Penulis: Robin Wijaya
Penyunting: Jia Effendie
Penerbit: Falcon Publishing
Tahun Terbit: Desember 2016
Halaman: 234
Ninna dan Gamal, sepasang suami istri yang harus rela
melepaskan keinginan mereka untuk memiliki anak karena Ninna mengidap penyakit
kanker rahim. Satu-satunya jalan yang bisa diambil agar Ninna kembali sehat
adalah merelakan rahimnya diangkat. Bagi seorang perempuan kehilangan rahim
tentu saja hal yang sangat berat, terlebih jika belum dikaruniai anak. Padahal,
Gamal dan Ninna telah menanti kehadiran buah hati mereka selama lima tahun. Bahkan, mereka telah membuat kamar bayi yang telah lengkap dengan berbagai
perabot dan hiasan untuk anak-anak.
Setelah operasi pengangkatan rahim, kehidupan Gamal dan Ninna
berubah. Banyak hal yang menjadi sensitif bagi Ninna. Gamal berusaha semampunya
menjaga suasana hati agar tetap bahagia. Namun, bagaimana jika ia juga memiliki
keinginan yang lain yang mungkin tidak merusak ketenangan Ninna? Akankah Gamal
mengungkapkan keinginannya?
me.lan.ko.lia /mèlankolia/
- n kelainan jiwa yang ditandai oleh keadaan depresi dan ketidakaktifan fisik
- n Psi patologi tentang suasana hati yang ditandai dengan kesedihan dan depresi
My Review
Ini buku kedua Blue Valley series yang saya baca setelah
Lara Miya. Saya pilih cerita ini, ketimbang empat buku lainnya karena ide
ceritanya cukup dekat dengan kehidupan saya. Bukan berarti saya mengidap
penyakit seperti Ninna, hanya saja saya jadi penasaran dengan novel-novel yang
mengisahkan kehidupan rumah tangga, khususnya rumah tangga yang permasalahannya
menanti buah hati.
Novel ini diceritakan dari sudut pandang Ninna dan Gamal
secara bergantian. Jadi, pembaca dapat mengetahui isi hati dan apa yang
dilakukan masing-masing tokoh.
Bisa dibilang, Gamal adalah contoh suami idaman. Bagaimana
tidak, ia tetap setia dan amat sangat sabar mendampingi Ninna yang menurut saya
labil dan agak egois. Gamal berusaha memenuhi setiap keinginan Ninna asalkan
Ninna tidak selalu terpuruk dalam kesedihan, salah satunya mengizinkan Ninna
bekerja kantoran lagi. Begitu juga saat Ninna ingin kamar bayi yang telah
mereka persiapkan dikosongkan, semua baju dan perlengkapan bayi yang mereka
miliki Ninna sumbangkan.
Sementara itu, Gamal tidak rela melepaskan baby’s crib yang
ia buat dengan tangan sendiri dan penuh harapan. Akhirnya, NInna membolehkan
Gamal tetap menyimpan baby’s crib itu dengan syarat sudah dibongkar
kayu-kayunya dan diletakkan di tempat yang tidak akan dilihat Ninna. Gamal
setuju. Namun, diam-diam, ia menaruh harapan untuk memiliki bayi. Ia merangkai
kembali baby’s crib itu dan menyimpannya di gudang. Siapa tahu nanti akan
dibutuhkan.
Saat baca cerita, saya agak kesal dengan Ninna yang egois
dan ‘cewek’ banget. Iya, meskipun laki-laki, sepertinya penulis sangat mengenal
karakter umum perempuan sehingga bisa menghidupkan karakter yang ‘cewek’ banget
seperti Ninna. Ngambek ke Gamal tetapi nggak bilang karena apa, malah pergi
begitu saja. Ya, walaupun agak egois, karakter seperti ini masuk akal banget,
sih.
Gamal juga, walaupun kelihatan sempurna, tetap ada sisi-sisi
manusiawinya yang bikin dia tampak ‘normal’. Jadi, tokoh-tokoh di cerita ini
benar-benar seperti ada di sekitar kita. Alur ceritanya pun tidak
mengawang-awang, tidak terlalu sinetron, pokoknya tidak berlebihanlah. Baik
tokoh maupun alur ceritanya, terasa pas.
Saya sempat menitikkan air mata pada beberapa bagian di
novel ini. walaupun belum sampai termehek-mehek atau book hangover. Secara
keseluruhan, karya Robin Wijaya yang pertama kali saya baca ini menarik.
Membuat saya penasaran dengan karya-karya beliau yang lain.
Saya tidak tahu apakah reaksi saya akan sama jika saya
membaca novel ini sebelum menikah atau sudah menikah dan sudah memiliki anak,
tetapi jikapun tidak berada dalam posisi yang sama dengan Gamal dan Ninna,
tidak ada salahnya membaca buku ini. agar empati kita semakin terasah terhadap
berbagai ujian yang dihadapi orang-orang di sekitar kita dan mungkin membuat
kita jadi sungkan bertanya hal-hal yang bisa mengusik hati semacam, “Kapan
nikah? Kapan punya anak?” :)
Komentar
Posting Komentar