Resensi Buku: Wonderworks

Wonderworks: Si Pemilik Keberuntungan

Penulis: Ziggy Z

Penyunting: Ahmad Mahdi & Dian Hartati

Penerbit: Dar! Mizan

Tahun Terbit: April 2012



Sembilan orang murid yang terpilih oleh bola Glodscend akan belajar sihir di sekolah Avalon, Somerset, Inggris, selama empat bulan. Sembilan orang itu adalah Raksha Rajesh, Ethan Barrett, Zoe Marshall, Hani Kalista, Axel Marvel, Kyle Honeywell, Chai Sun Hi, Xin Xiao Mei, dan Abby Talbot. Mereka semua sama sekali tidak tahu-menahu mengenai sihir, bahkan tidak menyadari kalau mereka memiliki kemampuan sihir. Bersama-sama mereka belajar sihir di Avalon, yang kemudian tiba-tiba saja, diserang oleh musuh.


My Review


Sekilas sekolah sihir yang dibangun di cerita ini bisa dibilang mirip dunia imajinasi JK Rowling, Hogwarts. Ada guru-guru sihir sesuai pelajaran dan kemampuan mereka, mata pelajarannya pun mirip-mirip. Ada Sihir Transformasi, Telekinesis, Sihir Hitam, Sihir Penyerangan, Sihir Penyembuhan, dll. Karena sekolah ini sekolah asrama, ada pula bagian kesehatan, bagian makanan, dan toko tempat murid-murid bisa membeli apa pun. 


Bedanya dengan Hogwarts, di Avalon, masa pelajaran hanya berlangsung selama empat bulan. Selama masa pelajaran, hanya ada satu angkatan (jadi, tidak ada adik kelas atau kakak kelas). Dan satu angkatan hanya terdiri dari beberapa orang. Selama masa pelajaran berlangsung, selain guru-guru yang bertugas, juga ada tiga senior yang ikut membantu dan membimbing murid-murid. Kali ini senior yang membantu adalah Antares, Bellatrix, dan Regulus.


Meskipun datang dari berbagai negara, setiap orang bisa mengerti pembicaraan satu sama lain tanpa menggunakan satu bahasa khusus. Seolah di area itu ada semacam sihir terjemah yang membuat mereka cukup memakai bahasa ibu masing-masing. 


Sayangnya, penulis memakai kata lu-gue dan kalimat-kalimat ala remaja Jakarta di tengah cerita sampai akhir. Padahal, di awal memakai gaya bahasa buku terjemahan. Walaupun bisa dipahami penggunaan kalimat gaul itu mungkin karena tokoh-tokohnya seumuran murid SMA. Rasanya jadi kurang pas dengan setting yang dibangun di awal.


Awal cerita, pembaca disodori begitu banyak tokoh (guru dan murid) dengan nama yang sulit diingat, nama burung, nama pelajaran sihir, dan serentet hal lainnya yang berasa too much. Setelah membaca beberapa karya Ziggy di era Fantasteen, sepertinya memang ciri khasnya dia seperti itu. Yang mana bikin kepala mumet, tapi ya sudahlah, dinikmati saja.


Sampai pertengahan mendekati akhir cerita, Wonderworks berkutat pada kehidupan sembilan murid ini di Avalon. Mulai dari persaingan pada bidang pelajaran, ujian, juga kisah cinta dan semacamnya. Baru saat mendekati akhir ada konflik yang menyerang murid-murid dan para guru di Avalon, khususnya guru Adelfo yang dianggap sebagai penyihir muda paling berbakat. 


Tokoh Hani Kalista dari Indonesia, yang digadang-gadang sebagai tokoh utama, terkesan biasa saja. Kadang-kadang saya juga tertukar antara tokoh Ethan dan Kyle yang kesannya tidak terlalu beda orang. 


Latar belakang mereka, walapun diceritakan satu per satu, masih belum terasa kuat. Entah karena terlalu banyak atau karena memang ceritanya yang tidak terlalu panjang jadi penulis tidak bisa mengeksplorasi lebih dalam masing-masing tokoh. Malah yang menonjol di cerita ini adalah tokoh Abby Talbot dan Adelfo. Keduanya punya novel sendiri (dua judul) di penerbit lain, dengan nama pena yang lain. Mungkin karena itu juga karakter mereka berdua terasa lebih kuat dibanding karakter lainnya.


Selain Abby dan Adelfo, ada pula satu tokoh lain yang punya ceritanya sendiri, di buku lain di penerbit lain, dengan nama pena yang lain. Tokoh itu Miss Siobhan Lynch yang mengajar pelajaran Kutukan dan Jampi-Jampi.


Secara keseluruhan, cerita ini bisa dibilang lumayan menarik. Bukan yang wow banget, tapi nggak berarti jelek juga. Untuk sebuah cerita yang ditulis oleh remaja, ini termasuk oke. Kira-kira seperti itu.

Komentar