Penulis: Robert T. Kiyosaki
Alih bahasa: J. Dwi Helly Purnomo
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Tahun Terbit: Cetakan ke-46, September 2018
(Dicetak pertama kali di Indonesia Oktober 2000)
Halaman: 240
ISBN: 978-602-03-3317-5
“Alasan utama orang
mengalami kesulitan keuangan adalah mereka menghabiskan waktu bertahun-tahun di
sekolah, tetapi tidak belajar apa-apa tentang uang. Akibatnya, orang belajar
untuk bekerja demi uang, tetapi tidak pernah belajar membuat uang bagi mereka.”
(Robert T. Kiyosaki)
My Review
Saya tahu buku ini sudah lama sekali, sejak SMP
kalau tidak salah. Pokoknya, waktu orang-orang sedang ramai membicarakan buku
Rich Dad Poor Dad, saya ikut mendengar, tetapi saat itu belum tertarik. Bahkan,
sampai kuliah dan bekerja pun saya belum juga tertarik dengan buku terlaris
dari Robert T. Kiyosaki ini. Sampai saat saya membaca Aku Bukan Budak Gaji yang
membahas tentang kebebasan keuangan. Sang penulis cukup sering menyebut-nyebut
Rich Dad Poor Dad dan memasukkan buku itu ke dalam daftar pustakanya. Saya pun
jadi penasaran.
Akhirnya, saya membeli Rich Dad Poor Dad. Akan
tetapi, tetap saja tidak langsung dibaca. Saya baru baca buku ini beberapa
bulan kemudian. Saat hati sedang hampa dan merasa butuh asupan nonfiksi.
Alhamdulillah, ternyata ini buku yang tepat.
Bagi Anda yang menganut prinsip ‘uang bukan
segalanya’, ‘uang tidak bisa membeli kebahagiaan’, ‘uang sumber malapetaka’,
‘kita harus hidup zuhud/sederhana’, ada baiknya membaca Aku Bukan Budak Gaji
dulu. Karena di dalam buku itu membahas tentang mengapa kita harus mencapai
tahap kebebasan keuangan dan sang penulis membahas dari sisi agamis juga (jika
Anda seorang Muslim). Buku Rich Dad Poor Dad juga membahas alasan tersebut,
tetapi menurut saya tidak terlalu banyak. Buku ini lebih fokus kepada
‘caranya’.
Rich Dad Poor Dad dibuka dengan kisah Robert
Kiyosaki yang mempunyai dua ayah, Ayah Kaya dan Ayah Miskin. Awalnya, saya
pikir ibunya bercerai dan menikah lagi sehingga dia memiliki dua ayah. Ternyata
Ayah Miskin adalah ayah kandungnya. Sedangkan Ayah Kaya adalah ayah sahabatnya
yang mengajarinya tentang kecerdasan keuangan.
Mengapa dia sampai hati menyebut ayahnya
sendiri dengan sebutan Ayah Miskin? Padahal, sebenarnya keluarga Kiyosaki ini
diceritakan tidak miskin-miskin amat, meski bukan golongan kaya juga.
Ayahnya
seorang guru, bekerja kepada pemerintah, kalau di sini mungkin disebutnya PNS.
Tingkat pendidikannya baik dan terus mendorong Robert Kiyosaki agar menempuh
pendidikan yang bagus dan tinggi pula agar mendapat pekerjaan yang bagus dan
jaminan kehidupan dari pemerintah.
Berbeda dengan ayah sahabatnya yang saat itu
masih usahawan kecil-kecilan. Namun, berkat kecerdasan keuangannya, dia mampu
mengajari anaknya dan Robert tentang kecerdasan keuangan serta membangun
bisnis-bisnisnya semakin besar dan menjadi kaya yang sesungguhnya.
Di dalam buku Rich Dad Poor Dad, Robert
Kiyosaki membahas tentang mengubah pandangan mengenai uang. Orang miskin
memandang uang adalah sesuatu yang riil. Sedangkan orang kaya menganggap uang
hanyalah ilusi. Orang miskin bekerja setiap hari untuk uang. Orang kaya belajar
agar uang bekerja untuk mereka.
Robert Kiyosaki juga memandang uang bukanlah
segalanya. Oleh karena itu, ia tidak mau bekerja untuk uang. Ia ingin dan
berusaha agar uang bekerja untuk dirinya. Bagaimana caranya?
Tentu saja semua
itu harus diawali dulu dengan sudut pandang kita tentang uang. Kemudian,
berlanjut dengan bagaimana uang bekerja. Terakhir, cara atau langkah-langkah
yang bisa kita praktikkan agar uang bekerja untuk kita.
Setelah saya membaca Aku Bukan Budak Gaji lalu
dilanjut dengan Rich Dad Poor Dad, terasa sekali kesinambungan dan kedalaman
ilmu tentang kecerdasan keuangan ini. Jika di dalam buku Aku Bukan Budak Gaji lebih banyak
membahas dasar-dasarnya, Rich Dad Poor Dad membahas tentang caranya. Nah, di
bagian terakhir buku Rich Dad Poor Dad ada nukilan buku Rich Dad’s Cashflow
Quadrant.
Apa itu Cashflow Quadrant?
Jadi, Robert Kiyosaki membagi tipe manusia
berdasarkan jenis kekayaannya ke dalam dua bagian, yaitu kuadran kanan dan
kuadran kiri. Kuadran kiri diisi oleh orang miskin dan kuadran kanan
diisi oleh orang kaya.
(Catatan; miskin dan kaya dalam pembahasan ini dilihat dari segi kecerdasan keuangan di mana orang yang kelihatan kaya pun bisa jadi miskin karena banyak utang dan banyak pengeluaran tanpa punya tabungan dan orang yang kelihatannya miskin sebenarnya bisa dikatakan kaya karena tidak punya utang dan punya tabungan).
