di sini. Terima kasih sudah membaca ceritaku sampai selesai. Sampai jumpa di cerita tentang buku selanjutnya. :)

Komentar