Penulis: J.K. Rowling
Alih bahasa: Listiana Srisanti
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Tahun Terbit: Cetakan ketiga, Desember 2000
Halaman: 432
Harry Potter sudah tidak tahan lagi melewati liburan musim
panas bersama keluarga Dursley yang menyebalkan, dan dia ingin sekali bisa
segera kembali ke Sekolah Sihir Hogwarts. Tetapi tiba-tiba muncul makhluk aneh
bernama Dobby yang melarangnya kembali ke sana. Malapetaka anak menimpa Harry
kalau dia berani kembali ke Hogwarts.
Dan malapetaka betul-betul terjadi. karena pada tahun
keduanya di Hogwarts muncul siksaan dan penderitaan baru dalam wujud guru baru
sok keren bernama Gilderoy Lockhart, hantu bernama Myrtle Merana yang menghantui
toilet anak perempuan, dan perhatian tak diinginkan dari adik Ron Weasley,
Ginny.
Tetapi semua itu cuma gangguan kecil dibandingkan dengan
bencana besar yang kemudian melanda sekolah; Ada yang mengubah murid-murid
Hogwarts menjadi batu.
Mungkinkah pelakunya Draco Malfoy yang jahat, pesaing utama Harry Potter? Mungkinkah dia Hagrid, yang riwayat masa lalunya akhirnya
terbongkar? Atau, mungkinkah pelakunya anak yang paling dicurigai semua orang
di Hogwart, yakni Harry Potter sendiri?
My Review
Sebelum bercerita tentang kesan saya saya membaca buku ini,
saya mau cerita dulu tentang bagaimana saya mendapatkan buku ini.
Setelah menonton semua film Harry Potter sampai tamat, saya
baru penasaran dengan buku-bukunya. Saya pikir, jika filmnya saja sudah sekeren
itu apalagi bukunya.
Kebetulan sekali, suatu ketika pada tahun 2015 ada
Gramedia Book Fair di CCM dan menjual seri keempat, kelima, dan ketujuh Harry
Potter dengan harga murah. Ketiganya masih menggunakan ilustrasi lama dari buku
aslinya.
Sampai sekarang, ketiga buku itu belum saya baca karena saya
kukuh ingin membaca Harry Potter sesuai urutannya. Kebetulan tahun 2016, saya
pinjam buku Harry Potter pertama kepada teman saya. Saya tinggal membaca (dan
memiliki) buku kedua, ketiga, dan keenam. Saya coba cari-cari buku Harry Potter
bekas di toko buku daring, tetapi belum ada yang sreg. Bahkan, buku seri
keduanya hampir tidak pernah saya lihat.
Bulan Maret lalu, tiba-tiba saya merasa ingin sekali membaca
Harry Potter seri kedua dan mulai goyah untuk membaca buku Harry Potter yang
sudah saya punya saja (yang berarti tidak sesuai urutan).
Akan tetapi, tak
dinyana, awal April saya dan suami berjalan-jalan ke pasar kaget di GDC dan
menemukan buku ini di lapak penjual buku bekas seharga 20 ribu rupiah saja. Memang kondisinya sudah terlipat di bagian bawah sampul dan pinggiran buku
sudah berwarna kecokelatan, tetapi secara keseluruhan masih cukup bagus, dan lagi
ini buku lama dan susah dicari! Sungguh, saya sangat senang dengan penemuan
harta karun ini.
Bagaimana dengan isinya?
Setelah berpanjang-panjang kata dengan cerita bagaimana
mendapatkan buku Harry Potter and the Chamber of Secrets, saya tidak akan
terlalu banyak membahas isi cerita. Karena hampir semua sudah tahu bukan?
Karena saya sudah menonton filmnya, jadi saat membaca buku
ini yang muncul di pikiran saya tentu saja gambaran di film. Saya malah seperti
mengingat-ingat kembali jalan cerita dan adegan-adegan yang ada di film.
Satu hal yang mungkin luput saat menonton film dan hanya
diketahui saat membaca buku terjemahannya adalah judul-judul buku Gilderoy
Lockhart yang unik. Duel dengan Dracula,
Gaul dengan Goblin, Heboh dengan Hantu, Tamasya dengan Troll, Mengembara dengan
Manusia Serigala, Vakansi dengan Vampir, dan Yakin dengan Yeti.
Menemukan
satu pola di sini? Yang bikin saya takjub adalah kehebatan penerjemahnya yang
mampu menerjemahkan judul-judul tersebut tetapi tetap menggunakan pola yang
sama.
Seperti pada terjemah Mirror Erised menjadi Cermin Tarsah.
Erised adalah kebalikan dari Desire seperti Tarsah kebalikan dari Hasrat.
Keren!
Saya jadi penasaran, bagaimana saya menemukan buku ketiga
dan keenam, serta apakah saya juga berjodoh dengan buku pertama. Meskipun saya
sudah membacanya, saya tetap ingin memiliki koleksi lengkap seri Harry Potter
1-7 terjemahan GPU dengan ilustrasi lama yang ikonik itu.
Komentar
Posting Komentar