Penulis: Ninit Yunita
Penyunting: FX Rudy Gunawan
Penerbit: Gagas Media
Tahun Terbit: Cetakan Kesebelas, 2011 (Cetakan
Pertama tahun 2005)
Halaman: 200
ISBN: 979-3600-96-9
Tata dan Rahmat, pasangan yang telah menikah
selama tujuh tahun dan belum dikarunia anak. Padahal, Tata sudah sangat tak
sabar untuk segera memiliki momongan. Ia bahkan sudah membeli beberapa
perlengkapan bayi dan memikirkan kostum apa yang akan dipakai anaknya saat
karnaval. Selain itu, Tata juga mengoleksi bertumpuk-tumpuk test pack. Sayang,
dari sekian banyak test pack yang dia miliki, tak ada satu pun yang bergaris
dua.
Sementara itu, sang suami lebih santai dan
tidak terlalu ngoyo untuk memiliki momongan. Rahmat mengikuti saja berbagai
‘usaha’ yang dilakukan Tata agar mereka mendapatkan anak. Salah satunya adalah
berkonsultasi ke dokter kandungan meski awalnya Tata sempat enggan ke sana.
Yang terjadi adalah salah satu dari mereka dinyatakan infertil dan mau tak mau
mempengaruhi pernikahan mereka.
My Review
Sama seperti Too Cold to Handle, saya tertarik
baca buku ini gara-gara baca resensi juga. Memang ya, resensi itu cukup
mempengaruhi keinginan kita untuk membeli buku atau tidak.
Test Pack ini novel lama. Saya juga sudah tahu
dari dulu, tetapi saat itu nggak tertarik baca karena menyangka ceritanya
tentang seseorang yang hamil di luar nikah. Apalagi sinopsisnya tidak
menjelaskan sama sekali tentang alur cerita. Tahu, kan, gaya sinopsisnya novel
Gagas Media pada masa itu? Setelah baca resensi Test Pack, saya baru tertarik,
ditambah kondisi saya yang mirip-mirip dengan Tata. Masih dalam masa penantian.
Dari segi bahasa, ini novel yang renyah,
ringan, tetapi isu yang diangkat sebenarnya cukup berat dan nggak banyak yang
bahas, lho. Kebanyakan novel kan isinya tentang cinta sebelum pernikahan atau
kalaupun sudah menikah, konfliknya bermacam-macam (karena memang menikah
seperti itu, sih, hehehe).
Model bercerita Ninit Yunita ini mengingatkan
saya dengan gayanya Ifa Avianty. Ceritanya mengalir, pakai bahasa sehari-hari,
diselingi kalimat-kalimat berbahasa Inggris, di dalam bab ada subbab kecil, dan
ada beberapa bab yang diawali dengan lirik lagu. Di dalam ceritanya, ada nuansa
romantis, ada humornya juga, ada yang bikin meweknya juga. Kalau sudah baca
beberapa novelnya Ifa Avianty pasti ngerasa, deh.
Secara keseluruhan, saya suka banget dengan
novel ini. Pasti banyak yang suka juga sehingga novel ini dicetak berulang kali
dan diangkat ke layar lebar. Meskipun begitu, ada beberapa hal yang ingin saya
komentari terkait Tata dan Rahmat, hehehe.
Pertama, jika Tata ingin sekali punya anak,
mengapa harus menunggu tujuh tahun untuk konsultasi ke dokter kandungan? Iya,
sih, diceritakan keengganan Tata ke dokter kandungan karena seolah-olah
mengakui dia infertil. Tetapi, kalau benar-benar ingin punya anak,
mungkin nggak perlu sampai tujuh tahun juga. Itu sih lama banget.
Kedua, saat tahu salah satu dari mereka
infertil, Tata dan Rahmat bersikap seolah mereka benar-benar nggak bisa punya
anak. Saya sangat menyayangkan hal itu karena bikin pembaca yang senasib dengan
mereka sedikit patah semangat. Padahal, masih ada berbagai cara yang bisa
dilakukan agar mendapatkan momongan. Dan karena di cerita itu Tata ingin sekali
punya anak, seharusnya dia tidak menyerah begitu saja dengan kenyataan tersebut.
Ketiga, akan lebih seru kalau mereka melakukan
‘usaha-usaha’ lain dalam memperoleh momongan selain sering melakukan
‘intensifikasi penyerbukan dengan berbagai gaya’. Misalnya, dengan makan atau
minum sesuatu atau melakukan berbagai terapi bahkan mitos-mitos yang beredar di
masyarakat untuk memperoleh keturunan. Kan, Tata kepengen banget punya anak,
seharusnya dia nggak bersandar pada satu ‘usaha’ saja, wkwkwk….
Ya, tetapi kan namanya juga novel. Mungkin
sengaja diceritakan begitu dengan berbagai pertimbangan.
Saya belum baca novel ini, tetapi saya sempet berkali-kali nonton filmnya. Jleb banget ceritanya. Dan akting Reza Rahadian dan Acha Septriasa patut diacungi jempol.
BalasHapusSaya malah belum nonton filmnya :D banyak yang komen kalau filmnya bagus.
Hapus