Di dalam kuadran kiri terdapat dua bagian lagi,
yaitu Employee atau pekerja (orang yang
bekerja untuk orang lain, seperti PNS, pegawai swasta, dan semacam itu) dan Self-Employee
yaitu orang yang bekerja untuk dirinya sendiri seperti, pekerja lepas,
wiraswasta, pemilik bisnis kecil.
Dalam kuadran kanan terbagi dua pula, yaitu Business Owner atau pemilik bisnis
besar/pengusaha dan Investor. Rich
Dad’s Cashflow Quadrant membahas tentang bagaimana cara kita yang berada di
kuadran kiri pindah ke kuadran kanan. Namun, itu untuk pembahasan yang lain
lagi.
Kembali ke Rich Dad Poor Dad, yang saya sukai
dari buku ini adalah bagaimana semua tulisan di dalam buku ini adalah pengalaman
Robert Kiyosaki sendiri. Mulai dari pengalamannya ketika kecil awal mula
belajar tentang keuangan dari Ayah Kaya, pengalamannya berpindah-pindah tempat
kerja agar meraup banyak ilmu, sampai berbagai pengalamannya bertransaksi,
melihat dan mengambil peluang, hingga akhirnya mencapai tahap bebas keuangan.
Robert Kiyosaki juga cukup sering mengkritik
sistem sekolah yang kuno karena tidak mengajarkan kecerdasan keuangan kepada
anak-anak, melainkan hanya fokus mendorong anak untuk menguasai pelajaran agar
mendapat pekerjaan bagus. Padahal, jika kecerdasan keuangan sudah diajarkan
sejak dini, bisa jadi akan mengurangi orang-orang miskin dan memperbaiki
perekonomian dunia.
Yang unik adalah, saya juga sempat memandang
sinis tentang hal ini, kecerdasan keuangan dan sebagainya. Menganggap itu
adalah sebuah pemikiran yang sangat materialistis dan fokus pada duniawi saja.
Namun, saat membaca bagian tentang pembahasan menarik hikmah dari kehidupan dan
memberi sebelum menerima, saya merasa… yah, tidak ada salahnya menjadi kaya
beneran, membuat uang bekerja untuk kita, sehingga kita bisa beribadah lebih
banyak, bersedekah lebih sering, dan hal-hal baik lainnya yang bisa kita
lakukan dengan kekayaan kita. Ingat, orang kaya menganggap uang hanya ilusi,
mereka belajar agar uang bekerja untuk mereka.
Saya cantumkan beberapa kutipan menarik dari
buku Rich Dad Poor Dad yang amat saya sukai. Mudah-mudahan saya bisa
mempraktikkan langkah-langkah yang dibagi Robert Kiyosaki dalam bukunya. Amiin.
“Kalau kau menarik
hikmah dari pelajaran ini, kau akan tumbuh menjadi pemuda yang bijak, makmur,
dan bahagia. Kalau tidak menarik hikmah, kau akan menghabiskan hidup dengan
menyalahkan pekerjaan, upah yang rendah, atau atasan karena masalahmu sendiri.
Kau akan menjalani hidup dengan terus berharap perubahan besar akan memecahkan
semua masalah keuanganmu.
Atau kalau kau tipe
orang yang tidak punya keberanian, kau semata menyerah setiap kali hidup
mempermainkanmu. Jika kau tipe seperti itu, seumur hidup kau hanya cari aman,
melakukan hal-hal yang benar, menyelamatkan diri untuk peristiwa yang tidak
pernah terjadi. Kau pun akan meninggal sebagai orang tua yang membosankan. Kau
punya banyak teman yang benar-benar menyukaimu karena kau pekerja keras yang
baik. Namun, sebenarnya kau membiarkan hidup membuatmu menyerah. Di lubuk hati
terdalam, kau takut mengambil risiko.
Kau benar-benar ingin
menang, tetapi rasa takut akan kekalahan jauh lebih besar daripada sukacita
kemenangan. Jauh di dalam hati, kau dan hanya kau tahu bahwa kau tidak berusaha
mencapai kemenangan. Kau memilih bermain aman.”
“Kalau kau
menginginkan sesuatu, pertama-tama kau harus memberi. Kapan pun Anda merasa
kekurangan atau membutuhkan sesuatu, berikanlah dulu apa yang Anda inginkan
maka hal itu akan kembali secara berlimpah-limpah.”
“Anda semua diberi dua
anugerah yang luar biasa; pikiran Anda dan waktu Anda. Terserah Anda untuk
melakukan apa yang Anda suka dengan keduanya. Dengan setiap uang yang datang ke
tangan Anda, Anda dan hanya Anda sendiri yang mempunyai kekuatan untuk
memutuskan nasib Anda. Habiskanlah dengan bodoh maka Anda memilih menjadi
miskin. Habiskanlah untuk liabilitas maka Anda bergabung dengan kelas menengah.
Investasikanlah dalam pikiran Anda dan pelajarilah cara membangun asset maka
Anda memilih kemakmuran sebagai tujuan dan masa depan Anda.”
Wah, saya sangat perlu buku seperti ini sekarang, hihihi. Kutipannya bagus-bagus yak. Dari sana sudah ketahuan kalau buku ini sangat memotivasi. Cuss segera masukkan ke wishlist XD
BalasHapusiya mbak, menurut saya ini bukan hanya buku tentang uang, tetapi juga buku motivasi. semoga segera tercapai membaca buku ini :)
Hapusiya emang bagus banget bukunya, anak saya juga sampai baca buku ini..
BalasHapus