Akhir-akhir
ini saya semakin tertarik dengan karya-karya penulis lokal. Jika sebelumnya
saya cukup selektif memilih buku karya penulis lokal (most favorite sejauh ini
masih dipegang Prisca Primasari dan Windhry Ramadhina), sekarang saya jadi
ingin mengetahui karya-karya penulis lainnya.
Tahun
2018 bisa dibilang saya cukup banyak berkenalan dengan karya penulis lokal,
seperti Windhy Puspitadewi, Fakhrisina Amalia (sebenarnya zaman dahulu sebelum
dia menerbitkan buku saya sudah sering membaca tulisannya di blognya), Annisa Ihsani, Ratih Kumala, Ashadi Siregar, Alnira, Tia Setiawati, Ariqy Raihan, Biondy Alfian, dan D. Wijaya.
Ada
beberapa yang jadi the next favorite, ada juga yang biasa saja. Akan tetapi,
saya banyak belajar dari karya mereka. Mudah-mudahan tahun 2019 dan seterusnya
saya juga bisa menerbitkan buku di penerbit mayor.
Selama
buka-buka goodreads dan banyak baca resensi orang lain (baik di blog maupun di
Instagram), ada beberapa penulis lokal yang karyanya menarik untuk dibaca. Mereka
adalah:
1. Ary Nilandari
Ary
Nilandari mungkin dikenal lebih dulu lewat seri Go Keo, No Noaki! (yang
sejujurnya agak belibet saat dibaca). Akan tetapi, saya lebih tertarik dengan
dua novel young adult-nya, yaitu Write Me History dan The Visual Art of Love. Dari
beberapa ulasan yang saya baca, kebanyakan memuji karya Mbak Ary ini.
2. Adhitya Mulya
Hmm…
telat banget nggak, sih, belum baca dan nonton Sabtu Bersama Bapak? Saya dari
dulu penasaran dengan buku dan film tersebut, tetapi sampai sekarang belum
kesampaian. Ada tiga buku Adhitya Mulya yang ingin saya baca; Sabtu Bersama
Bapak, Parent’s Stories, dan Bajak Laut dan Purnama Terakhir. Buku Parent’s
Stories saya sudah punya, tapi belum dibaca. Akan menjadi timbunan yang harus
dibabat tahun depan.
3. Benny Arnas
Setelah
membaca Cinta Tak Pernah Tua, saya jadi penasaran dengan karya-karya lain dari
Benny Arnas. Meskipun saya tidak seutuhnya memahami tulisannya, entah mengapa
saya merasa karya-karyanya itu bagus dan menarik. Selain Cinta Tak Pernah Tua, saya
juga telah membaca Hujan Turun dari Bawah, sejenis prosa yang maknanya lebih
tidak saya mengerti ketimbang Cinta Tak Pernah Tua, hahaha. Namun, saya tidak
kapok untuk penasaran dengan karya-karyanya yang lain, yaitu: Cinta
Menggerakkan Segala, Cinta Paling Setia, dan kumpulan puisi
Curriculum Vitae.
4. Erlin Natawiria
Pertama
kali saya tahu Erlin Natawaria dari Storial.co. Dia menulis novel The Playlist.
Padahal, sebelumnya ia pernah menulis novel Athena di Gagas Media. Saya membaca
bab-bab awal dari The Playlist, ternyata tulisannya cukup menarik. Sayang,
karya-karyanya di Storial tidak semua bisa dibaca karena disetting premium
sehingga pengguna Storial harus punya koin Storial dulu untuk membacanya.
Saya
coba cari-cari The Playlist di toko buku, tetapi keberadaannya sudah jarang. Saya
malah menemukan bukunya yang terbit di Falcon Publishing, Lara Miya, juga
termasuk timbunan yang akan dibabat tahun depan.
5. Ken Terate
Ken
Terate ini penulis teenlit dari era 2000an awal. Saya sudah sering mendengar
namanya, tetapi baru satu karyanya yang saya baca, yaitu Jurnal Jo. Novelnya,
Dark Love diterbitkan ulang oleh penerbit GPU dan saya penasaran setelah
membaca blurb-nya. Selain Dark Love, saya juga tertarik dengan novel terbarunya
yang berjudul Savanna dan Samudra.
6. Alma Aridatha
Sewaktu
lagi main-main di Goodreads, lihat review No Place Like Home dan kebanyakan isi
reviewnya bagus-bagus. Saya baru banget dengar nama Alma Aridatha dan ternyata
ia mengawali karyanya dari Wattpad. Meskipun ada buku-bukunya yang lain yang
telah diterbitkan (seri Tied the Knot), saya hanya tertarik dengan No Place
Like Home.
7. Adimas Immanuel
Saya
bukan orang yang rajin membaca buku puisi. Terutama buku puisi penulis baru. Puisi
yang saya baca tidak jauh-jauh dari Taufiq Ismail, Sapardi Djoko Damono, dan WS
Rendra. Saya tahu Adimas Immanuel dari akun Instagram Penerbit GPU saat
peluncuran buku terbarunya yang berjudul Karena Cinta Kuat seperti Maut. Saya stalking akun Instagramnya dan beberapa
puisinya menarik saya.
8. Sofi Meloni
Karena
membaca sebuah ulasan yang membahas novel Too Cold to Handle, saya jadi
penasaran dengan karya Sofi Meloni. Sudah ada beberapa karyanya yang
diterbitkan, tetapi yang paling menarik bagi saya ya novel Too Cold to Handle.
9. Hanum Rais dan Rangga Almahendra
Waktu
kuliah, saya sudah membaca karya Hanum Rangga yang berjudul 99 Cahaya di Langit Eropa.
Namun, saya belum berkesempatan membaca karya-karyanya lain. Saya sendiri
paling penasaran dengan buku terbarunya yang berjudul I am Sarahza yang
menceritakan perjuangan Hanum dan Rangga untuk mendapatkan anak. Banyak yang
bilang buku ini bagus.
Ternyata
banyak juga penulis lokal yang karyanya menarik. Mudah-mudahan tahun 2019 saya
bisa membaca karya-karya mereka.
Bagaimana
dengan kamu? Lebih suka karya penulis lokal atau luar? Buku-buku apa yang ingin
kamu baca pada tahun 2019?
Komentar
Posting Komentar