Penulis: Helene Wecker
Alih Bahasa: Lulu Fitri Rahman
Editor: Primadonna Angela
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Tahun Terbit: Cetakan Pertama, Jakarta, 2015
Halaman: 664
Bercerita tentang dua makhluk nonmanusia, sang golem dan sang jin (seperti judulnya) yang hidup berbaur dengan manusia dan menyamar menyerupai mereka.
Chava, sang golem perempuan, awalnya diciptakan untuk menjadi istri seorang Yahudi Danzig yang berlayar ke New York. Namun, nasib naas menghampiri laki-laki itu yang harus meninggal di atas kapal karena radang usus buntu.
Chava tiba di New York tanpa majikan, tanpa tuan, tanpa seorang pun yang membimbingnya untuk hidup di antara kumpulan manusia di New York tahun 1899.
Beruntung ia bertemu dengan rabi Yahudi bernama Avram Meyer yang menyadari identitas aslinya sebagai golem. Bahkan, rabi itu yang memberinya nama Chava. Tak hanya nama, Rabi Meyer juga memberi tempat tinggal dan pekerjaan untuk Chava.
Di sudut lain New York, tepatnya di Lower Manhattan, sang jin tak sengaja dikeluarkan dari guci tua oleh tukang patri bernama Arbeely. Guci tua itu milik Maryam, pemilik kedai kopi di daerah Little Syiria.
Arbeely membantu menutupi identitas asli sang jin. Memanggilnya dengan nama Ahmad dan memberi pekerjaan sebagai magang di bengkel besinya.
Chava dan Ahmad, pada akhirnya bertemu. Mereka bukan hanya sekadar imigran dari tanah jauh yang datang ke Amerika, melainkan dua makhluk yang mungkin dianggap mitos dan tak nyata, tapi mereka ada dan menjalani kehidupan di dunia baru.
Mereka berusaha hidup di antara manusia, dengan kekurangan dan kelebihan mereka. Selain itu, ada rahasia besar dan sejarah lama yang ternyata masih berhubungan dengan asal-usul mereka.
My Review
Buku ini menjadi salah satu buku terbaik yang kubaca pada tahun 2023. Agak telat memang, jika menilik dari tahun terbitnya dan buku ini juga sempat hype di kalangan bookstagram beberapa tahun yang lalu.
Seperti biasa, awalnya saya iseng cek sampul buku di Google Play Book. Bagian awal buku ini sangat memikat sehingga saya merasa sangat penasaran untuk membaca lanjutannya. Untungnya, di Ipusnas, buku ini tersedia. Sehingga saya bisa membacanya sampai tamat.
Salah satu kelebihan yang menonjol dari buku The Golem and The Djinn adalah deskripsinya yang sangat hidup dan detail tanpa terkesan berlebihan. Mudah sekali membayangkan kehidupan di New York abad 19 dan kehidupan di gurun pada masa lalu lewat kata-kata sang penulis.
Bagaimana masa lalu dan masa kini, juga tokoh-tokoh di sekitar Chava dan Ahmad saling terhubung juga sangat menarik. Apalagi ketika mendekati akhir, saat babak penentuan, sekaligus sebagai penjelasan mengapa Ahmad dipenjara di dalam guci. Saya sangat puas dengan akhir buku ini.
Hanya, saat di tengah-tengah, saya sempat merasa bosan. Saya lupa di bagian cerita yang mana, alurnya sempat berjalan lambat dan bikin ngantuk. Waktu pinjam buku di Ipusnas sampai habis dan butuh jeda yang cukup lama untuk kembali melanjutkan.
Akan tetapi, saya senang karena sudah memutuskan untuk lanjut membaca buku ini. Karena perjalanan menjelang akhir buku semakin menarik, menegangkan, dan mulai terbuka satu per satu rahasia yang berkelindan di antara Chava dan Ahmad.
Karena mengangkat tokoh golem dan jin, cerita ini juga kaya dengan kepercayaan Yahudi dan Islam. Untuk bagian jin, menurut saya sudah sesuai. Karena dalam Islam memang meyakini manusia dan jin hidup berdampingan, tapi beda dimensi. Kalau tentang golem, saya kurang paham apakah makhluk itu benar-benar bisa diciptakan atau tidak.
Omong-omong, buku The Golem and The Djinn ada kelanjutannya, berjudul The Hidden Palace. Namun, saya belum tahu apakah buku keduanya akan diterjemahkan juga ke dalam Bahasa Indonesia. Mudah-mudahan saja iya.
Satu lagi, menurut saya buku ini layak dijadikan film.
Komentar
Posting Komentar